Bab 12 | Harapan

37 14 0
                                    

Ada yang berbeda dari malam-malam sebelumnya yang Aisyah alami, dia merasa sangat bahagia sekali melihat kehadiran kekasih idaman semua kaum hawa. Siapa lagi kalau bukan Raihan? Tadi selepas shalat isya berjamaah di masjid, tiba-tiba Abi-nya dan Kabir pulang bersama Raihan. Tentu saja dia merasa terkejut dengan kehadiran pria itu, Raihan sama sekali tak memberitahunya kalau dia akan berkunjung ke rumahnya. Ya walaupun dia sangat yakin sekali kalau Raihan datang ke sini karena ingin menemui Abi-nya, tapi apakah salah kalau dia berharap Raihan ke sini juga ingin menemuinya? Ah apa sih Aisyah? Kamu jangan terlalu berharap, karena jatuhnya nanti sakit kalau harapan itu tak sesuai dengan apa yang kamu dapatkan.

Sedari tadi dia tak henti-hentinya tersenyum sambil memasak air di dalam panci, kebetulan sekali air panas di dalam termos habis sehingga mau tak mau dia harus memasaknya lagi apalagi ada tamu spesial yang sudah lama menghiasi hatinya. Dia tak sadar kalau air di dalam panci itu sudah mendidih, hampir saja dia terkena air yang meluap itu. Untung dengan sigap dia mematikan kompor setelah sadar dengan lamunannya, untunglah Umi-nya sedang di depan menemani Abi dan Kabir yang mengobrol bersama Raihan, jika tidak sudah bisa dipastikan kalau dia akan jadi bahan ledekan Umi-nya. Diam-diam Umi-nya itu suka sekali meledeknya, apalagi ketika pipinya yang mulai memerah.

"Ini silakan diminum," ucap Aisyah sambil menaruh tiga gelas teh hangat di atas meja. Kebetulan sekali keluarganya memang sama-sama tidak menyukai kopi dan lebih memilih teh hangat sebagai minuman favorit, yang lain teh hangat manis sedangkan untuk Abi-nya teh tawar hangat.

"Terima kasih Aisyah," ucap Raihan sambil tersenyum manis dan hal itu membuat Aisyah mengangguk dengan wajah tersipu.

Pemandangan itu tak luput dari perhatian Abi Lukman dan Umi Maryam yang tersenyum geli melihat kedua orang muda itu yang sepertinya tengah dimabuk cinta, rasanya sudah lama sekali tak melihat Aisyah sebahagia ini hanya karena seorang laki-laki dan itu hanya terlihat bila ada seorang Raihan. Tentu saja mereka tau apa yang dua orang itu rasakan, meskipun dulu Abi Lukman dan Umi Maryam menikah karena dijodohkan tapi tetap saja mereka dulu pun pernah muda dan merasakan hal yang namanya jatuh cinta.

"Ehemm .... " Deheman dari Abi Lukman membuat Aisyah langsung menundukkan wajahnya, rasanya begitu malu ketika kepergok dengan terang-terangan tengah memandangi orang yang bukan mahramnya apalagi itu Abi-nya yang kini tersenyum geli. 

"Sudah lama tidak bertemu, kelihatannya kalian sangat canggung sekali." Perkataan dari Umi Maryam membuat Aisyah mendongak.

"Ya pasti beda lah Umi, mereka kan semakin hari semakin dewasa tentulah perasaannya pun jadi berbeda." Baik Raihan maupun Aisyah kini wajahnya telah memerah malu karena apa yang Abi katakan mungkin memang benar, perasaan keduanya memang sudah sedikit berubah. Tak seperti dulu yang hanya menganggap sebagai teman, Kakak, ataupun Adik kelas melainkan lebih dari itu alias orang yang menghiasi isi hati.

"Nak Raihan, tehnya silakan diminum. Ini buatan perdana Aisyah loh," ucap Umi Maryam dan hal itu membuat Aisyah semakin malu saja.

"Dia baru pertama kali ini loh membuatkan minuman untuk seorang tamu, biasanya dia mana mau kalau disuruh Umi membuatkan minum. Dia memilih sibuk di kamar dan menulis di diary-nya." Sepertinya Umi-nya ini berniat ingin membuatnya malu semalu-malunya dihadapan Raihan, ah Umi mengapa Umi berbicara seperti itu sih? Sesekali tutupi dong keburukan Aisyah. batin Aisyah merasa sangat malu, apalagi ketika melihat senyum geli yang sepintas Aisyah lihat disudut bibir Raihan.

"Waah benarkah Aisyah? Aku merasa sangat tersanjung meminum teh perdana buatanmu," ucap Raihan yang tanpa Aisyah duga dia malah berbicara demikian.

Aisyah hanya mengangguk malu sambil tersenyum, dia bingung ingin mengatakan apa. Apalagi ketika tatapan mata Abi, Umi serta Adiknya tertuju padanya. Ingin sekali dia segera memasuki kamar, tapi dia tidak ingin membuang banyak waktu di kamar sedangkan di sini ada pujaan hatinya. Ah dia yang terlalu berharap atau memang kenyataannya kalau Raihan sering curi-curi pandang disela dia mengobrol bersama Abi-nya? Dia takut itu hanya harapan saja dan berujung luka dihatinya kalau harapan itu ternyata hanya palsu.

Diary AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang