BAGIAN 3

267 15 0
                                    

Begitu Pandan Wangi mencelat keluar, tiga orang berusia setengah baya yang telah menunggu langsung memberi perintah pada anak buahnya.
"Itu dia! Seraaang...!"
"Heaaa...!"
Seketika lebih dari sepuluh orang bersenjata langsung mengepung si Kipas Maut. Dan sebagian dari mereka langsung menyerang ganas. Pandan Wangi yang saat ini sedang kalap karena kehilangan jejak Pendekar Rajawali Sakti, tidak mempedulikan jumlah lawannya. Langsung dipapaknya serangan itu dengan ganas.
Trak! Duk!
"Akh!"
Senjata Kipas Mautnya menangkis beberapa buah golok yang menderu keras mengancam keselamatannya. Kaki kanannya menyapu ke kanan. Maka, seketika dua orang menjerit keras sambil mendekap dadanya. Tubuh mereka terhuyung-huyung terkena hantaman keras.
"Jangan beri dia kesempatan! Ayo, kurung terus dan ringkus secepatnya!" teriak seseorang. Pandan Wangi mendengus geram. Matanya mendelik tajam pada tiga orang laki-laki setengah baya yang tadi berdiri tegak di depan gubuk ini. Agaknya tiga orang inilah pimpinan mereka. Si Kipas Maut berusaha melompat ke arah ketiganya untuk menghajar. Namun para pengeroyoknya tidak memberi kesempatan. Mereka terus merangseknya dengan serangan-serangan ganas.
"Baiklah. Kalian yang mulai. Maka, kalian akan menanggung akibatnya!" desis Pandan Wangi semakin geram saja. Semula Pandan Wangi tidak sampai hati menurunkan tangan kejam pada mereka. Tapi melihat dirinya mulai terancam, terpaksa dia harus mempertahankan diri dan balas menyerang ganas.
Trak! Bret!
"Aaa...!"
Salah seorang memekik keras. Tubuhnya terjungkal bermandikan darah ketika kipas maut Pandan Wangi merobek perut. Gadis itu tidak berhenti sampai di situ. Tubuhnya terus berkelebat sambil mengamuk dahsyat. Beberapa orang lagi menjadi korbannya.
"Huh! Ini tidak bisa dibiarkan terus. Biar kuhadapi dia!" dengus seseorang di antara ketiga orang itu seraya melompat menerjang Pandan Wangi.
"Hati-hati, Ki Blauran! Kepandaian gadis itu tidak rendah!" seru seorang lagi, memberi peringatkan.
"Jangan khawatir, Ki Sampang Giro! Aku tahu harus bagaimana menghadapinya!"
Pandan Wangi tertawa mengejek ketika laki-laki yang dipanggil Ki Blauran telah berhadapan dengannya. "Bagus! Akhirnya kau maju juga menghadapiku. Kenapa tidak sejak tadi saja, sehingga anak buahmu tidak menjadi korbanku?"
"Gadis liar! Jangan banyak mulut! Kau memang keras kepala. Dan untuk itu, kau harus menerima akibatnya!" desis Ki Blauran seraya mengeluarkan goloknya. Seketika diserangnya gadis itu dengan hebat.
Sementara mereka bertarung, kedua kawan Ki Blauran memberi perintah pada anak buahnya untuk memeriksa gubuk itu. Pandan Wangi hanya tersenyum dingin, tidak berusaha mencegah. Gadis itu menyadari kalau mereka tidak akan mendapatkan apa-apa di dalam gubuk itu.
"Tidak ada siapa-siapa di dalam gubuk itu!" lapor seorang anak buahnya.
"Apakah sudah kalian periksa dengan teliti?" Tanya Ki Sampang Giro.
"Sudah, Ki! Bahkan kalaupun terbakar, mayatnya tidak ada."
"Hm.... Jadi benar kalau Pendekar Rajawali Sakti tidak bersamanya...?" gumam Ki Sampang Giro.
"Keterangan yang diberikan penduduk desa itu ternyata salah," timpal kawannya.
"Tidak, Ki Pendet. Kita yang salah menduga. Dia mengatakan, hanya si Kipas Maut yang terlihat."
"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Ki Pendet.
Ki Sampang Giro tidak menjawab pertanyaan itu. Tapi....
"Ki Blauran! Pendekar Rajawali Sakti tidak ada bersamanya!" teriak Ki Sampang Giro.
"Mustahil! Dia pasti menyembunyikannya di suatu tempat..!" desis Ki Blauran seraya memandang Pandan Wangi dengan tatapan menyelidik.
"Orang-orang tolol! Kalian kira aku menyembunyikan Pendekar Rajawali Sakti, he?" Sahut Pandan Wangi, geram.
"Sudah pasti. Kau kekasihnya. Dan tentu saja tak menginginkan dia celaka. Sehingga kau menolongnya dalam peristiwa di Padepokan Kalong Wetan!" tuduh Ki Blauran.
"Kini telah terbukti. Dan kalian tidak menemukan siapa pun selain aku. Lalu seenaknya menuduh orang!"
"Lalu, apa yang kau lakukan di tempat ini seorang diri? Kau coba mengecoh kami, bukan?"
"Kau tidak perlu tahu apa urusanku di sini!"
"Kalau begitu, kami terpaksa memaksamu! Katakan, di mana Pendekar Rajawali Sakti berada. Dan kau akan selamat. Atau..., kau akan menggantikan kedudukannya!" kata Ki Blauran mengancam.
"Huh! Kau kira bisa mengancamku?! Coba saja kalau mampu!" tantang Pandan Wangi.
"Baiklah. Kalau itu yang kau inginkan, jangan salahkan aku jika bertindak keras padamu!"
Setelah berkata demikian, Ki Blauran menghantam Pandan Wangi dengan pukulan maut setelah menyorongkan telapak tangan kanannya ke muka.
"Heaaa!"
Seketika satu angin kencang berhawa panas meluruk ke arah si Kipas Maut. Cepat bagai kilat, gadis itu melompat ke atas. Kemudian sambil membuat gerakan jungkir balik, diterjangnya laki-laki itu. Tapi Ki Blauran telah siap memapakinya.
Trak! Bet!
Terjadi benturan dua senjata. Dan seketika itu pula, Ki Blauran melepaskan satu tendangan ke arah ulu hati. Namun Pandan Wangi cepat bergerak ke samping, dengan ujung kipasnya menyambar ke arah tengkuk. Untung saja Ki Blauran segera melompat ke belakang. Sehingga, serangan si Kipas Maut luput dari sasaran. Gadis itu hendak mengejar. Tapi pukulan maut Ki Blauran telah menderu keras ke arahnya. Maka buru-buru si Kipas Maut menjatuhkan diri.
"Heaaat!"
Dengan mengerahkan segenap kecepatan yang dimiliki, Ki Blauran melesat ke arah Pandan Wangi tanpa ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Begitu kakinya menghantam tanah, bumi terasa bergetar. Serangannya kali ini memang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, tapi Pandan Wangi sudah mengelak secepatnya dengan bergulingan. Lalu tubuhnya melompat gesit ke belakang.
"Lincah juga gerakanmu! Tapi jangan harap kali ini kau akan lolos dari tanganku!" seru Ki Blauran dengan wajah penasaran.
"Orang tua tolol! Kau kira bisa berbuat apa padaku, he?! Lebih baik pergi dan bawa serta kawan-kawannya, sebelum kau menyesal nantinya!" balas Pandan Wangi.
"Hm.... Tidak ada seorang pun yang boleh menghalangi niatku. Apalagi hanya seorang bocah sepertimu. Jangan girang dulu. Kau belum menang, Bocah!"
Ki Blauran bergegas menggosok kedua telapak tangan. Wajahnya tampak berkerut dengan kedua kaki sedikit direnggangkan. Dengan begitu, dia bersiap menyerang si Kipas Maut dengan jurus mautnya. Namun sebelum orang tua itu berbuat sesuatu, mendadak....
"Kisanak! Apa yang dikatakan gadis ini benar. Pulanglah kalian, dan persoalan ini akan kubereskan...!" tiba-tiba terdengar sebuah suara dari belakang si Kipas Maut.
"Heh?!"
Mereka mengerahkan pandangan pada asal suara, termasuk Pandan Wangi.
"Kakang Rangga...!" seru gadis itu girang dengan wajah berseri.
Terbersit di hati Pandan Wangi untuk segera memeluk pemuda itu. Dan dia ingin menumpahkan kecemasannya tadi, yang saat ini berganti kegembiraan melihat keadaan pemuda yang memang Pendekar Rajawali Sakti tidak kurang suatu apa pun. Namun Rangga tidak menoleh ke arahnya. Wajahnya pun terlihat dingin. Sehingga, seketika Pandan Wangi mengurungkan niat. Dan gadis itu hanya menunduk dengan hati kecewa.
"Pendekar Rajawali Sakti! Hm, bagus. Akhirnya kau muncul juga. Sudah kuduga, kau berada di sekitar tempat ini," dengus Ki Blauran. Sementara itu kedua kawan Ki Blauran langsung mendekat. Sedangkan anak buah mereka segera mengurung keduanya dengan senjata terhunus.
"Kisanak! Hentikan pertumpahan darah ini. Aku tidak ingin ada lagi korban di antara kita!" ujar pemuda itu dengan suara ditahan.
"Tidak usah banyak mulut! Kalau kau tidak ingin ada korban lagi, maka sebaiknya kau tidak melawan. Dan ikut kami menghadap yang lainnya untuk menerima hukuman atas perbuatan-perbuatanmu yang biadab!" desis Ki Blauran lantang. Rangga menggeleng lemah.
"Pendekar Rajawali Sakti, kau harus ikut dengan kami!" desis Ki Blauran lantang.
"Maaf.... Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Kelak aku akan datang untuk menjelaskannya," sahut Pendekar Rajawali Sakti perlahan. "Maaf.... Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Persoalan ini begitu membingungkan. Dan kuharap, kalian bisa mengerti. Aku pasti akan datang pada kalian untuk menjelaskannya, bila segala sesuatunya telah beres," sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Tidak ada yang membingungkan, karena segalanya telah jelas. Dan tidak ada lagi yang bisa ditunda, kecuali kau akan lari dari tanggung jawab!" tegas Ki Blauran.
"Kuminta pada kalian agar segera pulang. Sebab janji yang keluar dari mulutku akan kupenuhi. Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan. Tapi dengan segera akan kubereskan," sahut Rangga dengan suara lemah.
"Tidak tahu katamu?!" sentak Ki Sampang Giro mendelik garang. "Kau bunuh Ki Pindih Daksa serta murid-muridnya dengan kejam! Kau bunuh si Kembar Muara Gamping! Kau bunuh Ketua Padepokan Tapak Merah! Apakah mereka musuhmu? Apakah mereka pernah berbuat jahat padamu?! Dan kini, seenaknya kau katakan tidak tahu apa yang kami bicarakan. Kami meminta tanggung jawabmu!"
Mendengar itu Rangga terdiam dengan wajah bingung. Dia tidak menjawab sepatah kata pun.
"Kau tidak bisa mengelak, bukan? Nah! Sebaiknya, ikut kami untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu!" tandas Ki Sampang Giro.
"Maaf, Kisanak. Aku tidak bisa memenuhi permintaan kalian."
"Hm.... Persoalan sudah jelas! Dia memang sengaja berbuat kejam. Dan dikiranya tak ada seorang pun yang berani menghalanginya!" dengus Ki Blauran sinis, kemudian menuding. "Hei, Pendekar Rajawali Sakti! Meski kepandaianmu laksana dewa, tidak akan luput dari hukuman!"
"Ki Blauran dan Ki Sampang Giro! Untuk apa sekadar bicara kosong? Lebih baik kita ringkus saja. Dan kalau si Kipas Maut berusaha membantu, maka ringkus saja sekalian!" sambung Ki Pendet sudah merasa tidak sabar lagi mendengar perdebatan yang terjadi.
"Betul katamu, Ki Pendet! Kita tidak boleh membuang waktu lagi!" sambut Ki Sampang Giro. Orang tua ini langsung memberi perintah pada anak buahnya untuk meringkus Pendekar Rajawali Sakti. "Heaaat...!"
Rangga menggeleng lemah seraya mendesah pelan, begitu melihat lebih dari dua belas orang bersenjata menerjang ke arahnya. "Maaf, kalian tidak memberi pilihan lain padaku," gumam Pendekar Rajawali Sakti pendek. Lalu telapak tangan kanannya disorongkan ke depan.
"Aji 'Bayu Bajra'!"
Werrr...!
"Aaakh...!"
Dari telapak tangan Rangga, seketika mendesir angin kencang laksana badai topan. Sehingga, membuat para pengeroyoknya terhuyung-huyung ke belakang. Beberapa orang yang tidak memiliki tenaga dalam kuat, sudah terpelanting seperti daun kering tertiup angin. Padahal Pendekar Rajawali Sakti baru mengerahkan satu dari empat seluruh kekuatan ajian itu.
"Kurang ajar! Ayo, Ki Pendet dan Ki Blauran. Agaknya harus kita sendiri yang turun tangan meringkusnya!" ajak Ki Sampang Giro pada kedua kawannya. Ketiga orang itu langsung menerjang si Pendekar Rajawali Sakti.
Pandan Wangi mendengus geram. Dan dia berniat membantu pemuda itu, namun tiba-tiba dicekal Rangga. "Biar kuselesaikan mereka, Pandan...!" malah seketika itu pula Pendekar Rajawali Sakti telah mencelat memapak serangan ketiga lawannya.
Pandan Wangi terpaku. Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti tadi bernada agak lain. Dan sepertinya, akrab betul di telinganya. Gadis itu mulai curiga. Dan di hatinya terbersit perasaan gembira. Mungkinkah Rangga telah sadar dari kelinglungannya selama ini? Ah! Jika hal itu terjadi, betapa sangat melegakan hatinya.
Ketiga orang laki-laki yang menjadi lawan Pendekar Rajawali Sakti sebenarnya termasuk di dalam tokoh berkepandaian tinggi. Mendengar nama mereka saja, sudah cukup membuat segan tokoh dunia persilatan lainnya. Sehingga bila bergabung menjadi satu, maka tak heran bila serangan mereka menjadi sungguh dahsyat seperti yang terlihat saat ini. Namun sejauh ini, Pendekar Rajawali Sakti belum juga terdesak. Apalagi hendak menjatuhkannya. Tentu saja membuat mereka geram dan sangat penasaran.
"Huh! Aku tidak mau bertindak setengah-setengah lagi! Kita harus meringkusnya secepat mungkin!" desis Ki Sampang Giro langsung mencabut golok.
"Betul, Ki Sampang!" sambut Ki Blauran, segera mengeluarkan tombak pendek yang sejak tadi terselip di pinggang. Melihat kedua kawannya mulai menggunakan senjata, Ki Pendet tak mau ketinggalan. Langsung dicabutnya sepasang trisula. Dan kini mereka bertiga kembali menggempur Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm.... Kalian benar-benar memaksaku, Kisanak. Baiklah.... Aku tidak punya pilihan lain," sahut Rangga, langsung melompat ke belakang sambil membuat beberapa kali putaran.
"Yeaaa!"
Ketiga tokoh persilatan itu mengejar cepat. Namun bersamaan dengan itu, Pendekar Rajawali Sakti telah mencabut pedang, siap menyambut serangan.
Sring!
Trak! Tras!
Pedang pusaka yang memancarkan sinar biru berkilauan itu berkelebat, sehingga menyilaukan pandangan lawan-lawannya. Mereka terperangah melihat kelebatan Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang bukan main cepatnya. Dan tahu-tahu, sepasang trisula Ki Pendet putus hingga tinggal gagangnya. Belum lagi habis rasa kaget mereka, disusul seruan tertahan Ki Blauran. Tombak pendeknya menjadi sasaran berikut pedang milik Pendekar Rajawali Sakti. Masih untung bagi Ki Sampang Giro. Karena dia tidak berusaha menangkis pedang itu. Tubuhnya cepat menyusup dari bawah, bermaksud mengadakan serangan kilat yang tidak terduga.
"Hup!"
Meski sedikit kerepotan menghadapi serangan ketiga lawannya, Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak melupakan kewaspadaannya. Tubuhnya langsung berjumpalitan dua kali. Kemudian pedangnya diayunkan menyambar leher Ki Pendet. Mendapat serangan cepat itu, Ki Pendet terkejut. Dia bermaksud melompat ke belakang untuk menghindarinya. Namun Rangga mendadak mengurungkan serangannya. Dan sebagai gantinya, disodokkannya satu tendangan keras yang tak mampu ditahan Ki Pendet.
Duk!
"Aaakh!"
Ki Pendet menjerit keras. Tubuhnya langsung terjungkal beberapa langkah, begitu tendangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak di dada. Kedua kawan Ki Pendet terkesiap. Namun dengan geram mereka merangsek bersamaan. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti menundukkan badannya sedikit, kemudian melangkah ke belakang dan berputar ke kiri. Pedangnya menyambar ke arah perut Ki Sampang Giro. Maka buru-buru orang tua itu menangkis dengan goloknya. Pada saat yang sama Ki Blauran menyerang dari belakang. Dugaannya, Pendekar Rajawali Sakti akan melanjutkan serangan kepada Ki Sampang Giro.
Tras!
Tapi sungguh tak terduga. Ternyata, setelah membabat putus golok Ki Sampang Giro, tubuh Pendekar Rajawali Sakti berbalik. Langsung diayunkan satu tendangan keras ke dada Ki Blauran.
Begkh!
"Aaakh...!"
Ki Blauran menjerit keras begitu dadanya terhajar tendangan Rangga. Tubuhnya kontan terjungkal ke belakang dengan darah meleleh dari sudut-sudut bibirnya.
"Kurang ajar! Kau akan merasakan dahsyatnya pukulanku, Bocah!" Desis Ki Sampang Giro geram melihat kedua kawannya dapat mudah dijatuhkan Pendekar Rajawali Sakti.
Ki Sampang Giro membuang gagang goloknya. Lalu kedua telapak tangannya diusap-usap dengan wajah berkerut. Sementara Pendekar Rajawali Sakti tegak memperhatikan. Tampak kedua telapak tangan orang tua itu berwarna kemerahan yang menjalar ke siku. Rangga sama sekali tidak merasa khawatir. Dia bisa tahu kalau aji kesaktian orang tua ini jelas belum sempurna. Ini bisa dilihat dari cara gerak tangan orang tua itu.
"Kisanak, jangan keterlaluan. Kau bisa membahayakan dirimu sendiri," kata pemuda itu mengingatkan.
"Huh! Agaknya kau mulai takut, he?! Lebih baik menyerah saja!" sahut Ki Sampang Giro sinis.
"Hm.... Kau tidak mengerti,"
"Sudah, tidak usah banyak bicara! Terimalah pukulanku ini! Hiaaat...!" desis Ki Sampang Giro, langsung menghentakkan kedua tangannya.
Saat itu juga berkelebat selarik cahaya merah kekuningan, menerpa dahsyat ke arah si Pendekar Rajawali Sakti. Rangga mendesah lemah. Begitu serangan hampir dekat, telapak kirinya disorongkan ke depan dengan jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali. Seketika dari telapak tangannya itu melesat selarik cahaya merah yang langsung melabrak pukulan Ki Sampang Giro.
Jder!
"Aaakh...!"
Ki Sampang Giro memekik keras. Tubuhnya kontan terbanting ke belakang disertai muntah darah segar dari mulut. Napas orang tua itu megap-megap. Dia berusaha bangkit, dibantu kedua orang kawannya. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti masih tetap berdiri tegak seraya mengatur pernafasannya. Beradunya kedua pukulan tadi terasa amat dahsyat. Bahkan sempat membuat yang lainnya terperangah. Tidak heran bila akibatnya sangat berat bagi Ki Sampang Giro. Namun hal itu seperti tidak berpengaruh sedikit pun terhadap Pendekar Rajawali Sakti.
"Pergilah kalian dari sini. Aku tidak ingin memperpanjang urusan. Katakan pada tokoh-tokoh pendekar lainnya, aku akan datang pada mereka bila segala sesuatunya telah jelas!" ujar pemuda itu dengan suara penuh wibawa.
Menyadari kalau percuma saja mereka meneruskan niatnya meringkus pemuda itu, Ki Blauran dan Ki Pendet memerintahkan anak buahnya segera berlalu dari tempat ini. Dan mereka sendiri segera membopong tubuh Ki Sampang Giro, dan segera bergegas menyusul.
"Pendekar Rajawali Sakti! Persoalan ini belum selesai! Kami akan datang bersama yang lainnya. Bagaimanapun kau tidak akan luput dari hukuman!" Ki Blauran sempat mengancam sebelum meninggalkan tempat ini.
Rangga diam saja tidak menjawab. Dia tetap berdiri di tempatnya semula seraya memandang mereka sampai hilang dari pandangan. Pandan Wangi yang sejak tadi membisu, kini tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dipandangnya pemuda itu. Namun, Rangga sedikit pun tidak menoleh. Gadis itu ragu-ragu mendekat. Dan mendadak pemuda itu tersedak pelan, lalu tubuhnya terhuyung-huyung ke samping.
"Kakang Rangga...!" seru Pandan Wangi terkejut, segera melompat memapah pemuda itu.
"Kau..., kau tidak apa-apa...?" tanya Pandan Wangi cemas ketika memperhatikan wajah pemuda itu yang sedikit pucat. Tubuhnya pun terasa dingin.
"Aku tidak apa-apa. Tenanglah," sahut pemuda itu lemah, seraya bersandar di bawah sebatang pohon.

***

147. Pendekar Rajawali Sakti : Tongkat Sihir Dewa ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang