❄️❄️☃️☃️❄️❄️
Lima jam telah berlalu, Naima tidak bisa tidur dengan tenang meskipun keadaan kamar perempuan itu remang-remang. Hanya tersisa cahaya rembulan yang menembus ruangan lewat sela-sela gorden.
Ia bergerak gelisah, memposisikan tubuhnya berharap bisa mendapatkan posisi ternyaman.
Namun, ia hanya berakhir dengan pikiran kacau dan tubuh yang gamang. Sampai kemudian ia memutuskan untuk berbalik ke arah suaminya yang tertidur pulas dari dua jam yang lalu. Memandang wajah tampannya yang semakin matang.
Sekali lagi, Naima bisa memastikan bahwa tidak ada yang bisa menolak pesona yang dimiliki Ezard. Baik hari ini maupun tiga tahun yang lalu dan Naima sadar betul akan fakta bahwa tidak hanya dirinya yang mendambakan Ezard.
Ia sungguh takut bahwa kemungkinan mengerikan bisa saja terjadi dalam dunianya yang mulai utuh. Sebab, takdir selalu membawanya berlari menyusuri waktu yang teramat panjang dan mengerikan. Suka ataupun tidak. Setuju ataupun tidak setuju. Takdir yang ditetapkan langit tidak peduli pada keinginan terdalam jiwanya.
Malam ini, jika takdir buruk yang bersembunyi mulai memperlihatkan wajahnya, maka Naima akak bersiap-siap. Meski kata siap tidak pernah cocok untuk dirinya yang selalu tertatih-tatih.
Akan tetapi setidaknya Ezard masih bersamanya sekarang. Tidur di sampingnya dengan deru napas yang sama. Naima tersenyum kacau—membayangkan betapa ia selalu mendamba dan mencinta. Seperti saat ini, saat dimana ia tersenyum manis sedang hatinya terlampau getir meraba-raba kemungkinan bahwaEzard menyembunyikan sesuatu darinya.
Permasalahan antara dirinya dan Ezard belum selesai. Setelah makan malam, pria itu enggan membicarakan apapun dan memilih ke kamar Azura untuk menemaninya sebentar. Saat kembali lagi ke kamar, Ezard memberi banyak jarak dengan melewatkan rayuan manis sebelum tidur dan kecupan hangat di bagian dahi. Naima tidak bisa memaksa Ezard untuk membicarakan semuanya saat itu juga.
Karena ia tahu betul betapa keras kepalanya pria itu jika menyangkut keputusan yang ia ambil sendiri tanpa memikirkan akibatnya terhadap orang lain. Naima juga paham bahwa tidak mudah untuk membicarakan hal-hal sensitif yang menyangkut masa lalu dan personal seseorang, tapi seharusnya Ezard tetap memberinya ruang dan ia berhak mendapatkan penjelasan. Terlebih-lebih ketika membicarakan perempuan itu Ezard berubah drastis seperti seseorang yang tidak pernah dikenalnya dalam jangka tiga tahun terakhir.
Toh, ia tidak ingin lagi salah paham seperti beberapa tahun yang lalu saat ia memilih meninggalkan rumah Ezard karena pria itu menutupi sesuatu yang sangat serius darinya. Tidak, Naima tidak akan segegabah dahulu. Meninggalkan rumah dengan langkah marah tanpa mendengarkan penjelasan Ezard. Hingga di detik ini ia masih merasa menyesal karena membiarkan Azura tumbuh tanpa seorang Ayah dan ia tidak akan mengulang kesalahan yang sama.
Sebisa mungkin, meski hatinya sakit, meski jiwanya tidak bisa menerima, Naima akan tetap bertahan selagi hal itu masih bisa ditoleransi. Namun, ia juga tidak bisa menjanjikan kehidupan pernikahan yang utuh, karena pada akhirnya ia hanya perempuan biasa. Perempuan yang sebelum menyelamatkan pernikahannya demi anak-anak harus terlebih dahulu menyelamatkan dirinya sendiri.
Saat itu ia hanya gadis dua puluh tahun yang terlalu kewalahan menangani perasaannya sendiri dan sekarang meski baru dua puluh dua tahun ia sudah mengerti banyak, karena hidup telah memberinya banyak pecahan-pecahan kaca yang membuatnya terbiasa dengan luka.
Sekarang yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana ia bisa membuat semuanya menjadi tetap baik-baik saja. Membuktikan pada dunia bahwa pernikahannya akan tetap sama; berjalan indah dan tidak ada satupun yang bisa menggoyahkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Season Without You || Lee Jeno
Romance🔞 Ia membohongiku. Mengkhianatiku tanpa berpikir panjang dan membuang tiga tahun yang kami miliki kedalam tong sampah. Betapa hebat, aku dicampakkan dengan begitu mudah seperti tak ada harganya sama sekali. Sekali lagi, aku seharusnya tidak hera...