The First Enemy

4 2 0
                                    

Terbangun di dalam hutan, tak tahu apa yang sedang terjadi, bingung, itulah kondisi kami sekarang. Tapi tidak dengan laki - laki di depanku ini, Dia terliht sangat santai padahal sesaat sebelumnya terkejut, seakan - akan seperti sudah terbiasa dengan ini,

"Hei, Reza. Kamu kok kelihatan santai sekali? Apa kau tidak takut atau khawatir apa?"

"Hah? Oh, aku sudah biasa memainkan game yang mirip seperti ini."

"Game? Serius?! Serius kau mau menjadikan game sebagai patokan?!"

"Ya, memang apa salahnya?"

Serius Dia mengatakan hal seperti itu? Awalnya kukira dia adalah orang yang "sedikit" rasional tapi, tak kusangka Dia adalah orang yang seperti itu...

Ditengah perbincangan, kami mendengar suara tembakan. Tidak hanya sekali, tapi sampai lima kali suara tembakan tersebut terdengar oleh kami. Sambil menutup telingaku rapat - rapat, aku meringkuk di belakang Reza sembari badanku gemetar ketakutan karena suara tembakan itu. Reza yang sadar akan diriku yang ketakutan, mencoba untuk menenangkanku. Mungkin,

"Oi, kau baik - baik saja? Badanmu gemetar hebat kau tau. Apa kau ketakutan hanya karena itu?"

"Tentu saja aku takut! Kau pikir karena apa lagi aku sampai begini!", sambil menangis aku meneriaki Reza.

"Maaf kalau begitu," setelah mengatakan maaf, Reza langsung berdiri dan seperti hendak melakukan sesuatu, atau sedang ingin mencari sesuatu?

"Ada apa? Apa kau sedang mencari sesuatu?" tanyaku padanya,

"Ya, aku sedang mencari asal suara tembakan itu,"

Mendengar itu, aku terkejut dan langsung berdiri seketika untuk meneriakinya,

"Hei, ku sadarkan?! Itu sama saja dengan mencari mati tau!"

"Tak perlu berteriak seperti itu padaku, coba pakai otakmu sedikit, jika ada suara tembakan berarti ada senjata di sana dan jika kita memiliki senjata maka kita bisa bertahan dari situasi ini."

Apa yang Dia katakan memang tidak salah, tapi bagiku, ini sama saja seperti menjemput ajalmu sendiri. Dan ketika aku ingin membalas perkataannya barusan, Dia langsung melanjutkan ucapannya,

"Saat ini, kondisi kita benar - benar berbahaya, jika kita tiba - tiba bertemu dengan orang yang membawa senjata dan kita yang tidak memiliki apapun untuk melindungi diri, maka sudah bisa dipastikan bahwa kita tidak akan bisa bertemu lagi dengan hari esok, kau mengerti?"

Ya, lagi - lagi Dia memang tidak salah ucap, tapi aku terlalu takut untuk pergi.

"Kalau begitu kau saja yang pergi, aku akan tetap diam disini saja."

"Baiklah kalau begitu, aku tidak memaksamu ikut denganku. Kalau begitu, aku akan segera kembali satu jam lagi, harap jaga dirimu sendiri selama satu jam kedepan, pastikan dirimu agar tidak menjadi mayat ketika aku kembali nanti, oke."

"T - Tunggu, aku akan ikut denganmu. Aku lebih baik ikut denganmu daripada harus disini sendirian." ujarku dengan sedikit malu - malu,

"Inilah kenapa aku tidak suka dengan perempuan, mereka terlalu labil, tidak punya pendirian."

"Apa kau mengatakan sesuatu?" tanyaku dengan sedikit curiga,

"Tidak aku tidak mengatakan apa - apa... Sebaiknya kita segera pergi secepat mungkin."

Aku tau Dia berbohong, tapi sudahlah, aku sedang tidak ingin berdebat dengannya...

***

The Survival GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang