Little worries

12 0 0
                                    

Saat lagi asik-asiknya makan, gue lihat Ezra keluar tenda sama cowok fotografer yang namanya Andrew. Awalnya gue kira mereka mau foto-foto lagi. Tapi gue lihat mereka menjauh dari tenda pendaki dan nyari tempat buat ngobrol. Gue penasaran apa yang mereka obrolin sampai seserius itu. Gue juga lihat bagaimana wajah Ezra yang ditekuk dan bad mood banget. Dan tak lama kemudian gue lihat dia nangis sesenggukan. Hati gue sakit banget. Seperti sebuah pisau yang tiba-tiba dilempar ke jantung gue. Hancur. Gue lihat dia sesekali menghapus air matanya dan pundak nya yang bergetar menahan tangis. Dia kenapa ya? Apa yang lagi mereka bicarakan. Kenapa Andrew yang gue tau paling dekat sama dia buat dia nangis. Gue pengen segera berlari kesana memeluknya dan menenangkannya. Gue gak tega liat dia nangis. Sumpah gue gak suka pemandangan itu. 
"Lex, itu dia kenapa ya?"
"Siapa?"
"Ezra. Tuh di sana lagi ngobrol" gue nunjukin Ezra yang lagi ngobrol dengan teman nya. Hal itu membuat sahabat gue yang lain juga ikut melihat ke arah yang gue tunjuk. 
"Itu dia nangis ya kayanya" sahut Bobby
"Ada apa ya? Gak mungkin kan cowok itu lagi marahin dia?"
"Kayaknya sih nggak. Liat aja cara dia ngomong. Gak terkesan marah kalau menurut gue" kata Chandra menimpali
"Lu gak samperin dia Lex? Takut ada apa-apa" sahut gue khawatir
"Gak usah khawatir. Lagian itu urusan mereka. Gue bisa lihat kalau Andrew care banget sama dia. Sebelumnya gue udah sempat ngobrol sama Andrew dan gue bisa nilai kalau dia bakal jaga Ezra seperti adeknya sendiri"
"Semoga semua baik-baik saja" sahut gue kemudian
Kemudian gue lihat cara Andrew bicara seakan menjelaskan sesuatu dengan sabar. Dia juga berusaha menenangkan Ezra sampai akhirnya mereka kembali ke tenda.

Tak berselang lama, gue lihat Andrew mendekat ke tenda kita. Dan sepertinya ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
"Bro sorry nih ganggu" kata Andrew begitu sampai di tenda kita
"Oh gpp santai aja. Kenapa - kenapa?" kata Alex ramah
"Itu tentang obrolan kita sebelumnya kalau lu mau ngajak Ezra buat ikut kalian touring habis ini, dia juga sempat cerita sih kalau lu udah ngajak dia langsung dan katanya dia tolak karena gak enak sama gue dan anak-anak yang lain"
"Iya kita sempat ngajak dia ikut beberapa kali tadi" kata Erick "Tapi dia nya gak mau. Padahal bakal seru banget kalau dia bisa ikut"
"Terus kenapa?" Tanya Alex 
"Jadi sebenarnya gue kesini tuh mau memastikan tentang masalah itu. Waktu lu ngomong ke gue buat ijin ngajak dia touring gue tau lu serius, tapi sorry nih ya, gimana sama yang lain? Secara kan Ezra itu orang asing nih di pertemanan kalian. Eh tiba-tiba nimbrung gitu aja. Makanya gue mau mastiin apakah yang lain tidak keberatan kalau dia ikut"
"Memangnya kenapa? Ezra mau ikut kita ya? Wah akhirnya" sahut Erick antusias
"Tuh lu lihat sendiri kan siapa yang lebih semangat. Ngajak dia ikut itu bukan cuma rencana dan keinginan gue. Justru mereka yang lebih semangat"
"Iya kita nggak keberatan sama sekali. Justru senang-senang aja kalau ada dia" jawab Bobby juga
"Tapi kok tiba-tiba dia mau ikut? Kenapa?" tanya gue penasaran.
"Nah ini nih yang jadi alasan kenapa gue harus memastikan dulu hal yang tadi" sahut Andrew menjeda ucapan nya. Gue lihat dia sedang memilih dari mana tepat nya dia harus memulai cerita yang sepertinya sih cukup panjang dan kita semua sudah siap jadi pendengar yang baik.
"Jadi rencana awal nya kita memang bakal balik ke Bandung hari ini. Gue, Ezra, Daniel sama Adrian. Sedangkan 2 teman cewek kita yang lain bakal lanjut ke solo buat acara keluarga. Nah tadi pagi kebetulan tenda sebelah ngajakin kita buat naik ke Sumbing setelah ini. Kita sih belum mastiin bakal ikut atau nggak karena bagaimanapun kita kan harus mikirin Ezra juga. Gak mungkin kita ajak dia naik  lagi dan lebih gak mungkin lagi kalau kita biarin dia balik sendiri. Gue udah niat mau nolak sebenarnya sampai akhirnya dia cerita tentang tawaran lu yang ngajakin dia ikut kalian touring. Ditambah lu juga udah ngomong langsung ke gue buat gue yakin kalau lu serius dan menurut gue kenapa nggak"
"Dan akhirnya dia mau ikut kita?" 
"Antara iya dan nggak sih"
"Maksud lu" Tanya Alex langsung
"Awalnya pas kita bahas hal itu dia mengiyakan. Tapi gue tau itu karena dia gak enak sama kita. Lu tau sendiri kalau dia tipe orang yang gak mau nyusahin orang lain dan rasa gak enak nya kadang terlalu berlebihan. Dia mengiyakan karena dia gak mau kita batal naik. Tapi gue tau dia terpaksa. Akhirnya gue coba ajak dia ngobrol berdua tadi. Karena gue tau kalau dia gak akan jujur di depan yang lain. Dan dia memilih untuk pulang sendiri. Dia gak mau buat kita batal naik dan dia juga gak mau ngeganggu rencana liburan kalian" 
"Kok mengganggu sih? Gak kok. Gak sama sekali. Orang kita yang ngajakin juga dari awal" sahut Erick
"Iya gue tau. Gue juga udah ngejelasin itu ke dia. Tapi tetap saja dia ngerasa nggak enak. Makanya gue mau minta tolong lu Lex buat ngomong dan kasih pengertian sama dia. Tadi dia sempat nangis karena merasa kita tinggalkan sendiri dan kita sibuk dengan urusan kita masing-masing. Padahal maksud kita bukan itu. Bahkan gue udah rencanain buat nyari penginapan di bawah buat kita berdua sembari nungguin yang lain turun"
"Sekarang dia dimana?" tanya Alex dan keliatan banget kalau dia juga khawatir. Sama kaya apa yang gue rasain sekarang.
"Di tenda sama yang lain. Gue tadi sudah bilang sama dia kalau gue bakal ngomong sama kalian dulu. Apa perlu gue ajak dia kesini?"
"Gak. Gue bakal ngobrol berdua sama dia" sahut Alex
"Oke. Kita ke tenda gue sekarang" 

Alex dan Andrew pun berlalu menuju tenda dimana dia berada. Dari tadi gue cuma diam dan mendengarkan Andrew cerita tentang alasan kenapa dia menangis tadi. Gue kasihan sekaligus salut sama dia. Kalau gue ada di posisi dia pun sudah pasti gue marah dan kecewa. Pantas kalau dia merasa kaya gitu. Secara mereka kesini bareng. Dan setelah disini malah semua punya kesibukan sendiri. Teman macam apa itu. Gak fair banget. Tapi gue salut sama dia karena dia gak nunjukin itu di depan yang lain. Dia cuma nunjukin itu ke orang yang memang dekat sama dia. Dari situ gue bisa lihat kalau dia gak sekuat yang selama ini Alex ceritain. Ada titik dimana dia juga bisa sedih dan menangis. Dari luar memang dia kuat dan baik-baik saja. Tapi jauh di dalam hatinya, dia tetap seorang perempuan yang butuh dilindungi dan dijaga. Dia memaksakan dirinya untuk selalu kuat sebagai topeng kalau hatinya juga bisa rapuh. Kalau dia juga bisa sedih dan kecewa. Dan entah kenapa  muncul rasa protektif dalam diri gue.  Gue merasa kalau  gue harus jagain dia dan bahagiakan dia. 
"Semoga Alex berhasil bujuk dia ikut kita ya" kata Erick yang segera gue aminkan dalam hati. 
"Ya kita tunggu aja" 
"Gue kasihan dia digituin sama mereka. Kalau gue jadi dia juga gue bakal marah"
"Tapi dia gak marah Rick" jawab gue 
"Dia marah. Tapi ditahan sama dia. Sampe nangis gitu. Kan kasian. Pokoknya dia harus ikut kita. Nanti biar gue yang buat dia senang"
"Kok lu doang? Ada kita juga kali" sahut Bobby tidak terima
"Iya pokoknya sama kita aja. Gak usah sama mereka. Teman apaan kaya gitu. Masa mentingin naik gunung yang notabene sama orang asing daripada teman sendiri. Kan gila"
"Sabar Rick. Kan tadi Andrew udah jelasin kalau mereka gak ada niat kaya gitu" kata Chandra mengingatkan
"Tetap aja gue kesel. Lu juga kan Sam?"
"Iya gue kesal. Tapi tetap keputusan ada di Ezra. Kita tunggu aja"

Fallin' All in youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang