09. Ezard Wattson

220 22 0
                                    


❄️❄️☃️☃️❄️❄️

"Naima, Ezard. Apa kalian di dalam?"

Aku melirik Naima yang duduk di balkon sebentar sebelum akhirnya berjalan ke arah pintu. Itu Caterina, perempuan yang dicemburui Naima baru 24 jam.

Kenapa Maria malah menyuruhnya untuk membantu kami? Padahal tadi aku hanya menelpon Maria untuk menolongku mengambil kunci yang semalam kulempar keluar jendela. Atau jika tidak ketemu, ia hanya perlu mengambil kunci cadangan di dalam laci ruang kerja orang tuaku dulu.

Masalah semalam belum selesai, kini aku disambut masalah yang lain lagi. Rumah sakit jiwa mungkin dalam waktu dekat akan menyambutku dengan gembira. Oh, sialan! Katakan selamat datang pada kegilaanku.

"Itu Caterina?" Naima berujar lirih, lingkaran matanya hitam pertanda tidak tidur dari semalam. Hidungnya merah dan matanya berair, ia juga menangis hebat seperti meratapi kepergian suaminya. Mungkin aku sudah mati baginya.

"Ya, Nai." Aku berujar lirih. Berhati-hati sekali agar tidak membangunkan singa tidur.

"Aku tidak ingin kau membukanya."

Baiklah. Ini mulai terasa menyebalkan dan aku benar-benar tidak tahan. "Nai? Kau masih marah?"

"Kenapa? Apa pedulimu? Oh, atau kau tidak setuju? Kau ingin membukakan Caterina pintu agar kalian bisa berciuman di tempat tidur kita sama seperti yang kau dan adikku lakukan dua tahun yang lalu?"

Demi Tuhan seharusnya ia tidak perlu menyeret kejadian dua tahun yang lalu ke tengah perdebatan kami yang memuakkan ini. "Berhenti membawa masalalu, Nai."

"Kau benar, seharusnya kita tidak membicarakan masalalu sepanjang tahun. Seharusnya kita terus berjalan ke masa depan, tapi masalalumu yang kelam terus berdatangan dan menyakitiku."

"Lalu aku harus apa, Nai? Agar kita bahagia. Agar kau percaya dan agar kau tidak tersakiti." Aku bingung untuk semua hal yang kulalui. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Naima terus merasa dirinya tidak cukup dan membuat skenario baru bahwa aku berselingkuh darinya.

"Aku terus merasa lelah dan ingin menyerah."

"Nai, jangan memulai. Aku memohon ... demi kita, hubungan ini, anak yang kita janjikan masa depan yang lebih baik."

"Aku terlalu banyak mengambil langkah yang salah, kau salah satunya. Dan kau terus membawaku berjalan ke neraka." Nadanya dingin menusukku terlalu dalam.

Aku menatapnya nyalang. Tidak, aku tidak mungkin menjadi orang yang membuat Naima sampai memutuskan mengambil langkah yang salah dalam hidupnya dan aku juga tidak akan mungkin menggiringnya ke nereka.

Saat itu aku hanya merasa bahwa aku telah dibuang. Bahwa aku sudah tidak diinginkan. Bahwa hatinya meninggalkanku sekali lagi dengan menyeret penyesalan panjang atas hubungan yang telah terlanjur ini.

Tidak ada lagi Naima yang terus mencintaiku dalam pergantian musim yang entah sudah keberapa. Tidak ada lagi Naima yang berusaha untuk membuat semuanya tetap baik-baik saja. Naima yang kukenal sudah hilang.

Sekarang, hanya tersisa perempuan dengan tatapan putus asa yang kutemui di lorong rumah sakit beberapa tahun yang lalu dan yang bisa kukatakan dengan sangat jelas untuk saat ini hanyalah aku dicampakkan oleh seseorang yang benar-benar kuinginkan. Dan ia mengatakan bahwa ia menyesal untuk semua yang telah ia lalui bersamaku.

Meski fakta bahwa cinta saja tidak pernah cukup tetapi perasaan itulah yang membuat kita tetap bersemangat dan sepakat untuk menghadapi masa depan bersama. Mengembalikan rasa-rasa senang ke tempat semula. Menghidupkan kembali harapan yang telah hilang. Membuat aku percaya lagi pada hidup, pada Tuhan dan pada setiap kesedihan pasti ada kebahagiaan.

Season Without You || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang