❄️❄️☃️☃️❄️❄️Malam ini aku tengah mengeringkan rambut Naima, tak ada percakapan apapun. Bisu lebih banyak menguasai ruangan. Hanya suara hair dryer yang membuat kegaduhan. Dia baru saja selesai mandi.
Saat aku membangunkannya dari tidur siangnya yang panjang ia langsung berlari ke kamar mandi, sedang aku membuat makan malam. Sayang sekali, Naima tak menyentuh makanan yang kubuatkan untuknya. Katanya, ia tidak selera makan. Demi Tuhan sangat sulit menanganinya, dia tidak bertingkah separah ini sebelumnya.
"Azura dimana?" Barulah ia bersuara. Meskipun ia sudah tidak semarah tadi, akan tetapi bisa kupastikan bahwa ia akan meledak lagi kalau aku tidak berhati-hati.
Aku jelas salah karena tidak berterus terang tapi aku tidak bisa memberitahunya sekarang atas apa yang telah kulalui bersama Caterina.
"Azura masih di rumah Maria. Aku memintanya untuk menjaganya lebih lama."
"Kenapa tidak membawanya pulang?"
Aku menghela napas kasar. Kemudian mematikan hair dryer dan menaruhnya di meja rias. Lalu memutar kursi tempat Naima duduk agar berbalik menghadapku. Selanjutnya, tanganku terulur menapak pada sisi meja rias, memagari Naima dari samping kanan juga kiri supaya ia tidak bisa melarikan diri.
Naima menyadari wajaku kian dekat sehingga ia terlihat menahan napas saat merasakan napasku menerpa lehernya, lalu merambat kepipinya.
"Ezard...." Suaranya menggema dengan lembut, terdengar keberatan atas perlakuanku padanya.
"Sutzz." Aku menggeleng saat ia secara sengaja hendak mendorong dadaku untuk menjauh.
Naima tidak melanjutkan, terdiam kaku ketika merasakan rabaan ringan hidungku mengikuti garis rahangnya. Bibirku dan lehernya bersentuhan, aku tidak mencumbunya, hanya sejenis sentuhan biasa dan aku kembali menjauh. Begitu seterusnya sampai Naima mengalungkan tangannya di leherku pertanda penyerahan diri.
"Apa kau masih mencintaiku?"
Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut istriku yang manis ini. Aku tersenyum dan menggeleng gemas dengan menempelkan hidungku di dahinya. Tanpa perlu kujawab dengan jawaban yang rinci, dunia juga tahu bahwa aku mencintainya dengan sangat keras. Betapa darahku membeku ketika untuk pertama kalinya mataku bertemu dengan binar miliknya yang indah. Dia memiliki tatapan yang begitu tenang dan lembut.
"Setelah sejauh ini masih meragukanku?"
"Kita hampir tidak berhasil."
Sejauh ini, Naima terus ingin mendebatku dan mengeluarkan isi pikirannya yang bercabang-cabang dengan menciptakan banyak kemungkinan yang membuat hubunganku dengannya semakin berada di tepian jurang.
Tetapi, kali ini aku tidak akan semudah untuk menyerah karena aku pernah kehilangannya dan kini tidak akan lagi.
"Jangan khawatirkan apapun, Nai. Kita memiliki banyak waktu untuk berdebat. Seumur hidup aku akan mendengarkan ocehanmu jika selama itu kau masih sanggup mendebatku."
Aku tersenyum, menarik tanganku untuk melingkar di pinggangnya yang ramping. Mengecup kembali bibir Naima yang dingin dengan wajahnya yang pucat dan pandangnya yang gelap penuh kabut. Ia melengkungkan punggung dan menarikku lebih dekat. Aku tersenyum, istriku juga tidak sabar rupanya. Ia menarik rambutku ketika mendapatkan satu lumatan dalam yang kutanamkan di bibirnya hingga bberapa menit kemudian turn ke lehernya yang jenjang nan mulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Season Without You || Lee Jeno
Storie d'amore🔞 Ia membohongiku. Mengkhianatiku tanpa berpikir panjang dan membuang tiga tahun yang kami miliki kedalam tong sampah. Betapa hebat, aku dicampakkan dengan begitu mudah seperti tak ada harganya sama sekali. Sekali lagi, aku seharusnya tidak hera...