Rhevan dibangunkan oleh suara petir yang menggelegar di luar beriringan dengan berisik hujan. Rhevan merasa asing, dirinya kontan berseru sekuat tenaga : memanggil kedua orang tuanya, berharap orang tuanya dapat segera membalas panggilannya dengan datang ke kamarnya untuk menemaninya tidur.
Beberapa kali seruan tak menghasilkan apa-apa. Dengan berat hati Rhevan kecil lekas beranjak dari ranjang, kemudian melangkah keluar kamar.
Rasa takut sekarang menjalar dari ujung kaki ke ujung kepala, Rhevan semakin dibuat bergidik dengan lorong yang menghubungkan kamarnya dengan kamar kedua orang tuanya gelap gulita. Selama sepersekian menit Rhevan kembali ke kamar untuk mengambil sebuah senter berbentuk pedang yang biasa ia gunakan untuk bermain. Kemudian, Rhevan kembali menyusuri lorong.
Suasana mencekam menyelimuti tubuh kecil Rhevan yang tengah berjalan dengan ragu menyusuri lorong rumahnya. Dengan senter yang tergenggam di depan wajahnya. Sinar putih berpendar biru itu sebenarnya kurang mampu menaungi Rhevan dari gulita malam yang mendominasi, tetapi Rhevan yang berusaha gentar sehingga membuat senter itu sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
Rhevan melangkah pelan, sedikit demi sedikit. Selama beberapa langkah ia masih belum kuat untuk mengeluarkan suara hingga di setengah perjalanan ia memberanikan diri untuk menggemakan suara.
"Ayah ... ibu!" serunya, kepada gulita yang berharap bisa merayapkan suaranya sampai kepada kedua orang tuanya.
Rhevan kecil gemetar, sedangkan mulutnya tak berhenti menyerukan nama kedua orang tuanya. Namun, seruan itu tak berbalas, hanya gema yang terpantul ke benda-benda di sekitarnya hingga suaranya parau, air mata tak henti mengalir di pipinya.
Rhevan kecil berjengit, mendelik melihat kucing kecil yang melangkah dengan gontai mendekatinya.
"Fluffy?"
Kucing itu merangkak mendekati Rhevan, merintih, ingin mengeong. Namun, seperti kehilangan tenaga, kucing itu hanya mengeluarkan suara serak yang terus menatap ke arah Rhevan dengan mata berselaput kilap.
Rhevan melihat bulu hewan peliharaannya yang sebagian dilumuri dengan warna merah pekat, sebagian lagi tercetak di lantai membentuk garis. Napasnya mulai sesak, ia tersengal, jantungnya berdesir.
"Fluffy!" Rhevan segera meraih anak kucing di depannya, memeluknya, dan membawa bersamanya.
Rhevan melihat pintu yang terbuka, lekas-lekas ia menuju kamar dengan pintu yang terbuka itu, kamar dari kedua orang tuanya. Ketika berada di depan ambang pintu, Rhevan dibuat takjub sesudah membuka salah satu daunnya-kamar itu lengang. Rhevan mengerling, pandangannya menuju anak tangga. Ia membalikkan badannya kembali memacu langkah menuju tangga. Rhevan melesat hingga sesekali hampir salah pijak.
Saat hampir menyelesaikan beberapa anak tangga, langkahnya terhenti, melihat orang tuanya tergolek di lantai dengan cairan merah pekat dari keduanya saling menyatu membentuk genangan.
Rhevan kecil menatap gamang, tubuhnya lunglai, sesuatu seperti mencabut sebagian nyawanya, limbung.
YOU ARE READING
RELEVAN [Teen-fict]
Teen FictionRhevan adalah seorang anak remaja yang ditinggal oleh kedua orang tuanya sejak kecil. Sesuatu keanehan mencuat dalam dirinya, ia mampu membagi sesuatu yang berasal dari dalam tubuhnya. Rosi disebut-sebut sebagai pengasuh Rhevan adalah seorang mahasi...