(Ch. 2 Pt. 2) Sebuah Pelajaran Penting

8 3 2
                                    

????'s P.O.V

Malam hari, pukul 10 tepatnya. Aku sudah berdiri tegap, menghadap sebuah batu besar di dalam hutan lebat nan gelap.

Aku pun mengangkat kedua tanganku ke depan, persis ke arah batu besar itu. Ya, memang pastinya aku terlihat seperti orang gila. Siapa yang mau pergi ke hutan malam-malam untuk mengangkat kedua tangannya ke arah sebuah batu besar? Ya, aku orangnya, bersama dengan segenap orang lain yang segila diriku.

Hm ... itu kedengarannya seperti aku yang membuat mereka gila, namun kenyataannya tidak seperti itu. Akulah yang ikut-ikutan dengan kegilaan mereka.

Sebuah lingkaran sihir mulai terukir di antara telapak tanganku dan batu besar itu. Batu itu pun mulai bergeser ke kanan, memperlihatkan sebuah lorong yang tersembunyi di baliknya.

Di ujung lorong ini adalah tempat berkumpulku dengan "orang-orang gila" itu. Aku pun melangkah masuk, diiringi dengan suara batu besar yang kembali menutup lorong ini.

Gelap, tidak ada setitik cahaya pun yang menerangi lorong ini, seperti biasa. Aku pun melancarkan sihir cahaya kecil, cukup untuk menerangi beberapa langkahku ke depan.

Tiap langkah kuambil, tiap kali itu juga aku mengutuk diriku sendiri. Andai aku memiliki kembaran baik, dia pasti akan membunuhku karena "ini".

Aku pun tiba di ujung lorong. Sebuah pintu dari besi memisahkan lorong gelap ini dengan tempat berkumpulku. Dengan mengetuknya sekali, diiringi dengan mengucapkan kalimat "menjunjung kebebasan, menentang kekangan", pintu itu akan terbuka.

Ha, frasa itu sungguh ironis. Aku tidak merasakan sedikitpun kebebasan, dan ditambah lagi yang kudapatkan selama ini hanyalah kekangan dari mereka.

Seseorang berpakaian layaknya seorang warga kota sekitar membukakan pintunya sembari menyapaku. Aku pun melangkah masuk, serta membalas sapaannya.

"Ah, kau datang juga. Sudah dari tadi kutunggu." Tegur seseorang yang tiba-tiba muncul di kirku.

Nah, ini orang yang kucari. Dialah pemimpin dari kelompok "orang-orang gila" ini.

"Dia lulus." Ujarku singkat.

Seketika kedua bibir orang itu menyeringai, kemudian dia susul dengan ledakan tawa.

"Bagus ... terima kasih atas informasinya, kini pekerjaanku akan menjadi jauh lebih mudah."

Aku pun melangkah meninggalkannya, menuju sebuah deretan bangku kosong.

Dengan bokongku yang sudah mencium bangku itu, aku berpikir sejenak. Sudah beberapa bulan aku menjadi anggota dari kelompok "orang-orang gila" ini, dan selama itu juga aku kerap menanyakan pada diriku sendiri "Apakah aku berada di jalan yang benar?"

***

Aaron's P.O.V

"Ya! Aku lulus! Aku tidak mengira akan lulus dengan melancarkan tehnik-tehnik sihir selemah itu." Sahutku, masih meledah-ledak penuh akan semangat.

Pak Grey terkekeh pelan. Dia sudah tahu aku berusaha menaha sahutan itu selama di akademi. Aku baru bisa melampiaskannya sekarang.

Kini aku dan Pak Grey tengah dalam perjalanan pulang. Surat kelulusan ujian kini sudah berada di tanganku. Aku tidak sabar menunjukkannya kepada kedua orangtuaku.

Tahun ajaran baru dimulai satu minggu lagi. Aku masih bisa meluangkan satu minggu itu bersama keluargaku, dan mungkin mempelajari satu dua tehnik sihir baru.

Magician's HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang