2. Oh Sehun; His background

333 41 7
                                    

Ramai.

Ricuh.

Dan membosankan.

Sehun sudah kelewat hafal dengan jenis suasana yang seperti ini.

Bukan berarti ia membenci suasana yang ramai, tapi bukan berarti ia menyukainya. Ia bahkan bukan orang yang menyukai tempat sepi yang hening dan damai, ia penakut. Sehun mengakuinya. Dengan sifat penakutnya sulit bagi Sehun untuk pergi kemana-mana seorang diri, ia selalu ditemani. Entah itu dengan temannya atau pengawal pribadinya.

Bukan suatu rahasia bahwa ia dari keluarga yang terpandang.

Tapi untuk situasi Sehun cukup berbeda, keluarganya meminta pihak sekolah untuk merahasiakan identitasnya, hal yang umum masih diperbolehkan untuk dipublikasikan namun hal yang mendetail dilarang keras untuk dipublikasikan oleh pihak keluarga Sehun.

Sekolah menyetujui, meski tak bisa berbuat banyak untuk menutupi identitas Sehun. Karena pada dasarnya orang-orang sudah mengetahui siapa itu Sehun, mengingat anak itu juga anak yang berprestasi, padahal baru tahun pertamanya di sekolah ini.

Sehun cukup terbiasa dengan perhatian yang berlebih dari orang-orang disekitarnya, karena sejak kecil ia sudah diperlakukan seperti itu, terutama oleh kedua orang tuanya. Ia punya saudara, tapi tak ada anak kecil seumuran Sehun- yang ada di rumahnya- yang lebih disayang darinya.

Sehun anak emas.

Seluruh keluarga besarnya memanggil Sehun dengan sebutan itu. Sebutan yang diberikan oleh neneknya, sebutan yang langsung disetujui oleh orang tua, paman, dan, bibi-bibinya.

Sehun punya segalanya.

Apapun permintaannya akan segera dikabulkan, apapun yang membuatnya resah akan dihilangkan, apapun yang membuatnya senang akan terjaga, dan apapun yang membuatnya sedih akan dimusnahkan.

Awalnya Sehun menganggap itu hal yang biasa, dan memang terjadi pada semua orang.

Tapi ia salah.

Dan hari ini adalah hari pertama Sehun benar-benar menyadari apa yang salah dalam hidupnya.

Sehun berjalan keluar perpustakaan dengan suasana hati yang bagus, terbukti dari senyum yang terukir jelas diwajahnya. Sangat jarang terjadi. Mungkin jika seseorang yang mengenalnya melihat ini, mereka akan mengira Sehun kerasukan atau mulai penyakitan. Meski tak akan ada yang berani mengatakannya secara gamblang.

Ponsel yang ada digenggamannya kembali bergetar, membuat sang empu yang sedang tersenyum kembali berwajah suram.

Dengan terpaksa ia menekan tombol angkat yang ada di layar ponsel, "Kenapa, Ma?" Suara miliknya terdengar setengah-setengah.

"Astaga! Ya tuhan.... kenapa kamu memutus panggilan Mama? Mama jadi khawatir, sayang! Apa kamu terluka? Apa yang terjadi? Kamu sekarang dimana? Apakah Seulgi bersamamu?"

Sehun memutar bola matanya mendengar runtutan pertanyaan yang terdengar dari ponselnya, ia seharusnya terbiasa, tapi tetap saja ia merasa sang ibu terlalu berlebihan. Selalu begitu.

"Ma..." Sehun memperingati, dengan nadanya terdengar merajuk.

"Iya, sayang? Kamu butuh sesuatu? Katakan saja! Mama pasti akan-"

"Sudahlah." Sehun memotong dengan suaranya yang jengah, "Nanti aku hubungi lagi." Ia melanjutkan dan segera munutup panggilan tersebut secara sepihak.

Just Want YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang