6. Halangan atau haluan

4 1 0
                                    


Aku berada di dua sisi yang mana keduanya saling bergesekan, apakah aku akan memilih halanganku atau aku memilih haluan? Atau Halangan bisa menjadi haluanku? Atau sebaliknya?


~~~


Tiga hari kemudian.

Rhevan yang telah memakai seragam lengkap, berjalan menurui tangga dengan sebuah buku yang terbuka di kedua tangannya, pandangan Rhevan fokus menatap isi buku. Rosi yang melihat Rhevan seketika menghampirinya, menahan langkah Rhevan.

"Kau mau berangkat?" tanya Rosi yang sekarang tengah berada di depan Rhevan. Di saat itu juga Rhevan tersentak. Buku yang sedari tadi tengah dipegangnya pun sedikit melompat lalu membentur dada Rhevan yang lesat Rhevan kembali menangkapnya di sepersekian detik ia melihatnya.

"Ros?!"

"Memang aku betah berlama-lama di tempat tidur? Aku harus sekolah," ketus Rhevan.

"Kau bisa masuk ke universitas tanpa capek, kenapa kau repot membaca pelajaran yang sudah kelewat paham?"

"Pertanyaan macam apa itu, minggir." Rhevan yang berusaha mengabaikan Rosi mengambil celah yang berada di samping untuk melintasi orang yang tengah berdiri di depannya : menghalangi langkahnya.

Tak mau kalah, Rosi menyergah Rhevan dengan menggeser sedikit tubuhnya.

"Ros!" seru Rhevan, sedikit memberi penekanan pada intonai suaranya.

"Van, kamu bisa lakukan semuanya di rumah, jangan keluar!" perintah Rosi pada Rhevan.

"Memangnya aku apa? Mencit percobaanmu? Aku ingin seperti manusia normal."

"Kau normal, Van." Rhevan hanya menarik sudut bibirnya, menatap Rosi dengan raut datar.

"Oke, biarkan aku pergi." Rhevan memanfaatkan Rosi yang lengah dan segera menerabas, melintasi Rosi menyelesaikan anak tangga terakhir.

Rhevan melangkah panjang hingga Rosi yang berbalik ingin menegur menghentikkannya tak mampu berkata. Rosi hanya mengela napas, melihat punggung yang lesat menjauh meninggalkannya, kemudian tenggelam ke balik pintu, meninggalkan hening.

Rosi  menggeleng beberapa kali, lalu berdecak, "Anak itu. Ah, aku harus berangkat juga."

***

Rhevan telah sampai di sekolahnya. Setelah membeli minuman kaleng di kantin, ia berjalan menuju kelasnya. Saat setengah jalan menuju kelasnya, seseorang menepuknya dari belakang. Ternyata dua anak laki-laki yang sedari awal mengikuti langkahnya.

"Oi, yang kemarin sakit karena nganter anak perempuan?" tanya Dean yang mengambalikan tangannya ke saku, setelah tadi menepuk temannya itu.

Rhevan tersentak, kontan ia menyemburkan isi mulutnya. "Tau dari mana?" Rhevan mengusap mulutnya yang basah.

"Sita si naga," ujar Rian yang berganti dengan Dean, ia mengalungkan lengannya ke punggung Rhevan.

"Sita ngomong apa aja sama kalian, hah?"

"Woi, santai ... santai, dia ngomong, kalau lo udah ngerawat si cewek itu, ajaibnya luka si cewek itu langsung sembuh besoknya, tanpa bekas, lo ngasih jampi-jampi, ya?"

"Lo pada percaya aja sama tuh cewek, mana ada gue ngejampiin anak orang, yang ada, ya, gue yang digituin." Rhevan mengerling beberapa kali ke teman-temannya yang berada di sisi kanan dan kirinya.

"Lah, kenapa gitu?" tanya Dean, sedangkan Rian hanya melirik, tak paham dengan maksud temannya itu.

"Mungkin karena gue dikira monster sama mereka."

"Lah, iya, lo tuh monster, monster yang nggak tertarik sama cewek," celoteh Dean kemudian terkekeh, memandang ke arah Rian dan Rian pun ikut terkekeh.

"Sembarangan lo," geram Rhevan sambil meringis, memandang ke arah Dean.

"Itu kenyataan." Mendengar kata yang dilontarkan temannya yang ceplas-ceplos itu Rhevan kontan menekuk mulutnya dan memicingkan mata.

"Kadang gue mikir, lo berdua temen atau musuh gue, sih?"

"Tergantung, kesempatan mana yang lebih menguntungkan." Lagi, Dean melontarkan kata yang membuat Rhevan menarik napas. Sedangkan Rian hanya terkikik geli.

Ketika Rhevan dan teman-temannya sudah hampir mendekati pintu kelas, langkah mereka terhenti melihat dua orang gadis yang sekarang juga melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan.

Rhevan terperangah di sepersekian detik.

Sebesit hening melintas di antara mereka.

"Kamu sudah baikan?"

"Udah baikan?"

Keduanya saling melempar kata dan di detik itu juga keduanya tertegun.

RELEVAN [Teen-fict]Where stories live. Discover now