Chap 1 - Prohibition.

6.1K 419 126
                                    

"Tidak, kau tidak boleh berkencan dengan pria bajingan sepertinya."

Tuntutan pria itu membuat Hinata mendengkus kesal, selalu saja seperti ini. Dan jika pria itu terus-terusan melarangnya untuk menjalin relasi dengan seseorang, bisa dipastikan jika ia akan menjadi perawan tua.

"Alasan itu sudah kau pakai selama sepuluh kali, Naruto." Wajah berparas ayunya ditopang oleh telapak tangan, Hinata menatap Naruto jengah. "Aku bosan mendengarnya, kenapa kau tidak mencari alasan lain? Seperti 'tidak boleh karena aku mencintaimu!'" sindirnya secara nyata.

"Aku juga bosan mendengar kabar jika banyak pria yang ingin mengajakmu berkencan. Ini sudah yang kesepuluh kalinya bulan ini." Naruto balik menatapnya, namun dengan tatapan geram. Seolah Hinata memang tidak diperbolehkan untuk makan berdua bersama pria lain.

Benar-benar menyebalkan.

"Ada alasan lain yang lebih masuk akal dibandingkan mengatakan mereka semua bajingan? Gaara bukan pria seperti itu. Dia baik, sopan, ramah dan-"

"Maniak seks!" Pria itu memotong, mendahului perkataan Hinata seperti yang lalu-lalu. "Kau tidak tahu bukan jika dia banyak bermain dengan gadis lain sebelum kau?" Wajahnya diusap secara kasar. "Aku hanya melindungimu Hinata, mengertilah."

Hinata membenturkan dahinya di pinggiran meja, rasa pening tiba-tiba menyerangnya kala Naruto lagi-lagi menggunakan alasan melindungi. Tidak, pria itu lebih terlihat seperti mengekang ataupun membatasi. Dan sialnya ia tak bisa menangkis larangan Naruto. Perkataan sahabatnya itu adalah belenggu yang memenjarakannya secara mutlak. Ia tak bisa melakukan perlawanan.

"Gadis yang sendirian dalam jangka waktu lama berpotensi lebih cepat mati."

"Seorang sahabat yang nasehatnya tidak didengarkan dalam jangka waktu lama berpotensi lebih cepat pergi," ujarnya membalikkan perkataan Hinata.

"Daripada nasehat, semuanya lebih terdengar seperti paksaan." Ia memberanikan menatap safir yang menjadi kesukaannya. Napasnya ia hembuskan seiring meja yang didorongnya ke depan. "Aku lelah Naruto. Berpikir bahwa kau melarangku berhubungan dengan pria lain karena kau mencintaiku membuatku sakit." Pada akhirnya ia kembali mengakui kekecewaannya.

"Aku mencintaimu sebagai seorang sahabat!"

"Tidak." Hinata menggeleng, bulir-bulir bening itu berceceran kala kepalanya bergerak. "Aku berharap cinta dari seorang pria, bukan hanya sahabat."

"Jangan menangis, ayah dan Neji bisa mengomel jika tahu kau menangis." Kedua tangannya ia rentangkan, bermaksud memeluk Hinata namun gadis itu memundurkan langkah.

"Aku tak akan mengadu, aku juga lelah melihatmu dimarahi paman Minato dan kakak terus-terusan." Berusaha menutupi kekecewaannya, Hinata tersenyum. "Sampai bertemu di kampus, aku berangkat bersama Kak Neji."

"Hinata!" panggilnya keras namun terlambat, gadis itu sudah menghilang dibalik pintu. "Sial, aku membuatnya menangis lagi."

Naruto memilih mengambil segelas susu yang telah disiapkan Hinata tadi untuk sarapan mereka berdua. Ah, ia terpaksa sarapan sendiri karena gadis itu terlebih dulu berangkat.

"Maaf," sesalnya tanpa alasan dan tujuan yang jelas.

•••••

Brak!

"Hei, santai saja, bung." Pintu mobil yang ditutup secara kasar membuat Neji tersentak. Ia menggeleng tak paham. Di pagi hari yang cerah ini, mengapa adiknya itu tampak muram? Sangat tidak senada dengan suasana yang tengah berlangsung.

Just A Friend? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang