3 - Tita

43 9 2
                                    

Jakarta, 5 September 2020

7:28 PM


Hari demi hari telah menjadi pekan, pekan demi pekan terbungkus menjadi bulan sudah terlewati sejak kejadian menyedihkan tersebut dan gadis itu kini berdiri di depan gapura tua yang menjadi saksi kehancurannya. Tidak mudah setiap kembali ke kota ini terlebih menginjakkan kaki di gang kecil ini lagi. Aksanya melihat siluet dua anak kecil yang saling bergandengan tangan berlari dengan riangnya. Bahagia dan tidak ada beban. Ia tersenyum kecil dan menghembuskan napasnya perlahan. Kakinya melangkah perlahan di gang kecil itu, kemana pun ia memandang dua anak kecil yang bergandengan tadi selalu tertangkap oleh retina matanya. Langkahnya terhenti di simpang tiga pertama, ia ragu membawa kakinya melangkah. Ia terdiam dan terus memandang dua anak kecil tadi yang terus lurus di simpang tiga, siluet anak itu semakin menjauh dan akhirnya menghilang. Ia bertanya-tanya apakah ia harus lurus atau berbelok arah, entah lah, ia pun tidak tahu harus memilih yang mana. Ia masih terdiam cukup lama di simpang tiga itu, waktu itu sudah sore sekali, mungkin jika terjadi pada siang hari ia akan dianggap perempuan gila oleh orang-orang yang melihatnya.

Ia sudah memutuskannya. Ia akan berbelok arah, tidak sanggup rasanya untuk memilih jalan lurus. Hey ini serius, soal rute jalan, bukan yang lainnya. Satu alasan yang pasti adalah ia tidak sanggup untuk melewati rumah orang yang telah pergi meninggalkannya, terlalu banyak kenangan, ia dan hatinya yang tinggal separuh tidak sanggup. Meskipun ia tahu bahwa tiap sudut gang kecil atau bahkan kota ini terisi oleh kenangan mereka. Benar saja, di simpang tiga kedua matanya kembali melihat dua anak kecil tadi telah tumbuh remaja dan tertawa meskipun tidak seriang saat mereka duduk di bangku sekolah dasar. Ia mempercepat langkahnya dan tiba di rumahnya dan ia benci berada disini, kenangan di setiap sudut tempat ini membuatnya seolah gila. Siluet dua anak tadi selalu berputar mengitarinya dan ia Lelah. Sejak kejadian itu, rumahnya benar-benar persis seperti penjara untuknya. Ia tidak lagi memiliki alasan untuk keluar dari rumah itu ketika ia ingin menangis atau pun untuk menenangkan dirinya lagi. Lagipula, kemana ia harus pergi? Orang itu sudah jauh pergi dan tidak ada lagi yang tersisa. Sebentar... ia teringat bahwa ia masih memiliki satu "rumah" yang lain! Bodohnya ia sudah mengabaikan rumah kecil yang satu ini.

Ia berlari kecil keluar rumah, matanya sibuk mencari kesana-kemari. "Tobby!!" teriaknya. Hatinya berdegub kencang menanti kemunculannya, ia benar-benar takut kehilangan lagi. Tidak lama, seekor makhluk gembul berkaki empat dan berselimutkan bulu cokelat kehitaman berlari dari arah bawah. Hhh... akhirnya si kucing yang mirip kambing ini muncul. Tangannya langsung mengangkat "bola gembul" itu dan memeluknya, sembari menciuminya ia membawa Tobby ke dalam kamar. Ia tersenyum melihat Tobby yang sedang berguling-guling di kasurnya, setidaknya ia memiliki seorang teman untuk menangis bersama. Ya meskipun kucing nakal itu tidak akan ikut menangis menemaninya seperti yang dilakukan orang itu, tapi itu lebih dari cukup. Ia tidak akan merasa terlalu kesepian.

Hanya dua hari, kuatlah, ujarnya menguatkan diri. Dua hari di Jakarta dan tidak banyak hal yang bisa ia lakukan. Saat ini jemarinya mengusap sebuah foto, dua anak kecil tersenyum begitu polosnya menggunakan baju tradisional dari daerah masing-masing. 21 April 2009, tanggal foto itu diambil. Sembilan tahun silam, Ketika mereka masih duduk di bangku sekolah dasar dan berdiri malu-malu untuk difoto. Benar-benar konyol, dengan malu-malu tangan orang itu memegang telunjuk gadis itu dan mereka menampilkan wajah datar saat difoto. Melihat foto itu membuat gadis ini berpikir, kenapa hanya jari telunjukku saja yang ia genggam? Konyol sekali. Jarinya bergerak mengambil satu lembar foto yang lain. Di foto ini, yang tadinya hanya berdiri bersampingan dan hanya memegang telunjuk, orang itu kini sudah berani berdiri di belakangnya memegang bahu dan tersenyum manis, ada kemajuan. Gadis itu kini tersenyum setelah melihat foto-foto kecil mereka, teringat masa kecil yang penuh canda tawa dan tak jarang pertengkaran kecil pun terjadi di antara mereka.

CITRAPATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang