07. Ezard Wattson

262 20 0
                                    


❄️❄️☃️☃️❄️❄️

Suara angin, gelak tawa Naima dan Azura memenuhi taman belakang rumah sore ini. Mereka begitu bahagia—saling melempar bola salju. Naima tampak semangat bermain dengan putri kecilnya.

Aku tersenyum menyadari fakta bahwa dia memang selalu bersemangat untuk hal apapun di dunia ini. Tidak bisa kujelaskan betapa aku memuja sosoknya yang anggun dan begitu tegar juga berhati lembut.

Naima memang semengagumkan itu. Aku selalu jatuh cinta padanya, setiap saat, setiap hari dan sepanjang tahun kebersamaan kami.

Pada sisa-sisa kehangatan matahari yang ingin kembali keperaduan, aku hanya berperan sebagai penonton kebahagiaan kecil mereka. Tidak ada alasan khusus ketika memutuskan untuk tidak bergabung dengan mereka. Hanya saja aku merasa sedikit kelelahan karena dari tadi siang bermain di rumah Maria dan sekarang butuh sedikit istirahat.

Memandang Naima selalu saja seperti meminum pil kebahagiaan yang tidak pernah ditemukan di tempat manapun. Senyuman yang tak pernah pudar di wajahnya yang indah, dia yang kian hari kian bersinar dan binar di bola mata cantiknya yang sedalam lautan selalu membuatku terperangkap dalam kebahagiaan yang tidak memiliki tepian.

Hatiku sudah lama tenggelam di sana. Entah hatiku tak tahu cara bangkit ke permukaan atau ia malah merelakan dirinya dimakan lautan hingga berkarat dan hancur.

Aku sudah menyerahkan semuanya dan ingin sekali menghabiskan seluruh waktu dan kesempatan yang kumiliki untuk bersamanya. Bahkan sampai tak ada satu pun yang bisa diharapkan lagi, aku hanya perlu meyakini bahwa Naima satu-satunya harapan yang akan disisahkan Tuhan untukku. Aku menghargainya dan memujanya setiap detik yang aku dan ia lewati bersama.

Karena hanya ketika bersamanya aku menemukan warna selain hitam di bumi yang kejam ini. Seluruh warna cerah nan indah seolah berkumpul di sekitarku ketika aku berada di sisinya.

Namun, fakta lain yang kurasakan bahwa hatiku ternyata tidak bergetar untuknya saja tetapi juga untuk seseorang yang lain membuatku kembali berpikir ulang, apakah aku masih pantas menjadi sesuatu yang selalu ia pertahankan?

"Apa aku boleh bergabung?" Suara yang berasal dari perempuan yang mendebatku tadi siang di belakang rumah Maria.

Sialan!

Aku mengusap wajahku jengah. Masuk kedalam ruangan, meninggalkan teras yang dingin.

Bagaimana perempuan itu bisa berakhir di sini? Siapa yang memberinya izin untuk masuk?

Sungguh, aku tidak ingin dia ada di sini dan merusak kebahagiaan dalam keluarga kecilku yang sempurna.

Semua orang pasti tahu, bahwa di masa-masa paling suram aku sama sekali bukan orang yang baik. Hanya pria pengecut yang tidak ingin mengenal cinta dan segala antek-antek yang berhubungan dengan perasaan.

Caterina Carissa adalah salah satu orangnya. Aku baru mengatakannya hari ini karena pernah kuyakini bahwa ia tidak akan muncul lagi di depan wajahku ketika ia sendiri yang memutuskan untuk pergi. Bohong kalau aku tidak hampir jatuh padanya. Dia perempuan cerdas, lulusan sekolah bergengsi di London, cantik, berkelas dan dapat diandalkan. Bahkan tidak berlebihan rasanya ketika aku mengatakan bahwa dia pantas mendapatkan segala macam pujian yang ada di dunia ini, karena tidak ada satu hari pun ia membuatku merasa gagal menjadi lebih hidup sewaktu ia bersamaku dulu.

Perasaan bahagia dan lega muncul secara bersamaan ketika ia mengisi hari-hariku dengan kegembiraan dan meyakini bahwa semuanya akan menjadi lebih mudah ketika aku dan ia sepakat untuk menghadapi masa depan bersama. Caterina sungguh luar biasa.

Sementara aku terlalu jahat untuk Caterina yang baik.

Terlalu brengsek.

Terlampau kurang ajar.

Season Without You || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang