BAGIAN 6

262 16 0
                                    

"Hihihi...! Siapa sangka pekerjaan ini ternyata begitu mudah. Hei, Kelelawar Buduk! Kau boleh mendapatkan gadis itu. Atau barangkali kau perlu bantuan?!" teriak tabib berusia setengah baya yang dibawa si Kelelawar Buduk melepaskan samaran.
Pandan Wangi melompat ke belakang. Diperhatikannya dengan seksama. Tabib itu telah melepaskan ikatan rambutnya. Sehingga terlihat rambutnya yang sepanjang pinggang terurai begitu saja. Begitu juga pakaian yang tadi dikenakan. Kini hanya tinggal penutup dada serta bagian bawah perut yang dilapisi sutera halus tembus pandang. Sebuah selendang melilit pinggangnya. Dia berkacak pinggang sambil tersenyum mengejek pada Pandan Wangi.
"Wanita hina! Siapa kau sebenarnya?!" hardik Pandan Wangi garang.
"Hihihi...! Tidak ada salahnya kau mengetahui siapa diriku. Namaku Malini. Dan orang-orang menyebutku Iblis Perayu Sukma."
"Iblis Perayu Sukma? Hm, pernah kudengar nama besarmu itu. Tapi apa gunanya menginginkan Kakang Rangga?"
"Sebenarnya bukan untukku. Tapi untuk sahabatku, si Netra Buana. Tapi di samping itu, aku pun ingin mencicipi kegagahannya. Hihihi! Bocah manis.... Kau tentu sudah lama bersamanya, bukan? Tidak ada salahnya kini dia menjadi milikku."
"Cis, tidak tahu malu! Kau kira semudah itu mendapatkannya dariku?"
"Hihihi...! Kenapa tidak? Kau kira bisa menghalangi niatku? Boleh jadi nama Kipas Maut membuat gentar kalangan persilatan kelas picisan. Tapi denganku, jangan harap kau bisa berkutik!" desis Malini tersenyum sinis.
"Tentu saja...!"
Tiba-tiba Rangga bangkit dan berdiri tegak seraya tersenyum sinis. Malini dan si Kelelawar Buduk terhenyak menyaksikannya. "Tidak usah heran. Aku sudah tahu tipu muslihat kalian. Seekor kelinci mungkin bisa terjebak sepuluh kali. Tapi bagiku, terjebak satu kali sudah cukup menjadi pelajaran pahit. Ramuan obat yang kau berikan serta makanan itu telah kubuang," lanjut Pendekar Rajawali Sakti.
Malini cepat menguasai diri. Buru-buru perasaan kagetnya dihilangkan. "Hm, bagus! Rupanya kau mulai cerdik saat ini. Tapi jangan kira bisa lolos dari tanganku!" dengus Malini sinis.
"Aku tidak bermaksud meloloskan diri. Bahkan hendak menangkap kalian berdua dan akan kuserahkan pada tokoh-tokoh persilatan. Kalian tahu? Mereka saat ini tengah mencari semua anak buah Ki Netra Buana. Maka dengan begitu, aku bisa mengurangi tugas mereka."
"Hihihi...! Bocah dungu! Apa kau kira semudah itu? Saat ini boleh jadi mereka tengah mencari si Netra Buana. Namun sebelum sampai, tiga orang kawanku akan membereskan mereka tanpa sisa!" sahut Iblis Perayu Suka sambil tertawa nyaring.
"Mereka tokoh-tokoh hebat. Dan kau kira, semudah itu tiga orang kawanmu membereskannya?" ejek Rangga.
"Seribu orang seperti mereka, tidak ada artinya dibanding tiga orang kawanku. Mungkin kau pernah mengenal nama Raja Katak Hitam, Setan Ular, dan Nyi Pucuk Nyiur. Nah! Apa kau kira mereka bisa menahannya?"
Rangga terdiam sesaat. Ketiga tokoh yang dikatakan Iblis Perayu Sukma bukanlah orang sembarangan. Mereka terhitung datuk-datuk sesat yang belum ada tandingannya. Kalaupun para tokoh itu bisa meringkusnya, pasti akan mengorbankan sekian banyak nyawa. Bisa dibayangkan, mayat-mayat akan bergelimpangan akibat sepak terjang ketiga datuk sesat itu.
"Hihihi...! Agaknya kau bisa mengerti keadaan, bukan? Nah, lebih baik, menurut saja padaku. Sebab setelah mereka membereskan kerbau-kerbau tolol itu, ketiganya akan ke sini untuk meringkusmu. Percuma saja kau melawan. Menghadapi seorang sepertiku saja, kau belum tentu mampu!"
Rangga tersenyum. "Iblis Perayu Sukma, biarlah kucoba peruntunganku kali ini. Siapa tahu kau bersedia mengalah untuk kupenggal lehermu," sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Bocah keparat! Agaknya kau tidak bisa diberi hati. Hm.... Kau boleh mampus di tanganku!" umpat Malini geram, langsung melompat menerjang pemuda itu.
Rangga langsung mengelak. Dan tubuhnya segera mencelat keluar dengan menerobos wuwungan gubuk ini. Sementara Malini dengan gesit mengikuti.
"Kelelawar Buduk! Ringkus bocah perempuan itu! Mungkin kalau kekasihnya celaka, dia bisa lunak!" teriak Iblis Perayu Sukma, saat tubuhnya melesat
"Hehehe...! Kau menganggap rendah pada kekasihku?" ejek Rangga, begitu mendaratkan kakinya di halaman depan.
"Tutup mulutmu, Bocah! Lihat serangan!" bentak Malini garang.
Rangga hanya terkekeh-kekeh mengejek lawannya. Si Iblis Perayu Sukma memang memiliki sifat tinggi hati dan pantang dihina. Di samping itu, dia pun merasa yakin dengan kepandaiannya. Sehingga tak heran dalam setiap pertarungan, selalu menganggap enteng lawan. Tak terkecuali terhadap si Pendekar Rajawali Sakti. Maka ketika setiap kali serangannya selalu menemui kegagalan, hatinya makin panas terbakar amarah.
Sementara, Pendekar Rajawali Sakti dengan enaknya memainkan jurus Sembilan Langkah Ajaib. Tubuhnya santai saja meliuk-liuk seperti orang menari-nari, di antara kelebatan serangan Iblis Perayu Sukma. Memang jurus ini lebih banyak menghindar. Tapi sekali-kali mampu melancarkan serangan mendadak, yang tak terduga lawan.
"Bocah setan! Apa kebisaanmu hanya menghindar seperti penari, he?! Kuremukkan tubuhmu, Keparat!" hardik Iblis Perayu Sukma, segera meloloskan selendang di pinggangnya.
Sret!
"Nyai Malini! Tidak perlu gusar. Aku ingin bermain-main sejenak denganmu. Bukankah kau menyukaiku?" ejek Rangga sengaja hendak membuat wanita itu semakin marah. Harapan Pendekar Rajawali Sakti terbukti. Kini wanita itu menggeram. Lalu tiba-tiba ujung selendangnya meliuk dahsyat menghantamnya.
"Jahanam! Kubeset mulutmu itu, Setan!"
Jder!
"Uts! Hampir saja...," keluh Rangga ketika merasakan tenaga kuat dan bunyi menggelegar laksana petir, manakala selendang itu luput menghajarnya.
"Yeaaa!" Malini membentak nyaring. Dan senjatanya meliuk kembali.
Rangga kini telah mengerahkan jurusnya pada tingkat yang tertinggi untuk menghindari serangan senjata Iblis Perayu Sukma. Untuk beberapa saat dia memang mampu menghindarinya. Namun manakala Malini mengeluarkan jurus dahsyatnya yang bernama Bidadari Menari di Atas Pelangi, gerakan wanita itu mulai kacau dan kelihatannya tidak beraturan. Namun sesungguhnya, itu menjadi suatu serangan dahsyat yang membuat Pendekar Rajawali Sakti kebingungan dan beberapa kali diincar maut.
"Ayo, pergunakan jurus pedangmu kalau tidak ingin mampus dengan cuma-cuma!" teriak Iblis Perayu Sukma di sela-sela serangannya. Apa yang dikatakan wanita itu memang benar. Dan Rangga harus mencabut pedangnya kalau tidak ingin celaka.
"Heaaat!"
Sing!
"Bagus! Ingin kulihat sampai di mana keampuhan jurus pedangmu itu. Ayo, jangan sungkan-sungkan! Kerahkan semua kepandaian yang kau miliki!"
Rangga melompat tinggi dan berputaran ke belakang. Ketika Iblis Perayu Sukma mengejar, pemuda itu tidak menjejak tanah. Dan tahu-tahu tubuhnya bergerak cepat mengitari wanita itu. Sehingga sepintas lalu Iblis Perayu Sukma melihat jumlah Pendekar Rajawali Sakti menjadi banyak.
"Bagus! Bagus...!" puji wanita itu meski mulai kebingungan. Namun perasaannya tidak ditunjukkan pada pemuda itu.
Rangga sengaja mengerahkan jurus Seribu Rajawali untuk mengecoh. Kemudian ketika serangan Iblis Perayu Sukma terlihat mulai mengendor, jurusnya segera dirubah. Langsung dimainkannya jurus Pedang Pemecah Sukma pada tingkat tertinggi untuk menggempur Malini habis-habisan. Malini terkejut, namun hanya sesaat. Selarik cahaya biru dari Pedang Pusaka Pendekar Rajawali Sakti yang berkelebat ke arahnya, menyambar ke arah leher, dada, dan pinggang dengan kecepatan sulit diikuti pandangan mata. Wanita itu mengibaskan selendangnya bermaksud untuk melibat Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
Bres! Cras!
"Aaakh!"
Malini memekik tertahan. Sementara begitu telah mengelebatkan pedang pusakanya, Pendekar Rajawali Sakti sudah berada di belakangnya pada jarak lima langkah dalam sikap memunggungi. Keduanya terdiam dan masing-masing berdiri tegak. Ketika angin bertiup semilir, terlihat selendang Malini melayang terbang menjadi beberapa potongan. Lalu tubuh wanita itu ambruk menggelepar berlumuran darah. Leher dan pinggangnya nyaris putus. Nyawanya pun melayang saat itu juga. Rangga menghela napas panjang seraya menyarungkan pedangnya. Lalu diperhatikannya pertarungan antara Pandan Wangi dan si Kelelawar Buduk.
"Hei?!"
Bukan main kagetnya si Kelelawar Buduk melihat kematian Iblis Perayu Sukma.
"Hiiih!" Pandan Wangi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kipas Mautnya berkelebat cepat, membuat si Kelelawar Buduk terkesiap. Dia berusaha menangkis dengan tongkatnya. Namun sudah terlambat, ketika ujung senjata gadis itu telah memapak pergelangan tangan kanannya.
Cras!
"Akh!"
Si Kelelawar Buduk mengeluh tertahan dengan tubuh terhuyung-huyung ke belakang. Tangan kirinya cepat menotok tangan kanannya yang putus untuk menghentikan aliran darah yang terus mengucur deras.
"Keparat! Kubunuh kau, Setan Betina! Yeaaa!" Si Kelelawar Buduk menggeram. Telapak tangan kirinya menghantam Pandan Wangi sambil mengerahkan tenaga dalam tinggi.
Wusss!
"Uts!" Pandan Wangi cepat berkelit dengan meliukkan tubuhnya, menghindari pukulan jarak jauh yang dilancarkan si Kelelawar Buduk. Kemudian dengan gesit dia melompat menerjang dan balas menyerang.
"Hiiih!"
"Uhhh...!"
Si Kelelawar Buduk merasakan sambaran angin kencang berhawa panas menerpa dirinya. Buru-buru tubuhnya mencelat ke samping. Dan saat itu pula satu tendangan menggeledek telah menantinya. Cepat bagai kilat dia membungkuk. Dan ketika berbalik sambil menghindari kelebatan kipas Pandan Wangi, telapak tangannya menyodok ke arah dada. Namun dengan sigap, kepalan kiri Pandan Wangi menangkis. Dan bersamaan dengan itu, ujung kipasnya kembali menyambar perut.
Plak! Bret!
"Aaa!"
Si Kelelawar Buduk terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap perutnya yang robek mengucurkan darah. Sepasang matanya mendelik garang. Wajahnya tampak berkerut menahan rasa sakit serta dendam yang tidak tersampaikan.
"K..., kau..."
Ucapan laki-laki itu terputus ketika nafasnya terhenti. Tubuhnya langsung ambruk tak berdaya.
"Huh! Dia patut menerima semua ini!" dengus gadis itu seraya membersihkan senjatanya dari noda darah. Segera kipas baja itu diselipkannya kembali di pinggang.
"Sebenarnya sangat disayangkan kematiannya. Sebab walau bagaimanapun, dia pernah berjasa pada kita," gumam Rangga lirih.
"Tidak perlu, Kakang! Niatnya menolong kita, agar kau bisa diperbudak lagi oleh si Netra Buana!" Dengus Pandan Wangi tegas, seraya menyipitkan mata penuh kebencian memandang mayat si Kelelawar Buduk.
"Sudahlah. Kita tidak bisa berlama-lama di sini. Orang-orang itu dalam bahaya. Dan kita mesti menolongnya!"
"Apa Kakang yakin?"
"Maksudmu?"
"Mereka berniat meringkus dan hendak membunuhmu," sahut Pandan Wangi khawatir.
"Pandan! Aku telah berbuat salah. Dan mereka patut menghukumku. Apa pun yang terjadi, aku tidak takut. Yang penting, mereka harus mendengar lebih dulu alasanku. Ayo, lekas kita berangkat sebelum terlambat!"
Ajak Pendekar Rajawali Sakti bergegas berlari kencang ke satu arah. Pandan Wangi mengikuti dari belakang, meski hatinya ragu.

***

Seorang gadis berbaju lusuh dengan kelopak mata cekung dan rambut kusut, tampak tengah menunggang kuda. Dia diapit Ki Walang Ijo dan Ki Gempar Persada. Sementara Nyai Kati berada di belakang mereka. Ki Polong dan Ki Pintur Gumelar berada paling depan memimpin rombongan. Matahari mulai terang membuat bayangan panjang. Udara mulai terasa segar ketika rombongan itu memasuki sebuah lembah yang subur. Ki Walang Ijo memberi perintah agar mereka berhenti untuk sesaat.
"Ada apa, Ki Walang?" Tanya Ki Polong.
"Tempat ini bernama Lembah Putus Nyawa. Sangat indah pemandangannya. Namun di balik itu, banyak rahasia tersembunyi yang amat berbahaya. Kita mesti hati-hati!"
"Nisanak! Di mana tempat itu?" tanya Ki Gempar Persada pada gadis di sebelahnya, yang tak lain dari Sarti.
"Di balik gundukan bukit sebelah kiri, terdapat sebuah goa berukuran besar. Di situlah sarang Ki Netra Buana," sahut Sarti datar.
"Kau yakin?"
Wajah Sarti tampak kurang senang, karena kelihatannya Ki Gempar Persada tidak mempercayai kata-katanya. "Aku tidak peduli, apakah akan tewas dengan kalian atau di tangan Ki Netra Buana. Kita telah tiba di daerah kekuasaannya. Dan sebentar lagi, kalian akan membuktikannya kalau aku tak berdusta!" Sahut Sarti tandas.
"Apa maksudmu?"
Namun pertanyaan Ki Gempar Persada agaknya tidak perlu dijawab, ketika tahu-tahu terlihat beberapa orang muncul dengan senjata lengkap dari jarak lebih kurang dua puluh lima langkah. Jumlah itu perlahan-lahan semakin banyak, keluar dari balik bukit-bukit serta hutan-hutan kecil yang mengelilingi. Demikian pula di atas cabang-cabang pohon. Tampak orang-orang bersenjata lengkap telah mengepung rapat.
"Kita telah terkepung...!" desis Ki Walang Ijo pelan. Belum lagi habis suaranya, mendadak muncul tiga sosok tubuh di hadapan mereka pada jarak sepuluh langkah. Dua laki-laki berusia lanjut dan seorang wanita tua renta.
"Hihihi...! Kita bertemu lagi di sini, Kerbau-kerbau dungu! Hari ini kalian akan mengantar nyawa sia-sia!" Kata wanita tua renta itu dengan tawa nyaring.
"Hm, Nyi Pucuk Nyiur...!" Gumam Ki Walang Ijo.
"Dan Setan Ular, serta Raja Katak Hitam...!" seru Ki Gempar Persada dengan wajah kaget.
Mereka segera menyadari kalau lawan-lawan yang akan dihadapi bukanlah tokoh sembarangan. Dan meski di hati terbersit perasaan jerih melihat kehadiran ketiga tokoh itu, namun Ki Walang Ijo dan kedua kawannya berusaha bersikap gagah untuk membangkitkan semangat kawan-kawan yang lain.
"Walang Ijo! Dan kau Gempar Persada! Menyerahlah kalian Suruh semua orangmu meletakkan senjata, dan ikut kami menghadap Ki Netra Buana untuk menerima hukuman!" teriak orang tua bertubuh pendek dan gempal yang tak lain si Raja Katak Hitam.
"Raja Katak Hitam! Kau boleh bermimpi bila menyangka kami akan menyerah begitu saja!" dengus Ki Walang Ijo.
"Hik hik hik...! Bukan main dan sungguh hebat! Si Belalang Sakti agaknya masih juga punya nyali. Padahal tak ada gunanya melawan!" teriak Nyi Pucuk Nyiur mengejek.
"Sebaiknya menyingkirlah kalian dari sini! Kami tidak punya urusan dengan kalian. Dan suruh si Netra Buana keluar dari sarangnya!" timpal Ki Gempar Persada.
"Gempar Persada, tutup mulutmu! Kau kira tengah berhadapan dengan siapa saat ini?!"
Wajah si Raja Katak Hitam berubah garang mendengar kata-kata Ki Gempar Persada yang seolah-olah menganggap sepi kehadiran mereka di sini. Hal itu tidak mengherankan. Sebab ketiga datuk sesat ini begitu yakin kalau hanya mendengar namanya saja, orang-orang akan takut terhadap mereka. Dan kini, seorang tokoh yang sama sekali tidak dipandang sebelah mata olehnya, seenaknya saja pentang bacot yang bernada meremehkan. Itu saja sudah cukup baginya untuk membunuhnya.
"Hiaaat!"
Cepat sekali tubuh Raja Katak Hitam mencelat menyerang Ki Gempar Persada. Bahkan Ki Polong dan Ki Pintur Gumelar yang dilewati, tidak mampu berbuat apa-apa.
"Hup!"
Ki Gempar Persada melompat ke samping untuk menghindari serangan. Akibatnya sungguh hebat. Ternyata kuda tunggangannya menjadi sasaran serangan. Hewan malang itu kontan meringkik nyaring ketika tubuhnya mencelat setinggi satu tombak dan terjungkal roboh. Tulang punggungnya patah. Kuda itu meringkik-ringkik terus menahan ajal.
"Huh! Biar kawannya menjadi bagianku!" dengus Ki Naga Pertala alias si Setan Ular. Langsung tokoh sesat itu melompat menyerang Ki Walang Ijo.
Sementara hampir bersamaan dengan itu, Nyi Pucuk Nyiur mencari lawan yang dirasakannya setimpal. Nyai Kati! Melihat keadaan ini, yang lain segera mengikuti. Dan sambil berteriak garang, mereka menyerang para tokoh silat lain beserta murid mereka masing-masing.
"Yeaaa...!"

***

147. Pendekar Rajawali Sakti : Tongkat Sihir Dewa ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang