Bab 9 | Pengganggu

45 10 1
                                    

Sore ini Aisyah tampak ceria sekali, karena ada suatu alasan yang membuatnya bahagia. Apalagi alasan itu kalau bukan Raihan? Ya lelaki itu besok akan segera pulang kesini, itu berarti dia mempunyai kesempatan untuk bertemu dengannya. Rasanya dia sangat rindu sekali ingin bertemu dengan lelaki yang sudah mengisi hari-harinya dengan perasaan yang membuncah, lelaki yang terkadang dia selipkan namanya saat shalat wajib maupun shalat sunah di sepertiga malam. Lelaki shalih yang menjadi idaman kaum hawa termasuk dirinya, siapa yang tidak berharap jika memiliki seorang imam seperti Raihan? Dia yakin semua wanita pasti menginginkan hal itu termasuk dirinya. Rasanya tak sabar ingin bertemu teman lama sekaligus lelaki yang sudah lama mengisi hatinya, hatinya bahkan sangat riang sekali hari ini.

Ditambah selama beberapa hari ini pengganggu gila itu tidak pernah muncul lagi dihadapannya, Aisyah berharap semoga saja pria gila itu tidak pernah datang lagi. Dia sudah terlanjur ilfeel dengan keberadaan pria itu, ganteng sih iya tapi sayang otak dan akhlaknya tidak seganteng wajahnya. Aisyah tidak ingin munafik, dia mengakui kalau Pandu memang tampan, tapi pria playboy seperti itu sama sekali bukan tipenya. Sudah dijelaskan kan kalau tipe pria idamannya itu sama seperti Raihan, ah memang hanya dia yang bisa membuat hati Aisyah bergetar. Mendengar suaranya saja hati ini sudah jedag-jedug tak karuan apalagi jika mereka kembali bertemu?

"Ada apa nih dari tadi anak Umi senyum-senyum terus? Lagi bahagia ya?" Aisyah agak terkejut ketika mendengar suara Uminya yang tiba-tiba terdengar.

"Iya Umi, Aisyah senang karena hari ini penjualan kue kita laris manis. Alhamdullilah ya Umi, banyak yang suka sama kue yang kita buat?" Selain dua hal itu, ini memang hal ketiga yang membuat Aisyah merasa bahagia.

Dia merasa sangat bersyukur karena hari ini Allah memberikan rezeki yang lebih dari hari biasanya, uangnya nanti bisa ditabung untuk masa depan Adiknya kelak. Lagi dan lagi dia memang lebih memikirkan masa depan Kabir daripada dirinya sendiri, sudah disekolahkan hingga jenjang SMA sudah membuatnya amat sangat bersyukur. Dia banyak melihat disekelilingnya, ada banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak adanya biaya. Bukan seperti dirinya yang hanya tidak melanjutkan pendidikan jenjang perkuliahan, melainkan melanjutkan ke tingkat SMP saja sudah sangatlah susah. 

"Karena itu apa ada hal lainnya?" tanya Umi Maryam sambil mengulum senyumnya membuat Aisyah tersentak, bagaimana Uminya bisa tau ya?

"Ih Umi apa sih?" Semburat merah muncul dikedua pipi Aisyah membuat Umi Maryam tersenyum sambil mengusap kepala Aisyah yang kini terbalut pasmina berwarna lime.

"Kamu bisa cerita sama Umi, Umi bisa loh menjadi teman curhat yang menyenangkan." Meskipun dia tau kalau Uminya bisa menjadi teman curhat yang menyenangkan, tetap saja dia merasa malu jika bercerita tentang urusan percintaannya. Dia lebih memilih menceritakan keluh kesah ataupun rasa bahagianya melalui buku diary, ketimbang harus bercerita pada orang lain termasuk Uminya sendiri.

"Aisyah tidak mau nanti Umi ledekin Aisyah lagi," ucap Aisyah yang dibalas tawa pelan Umi Maryam.

"Jangan-jangan tentang pria yang beberapa kali ini datang kesini beli kue ya? Siapa ya namanya? Ah iya Nak Pandu, kata Nala dia suka sama kamu. Apa itu yang membuat anak Umi sedari tadi tersenyum sendiri?" Mendengar nama Pandu disebut membuat senyum Aisyah pudar tergantikan dengan wajah cemberutnya.

"Ih Umi, kok malah sebut nama itu sih? Aisyah mana mungkin suka sama pria gila seperti itu." Aisyah berucap sembarangan membuat Umi Maryam menggeleng mendengarnya.

"Husss, tidak baik loh bilang begitu. Siapa tau dia jodoh kamu, kelihatannya dia serius sama kamu loh. Umi enggak apa-apa kalau kamu mau nikah muda, asalkan pria itu bertanggung jawab dan bisa menjaga kamu dengan baik. Jangan lupakan cari pria yang selalu menjaga shalatnya, karena pria yang seperti itu pasti bisa menjaga istrinya dengan baik." Mendengar ucapan panjang lebar Uminya membuat Aisyah mendengus, serius katanya? Pria itu mana mungkin serius dengannya. Playboy kelas kakap seperti itu memangnya bisa serius? Ogah banget dia kalau sampai jadi mainan si pria gila itu.

Diary AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang