2 - Gata

56 8 2
                                    

Jakarta, 30 Agustus 2020

4:34 PM


Hari terus berganti menjadi minggu, gadis ini selalu menanti dan berharap kesempatan untuk menemui orang itu akan tiba. Menunggu dan terus menunggu, hanya itu yang ia lakukan. Sembari menjalani rutinitas sebagai mahasiswa baru yang sedang padat-padatnya, ia tak pernah lupa untuk hanya sekadar memeriksa ruang obrolannya bersama orang itu. Apakah ada tanda-tanda pesan terakhirnya akan segera dibalas atau tidak, setidaknya orang itu telah membaca pesan yang ia kirimkan. Namun nihil, sejak terakhir ia mengirimkan pesan itu hingga sebelas hari kemudian, orang yang selalu ia tunggu bahkan tidak membaca pesannya. Apa dia marah? Atau merajuk? pikirnya, ah entahlah memikirkannya hanya menambah pikiran saja.

Saat itu hari Kamis, gadis ini baru saja menyelesaikan kelasnya pada sore hari. Setelahnya, bersama dua orang temannya ia pergi untuk membuat video tugas. Dua temannya ini banyak membuat dia tertawa karena kekonyolan yang mereka buat, entah mengapa ia merasa beban pikiran karena orang yang selama ini ia tunggu sedikit hilang, terima kasih untuk dua temannya yang konyol ini. Mereka terus tertawa hingga sesuatu membisiki gadis ini, jangan banyak tertawa, bisiknya. Entah siapa yang membisiki itu namun ia langsung berhenti tertawa, setelahnya ia berkata, "Jangan buat aku ketawa lagi, aku ga mau nangis nantinya." Entah lah apa maksud dari perkataan itu, ia yang mengucapkan saja tidak tahu.

Setelah sampai di asrama, ia segera berbenah untuk tidur. Esok dia harus bangun pagi, mengejar jadwal kereta menuju Jakarta. Untuk pertama kalinya ia kembali ke Jakarta menggunakan kereta dan seorang diri. Gadis itu sungguh tidak sabar menunggu hari esok karena orang itu tidak tahu kalau hari Jum'at dia akan kembali ke Jakarta. Dengan membayangkan bagaimana ekspresi yang akan ia lihat dari orang itu, tahu-tahu ia sudah terbang ke alam mimpi.

***

Keesokan harinya, Jum'at, 5 Oktober 2018 akan menjadi hari yang paling ia benci seumur hidupnya. Bahkan hingga kini, setiap ia memikirkan hari itu rasanya ia benar-benar membenci dan tidak pernah ingin hari itu ada. Ia bahkan berharap tidak akan pernah membuka matanya pada hari itu, bagaimana tidak, ayahnya mengirimkan pesan yang sampai sekarang akan selalu ia ingat. Niat hati ingin memberi kejutan untuk orang itu, semesta justru mendahului niatnya dengan memberikan kejutan yang benar-benar menjadi hantaman hebat untuknya.

"Dia sudah meninggal."

Begitulah isi pesan yang ia terima pagi itu, tepat setelah ia membuka mata. Untuk sesaat, dunia rasanya berhenti berputar begitu pula dengan gaya gravitasi yang seolah menghilang hingga tak mampu membuat gadis itu meneteskan satu pun air mata yang ia punya. Tidak, ia tidak menangis. Ia hanya memandangi layar telepon genggam yang sudah mati itu. Otaknya masih memproses apa yang terjadi dan seluruh sarafnya menolak untuk bereaksi. Setelah beberapa saat, kakinya mulai melangkah menuju kamar mandi tanpa diperintah. Kini ia berdiri berhadapan dengan sebuah cermin, ia melihat refleksi dirinya disana. Tanpa emosi, tanpa rasa. Terlihat seperti tidak bernyawa. Saat itu lah seluruh kesadarannya dikembalikan, ia mulai meneteskan air matanya ketika dadanya seolah ditusuk entah menggunakan belati atau pun panah berapi. Rasanya sangat menyakitkan hingga ia tidak mampu mengeluarkan suara apapun. Di kamar mandi, gadis menyedihkan itu berlutut sembari memegang dadanya yang kian terasa sesak. Saking sesaknya rasanya benar-benar ingin meledak.

Percayalah, tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding menangis dalam diam. Menahan tangisanmu sendiri karena dua hal; sakitnya rasa sakit yang kau alami dan kau yang tidak ingin orang lain tahu bahwa kau sedang menangis. Sialnya, kedua alasan itu yang menyebabkan gadis menyedihkan itu terduduk di lantai sambil menutupi mulutnya. Dengan sisa kekuatannya, ia kini berdiri di peron menanti kereta yang akan membawanya kembali menuju Jakarta, menemui seseorang yang sangat ingin ia temui.

CITRAPATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang