0.3

893 74 4
                                    

Kicauan burung dipagi hari membuat Gladis mengumpat dalam hatinya. Pagi merupakan waktu yang sangat malas untuk seorang pelajar. Karena mereka harus bangun pagi untuk bersiap pergi sekolah.

"Berisik, pergii woyy masih pagi juga."

Akibat teriakan Gladis yang memang cukup keras. Membuat Naswa ibu Gladis terkejut. Beliau pun melangkahkan kakinya menuju kamar sang anak.

Tokk..tokk..tokk

"Gladis, sayang buka pintunya nak ayo bangun sudah pagi kamu ga sekolah."

Dengan kasar Gladis membuka selimut yang ia gunakan untuk menutupi seluruh tubuhnya tersebut.

"Iya bukk, Gladis udah bangun ini mau siap-siap," teriak Gladis dari dalam kamarnya.

Dengan langkah malas Gladis menuju kamar mandi. Ia bergegas bersiap agar tidak terlambat kembali. Tidak butuh waktu lama untuknya mandi dan menyiapkan diri. 30 menit cukup untuk seorang Gladis bersiap, terbukti saat ini ia sudah berada di ruang tamu.

"Buk, Gladis berangkat dulu ya," pamit Gladis seraya mencium tangan sang ibu tercinta.

"Iya, hati-hati ya sekolah yang bener jangan main mulu," peringat sang ibu yang diangguki Gladis.

Saat akan berangkat Gladis teringat sesuatu, "Kenapa, ada yang ketinggalan?" tanya ibu saat melihat Gladis tidak jadi berangkat.

"Engga bu, ini aku baru inget kalo nanti aku mesti pulang sore ada kerja kelompok sama Ana," ujar Gladis dengan senyum di akhirnya.

"Oalah, yauda ga papa yang penting nanti kabarin ibu ya kalo ada apa-apa," kata ibu dengan lembut.

"Siap komandan," jawab Gladis dengan tangan seperti hormat bendera.

***

6.30

Waktu kurang 30 menit Gladis sudah berada di sekolah. Dengan santai nya ia mendudukan diri di sebelah Ana.

"Lo lagi ngapain na," tanya Gladis yang baru saja mendudukkan dirinya.

"Ngapain-ngapain, lo ga liat gue lagi nyalin tugas," ujar Ana dengan tidak santai nya.

"HAH."

Teriakan Gladis membuat seisi kelas menoleh pada gadis tersebut, "Shutt, lo bisa ga sih ga heboh kek gini malu tau ga." Ucapan Ana membuat Gladis seketika menutup mulutnya.

"Hah yang bener na ada tugas, tugas apaan coba gue kira kita free tugas," perkataan Gladis membuat Ana menghela nafas.

"Lo kira ga ada, heh liat noh tugas udah kek gunung Sinabung yang mau meletus gitu lo bilang free tugas."

"Haduhh, yaudah lah ga usah banyak omong."

Saat itu juga Gladis segera membuka tasnya, mengambil buku mata pelajaran yang membuat otak siswa-siswi sering mengeluh tersebut. Ia bergegas menyalin tugas yang sama dengan Ana secepat mungkin.

Triingg

Bunyi yang menandakan bahwa sudah saatnya siswa-siswi memasuki kelas untuk memulai pelajaran pertama mereka. Dan saat itu juga bertepatan dengan Gladis dan Ana yang sudah selesai menyalin tugas mereka.

"Fyuhh, akhirnya kelar juga," ujar Ana dengan punggung yang ia senderkan pada bangku tempatnya duduk.

Suara langkah kaki memasuki kelas 11 IPS 4, kelas di mana Gladis dan Ana berada. Pertanda bahwa guru sudah masuk kelas, namun anehnya kali ini guru tidak sendirian. Melainkan bersama seseorang yang mana bukan murid baru, melainkan.

Galaska

"What, ngapain tu anak ke sini bukannya kelasnya di 11 MIPA 5 ya," heboh Gladis pada saat itu juga.

Suara bisik-bisik mulai terdengar, banyak yang tidak menyangka seorang Laska berada di kelas mereka.

"Sudah cukup-cukup, jangan ada yang berisik lagi. Baik di sini bapak akan menyampaikan satu hal pada kalian. Bahwa mulai sekarang dan seterusnya Galaska akan menempati kelas ini. Bapak harap kalian bisa menerima baik Galaska di kelas kalian." Ucapan pak guru membuat seisi kelas terutama para kaum hawa terpekik.

"Baiklah kalau begitu, Laska karena bangku kosong di sini hanya tersisa yang ada di belakang. Kamu gunakan terlebih dahulu ya," ucap pak guru yang membuat Laska mengepalkan tangannya.

Dengan langkah tegapnya Laska berjalan, sebagian dari mereka pasti akan mengira Laska duduk di bangku yang pak guru tunjukkan. Namun perkiraan itu salah, Laska menghentikan langkahnya pada bangku kedua gadis yang tengah menunduk sekarang.

"Bolehkah aku duduk di sini?" Aneh bukankah bangku tersebut sudah ada yang mendudukinya ya.

"Emm maaf Laska, tapi kamu mau duduk di mana sedangkan tempat duduknya sudah di tempati aku sama Ana," ujar Gladis dengan pandangan lurus menatap Laska.

Melihat tatapan Gladis yang tertuju padanya, Laska terdiam membeku. Dengan cepat ia menetralkan mimik wajahnya. "Tapi saya hanya ingin duduk di sini, dan ya bolehkah temanmu itu yang menduduki bangku yang di sana," kata Laska dengan menunjuk bangku yang berada di belakang.

Keterkejutan Gladis akan ucapan Laska berujung dengan Ana yang lebih memilih mengalah. Ana beranjak dari kursinya, mempersilahkan Laska untuk menduduki kursi itu.

"Loh An, kok lo pergi sih di sini aja," ucapan Gladis memberhentikan langkah Ana. "Lebih baik ngalah dulu, ntar juga balik lagi," balas Ana dengan langkah menuju kursi belakang.

Seketika tatapan Gladis beralih pada Laska, "Heh lo," tunjuk Gladis pada Laska, "kursi belakang kan masih ada ngapain lo usir temen gue sih, dan ya lo ngapain pindah segala dari kelas ga sekalian pindah sekolah aja."

Gladis tidak tahu, bahwa ucapannya itu menyulut amarah di dalam diri Laska. Namun, dengan keterdiamannya Laska berusaha mengontrol dirinya agar tidak tersulut akan perkataan Gladis.

"Ekhem, apakah kalian sudah selesai berbincang," perkataan pak guru seketika membuat kedua lawan jenis itu menoleh.

Gladis hanya mampu menyengir malu, "Sudah kok pak hehehe."

"Lo mau berdiri gitu terus ampe monas rubuh apa duduk "

Laska tersenyum dalam diamnya ia mengira bahwa Gladis memberikan perhatian padanya. Laska duduk dengan senyuman tipis di bibirnya, entah kemana amarah yang sempat ia tahan tadi.



Hai. Baru inget kalo punya tanggungan cerita ini. Maapkan daku wahai readers :'
Ga bakal lupa sama bosen ngingetin deh, jan lupa vote sama komennya yak. Bubay :)

GalaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang