Satu minggu berlalu, Naruto tidak pulang ke apartemen dengan alasan menjaga Sakura di rumah sakit. Pria itu hanya sesekali pulang untuk mandi dan berganti baju, kemudian kembali untuk menemani Sakura. Hinata berusaha untuk abai namun rasanya begitu sulit. Karena pada kenyataanya, semua ini tidak semudah yang ia bayangkan.
Tak ada niatan sedikitpun di benaknya untuk menjenguk Sakura atau sekedar berbasa-basi setelah memberi sekeranjang buah. Begitu malas untuk dilakukan sebab teringat pada apa yang terjadi malam itu. Ya, saat Naruto mengatakan arti ciuman mereka dengan membentak.
Sungguh, Hinata ingin tertawa dengan keras. Mengapa belakangan ini ia dan Naruto sangat sering berselisih? Berdamai dengan jarak waktu tertentu kemudian berselisih lagi, tak tegur sapa layaknya orang yang bermusuhan. Lucu, selama mereka bersahabat, dititik inilah perselisihan yang sebenarnya benar terjadi.
Apalagi alasannya jika bukan persahabatan, cinta, dan kencan? Tiga perkara itu menjadi pokok pertikaian yang tak pernah usai sebulan belakangan ini.
Seperti sekarang ini, ia terpaksa harus menumpang pada mobil Ino untuk berangkat kuliah. Lagipula jika Naruto ada sekalipun, ia tak yakin bisa berangkat bersamanya. Kejadian malam itu benar-benar menyakiti hatinya, membuatnya amat enggan berinteraksi dengan Naruto untuk sementara waktu.
"Kemana Naruto? Dia tidak mengantarmu dan jarang terlihat di kampus," tanya Ino tiba-tiba.
"Uhm," gumamnya perlahan, mencari hal yang bagus untuk dijadikan alasan. "Sedang mengunjungi nenek Mito bersama paman Minato. Aku dengar nenek Mito sedang sakit."
Ino hanya mengangguk singkat, ucapan Hinata terdengar cukup masuk akal dan ia tak ingin mempermasalahkannya lebih jauh. Ia memutar setir mobilnya dengan teratur, membuat kendaraan mereka memasuki parkiran lalu memarkirkannya secara perlahan. "Ayo turun."
Hinata mengangguk lalu segera turun, sedikit membenarkan tatanan rambutnya saat visualnya terpantul di kaca mobil. Tersenyum tipis, ia langsung mengikuti Ino yang telah berjalan lebih dulu didepannya.
"Apa hari ini kau berulang tahun?" tanya Hinata sedikit bingung lantaran Ino terus mengembangkan senyumnya setiap detik. Bibir gadis itu bisa robek jika ia tak segera menghentikannya. "Tidak, ulang tahunmu dua bulan yang lalu. Jadi, apa yang sangat membahagiakan hari ini?"
Ino menghembuskan napasnya hingga paru-parunya terasa kosong, senyum manis itu masih tersemat di sana. "Tentu saja karena Pak Kakashi bolos lagi."
"Maksudmu karena Pak Toneri akan yang akan masuk kelas kita?" Manik perak Hinata menatap aneh pada Ino. Gadis itu sudah memiliki kekasih dan kini malah menyukai seorang dosen baru. Gila, apa Sai belum tahu tentang ini?
"Dia sangat tampan, Hinata. Pagi hari adalah waktu yang sangat cocok untuk menatap wajahnya." Ucapan Ino membuatnya menggeleng tak percaya. "Rasanya hatiku jadi sejuk jika selalu melihatnya."
"Kenapa tidak sampai beku saja? Kau sudah memiliki kekasih, Ino. Jangan pernah melupakan fakta bahwa Sai adalah pasanganmu." Ia memperingatkan untuk kesekian kalinya sejak dosennya itu merebut atensi Ino pada Sai.
"Sai menduakanku."
Mata Hinata melebar sempurna. Ia menghentikan langkah kakinya lalu mencekal pergelangan Ino. Pendengarannya yang bermasalah atau Sai memang melakukan itu?
"Katakan sekali lagi."
"Sai menduakanku, Hinata. Apa perkataanku masih tidak jelas?"
"Dengan siapa?" Ia mencengkeram bahu Ino, memaksanya untuk bercerita tentang apa yang sebenarnya terhadap pada hubungan mereka. "Shion? Saara? Katakan padaku siapa orangnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just A Friend? [END]
FanfictionCinta sepihak apalagi didalam belenggu persahabatan memang terasa cukup menyiksa. Hinata berulang kali meneriakkan suara hatinya, namun berulang kali pula Naruto menolaknya dengan alasan mereka bersahabat. "Tidak, kau tidak boleh berkencan dengan p...