6 - Batir

24 4 0
                                    

Hanya suara canda tawa yang terdengar di kamar itu. Tiga sekawan yang tidak memiliki kesibukan malam itu saling bertukar cerita, suasana hati gadis itu sudah membaik sekarang karena nyatanya memang sangat mudah untuk mengembalikan mood-nya. Gadis itu dan Debi sedang menertawai sebuah lagu yang cukup viral, tawa mereka mendominasi satu unit asrama berukuran kecil itu. Tawa mereka terhenti ketika temannya yang sejak tadi duduk di atas kasur menegur mereka,

"Kalian bisa gak sih lemah lembut kayak perempuan gitu sehari? Coba gitu sesekali jangan bar-bar" ucap temannya ini sambil menggelengkan kepala tanpa menatap gadis itu ataupun Debi.

"Loh aku jadi perempuan tuh aslinya lemah lembut banget, tapi gak ku tunjukin aja. Takut nanti banyak yang suka sama aku."  Ujar gadis itu tak ambil pusing.

Berbeda dengan responnya, Debi malah menantang temannya itu. "Oh, yaudah kita taruhan aja." ucap Debi tanpa berpikir seperti biasa. Mereka berdua langsung menatap Debi keheranan dan menanti kalimat bodoh apa yang akan diucapkannya. "Gua sama Tasia jadi kek lu selama seminggu dan kalo gua berdua berhasil... minggu depannya lu harus jadi gua sama Tasia seminggu. Gimana? Mau gak?" lanjut Debi.

"Ih ogah, astagfirullah..." balas temannya ini.

Sebentar, ia tidak salah dengar bukan? Apa? Ogah? Cewek ini bilang "Ih ogah"? seolah aku sama Debi ni kek cewek yang ga ada bagus-bagusnya dia buat, pikir gadis itu menatap temannya ini kesal.

"Nape? Ga mau kan lu? Yaudah sama, gua juga ogah bersikap kek perempuan gitu." Kesal Debi.

Wah wah kondusi mulai tidak kondusif, ia berpikir dua temannya ini harus segera ditengahi meskipun ia juga kesal, tapi ia tidak suka suasana yang tadinya hangat tiba-tiba menjadi suram seketika. "Aku sama Debi tu gak bar-bar kalo di depan orang yang tepat. Pasti tiap perempuan gitu, bakal jadi lebih feminim dan pendiam di depan orang yang dia suka, meskipun gak semua perempuan kek gitu tapi seenggaknya secara umum kan gitu. Dan aku gak nunjukin sikap manis aku di depan klen." Akhir si gadis dengan tersenyum manis, menurutnya.

"Ah masa? Bukannya kau pernah dibilang itu ya sama pria itu?" ledek temannya ini.

Ah sialan, kenapa harus diungkit lagi sih? pikir gadis itu menatap temannya yang sedang berusaha menahan tawa.

Memorinya kembali menariknya pergi kepada malam itu, 22 September 2018. Gadis itu sedang menghabiskan waktu bersama pria yang biasa bersamanya dan seorang teman laki-laki yang lain, lebih tepatnya teman sekamar pria itu.

"Eh sumpah, cantik kali cewek ini, Indonesia banget ya mukanya." pandangannya terfokus pada telepon genggam yang ada di tangannya.

"Ya iya lah we, namanya perempuan itu pasti cantik." Balas seseorang yang sejak setengah jam lalu menjadi "orang ketiga" di antara gadis dan pria itu.

Gadis itu hanya menatap temannya sambil memikirkan sebuah kesimpulan, "Woiya apalagi aku!" ucap gadis itu semangat dan percaya diri,

"ya iyalah apanya maksudmu? kau kan perempuan, semua perempuan pasti punya kecantikannya masing-masing." Ujar pria yang sejak tadi memilih diam, tak banyak bicara.

"terus terus kalo gitu kecantikan aku apa mas?" tanya gadis itu antusias dan penuh harap. Senyum dibibirnya mengembang menanti jawaban yang dia pikir akan membuatnya senang.

"Kalau kau, gak ada." Ujar pria itu singkat, pria itu bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari game yang sedang ia mainkan. Teman sekamar itu hanya tertawa mendengar jawaban pria sialan itu.

Senyum ceria yang dimiliki gadis itu mendadak hilang berganti dengan wajah datar, ia hanya menatap malas pria di hadapannya itu. Ia pikir pria itu akan menjawab dengan jawaban "kalau kau imut" atau "kau itu bawel terus ngeselin tapi itu yang buat kau cantik." Tapi yang keluar dari mulut pria itu benar-benar 100% berbeda dengan ekspektasinya, apa ia harus memukul kepala pria itu sekarang? Atau lebih baik mencekik hingga pria itu kehilangan napas? Gadis itu masih menatap pria yang bahkan sejak tadi hanya menatap game kesayangannya itu.

CITRAPATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang