11. 10/27/11/12/102

691 94 35
                                    

Ini agak panjang jadi maaf kalau kepanjangan. Maaf juga kalau ada kesalahan kata dan kalimat serta tanda baca yang salah.

***
Melewati musim dingin yang sesaat bersamamu
.
.

Hari semakin dekat menuju 27 November, begitupun dengan tubuh yang sudah sulit untuk bergerak dari ranjangnya. Bahkan, untuk bicara saja benar-benar mulai terasa sulit untuknya. Wajahnya semakin pucat dengan keadaan tubuhnya lemas tak berdaya.

Semakin hari, dalam sehari Tsunade tak terhitung berapa kali dia memasuki kamar itu. Bukan hanya untuk mengecek kondisinya, sekaligus menemani gadis itu. Tsunade menganggam kuat tangan Hinata, dan hanya diam tanpa membuka suara.

"Ne... Nek," panggilnya begitu lemah.

"Iya Hinata," jawabnya dengan lemah lembut mengusap pelan punggung tangan gadis itu.

"Se.. Semalam aku bermimpi," sahut Hinata dengan nada yang terbata-bata dan rintih.

Tsunade tersenyum. "Apa yang kau mimpikan?"

Bibir pucatnya itu sedikit tersenyum. "Aku bertemu keluargaku..," jawab Hinata dengan napas yang sedikit kembang kempis.

Mendengar itu, Tsunade tetap memaksakan senyum kecutnya. "Benarkah? Kau pasti bahagia bertemu dengan mereka." Tsunade sedikit terkekeh pelan agar suasana tidak canggung.

Kepala gadis itu mengangguk lemah. Pandangannya terarah pada langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong.

"Mereka mengajakku," beritahu Hinata.

"Hinata..," lirih Tsunade.

"Ne... Nek," panggil Hinata dengan nada yang begitu lemah.

"Hmm..," sahutnya lembut.

"Nenek tidak lupa, kan?"

Tsunade mengangguk pelan. "Aku akan mengatakkannya Hinata."

***

Satu hari lagi, satu hari lagi adalah hari H-nya tepatnya berapa jam lagi hari berganti. Yap, besok adalah hari transplantasi jantung Naruto. Pemuda itu mengikuti semua prosedur yang diperintahkan oleh Tsunade. Tentu saja Naruto dan kedua orang tuannya berharap agar operasi besok berjalan dengan lancar.

"Ayah, terima kasih." Naruto tersenyum lembut terbaring menatap kedua orang tuanya yang duduk di samping ranjangnya.

Jendela terbuka, menampilkan sebuah langit malam yang begitu gelap ditaburi bintang. Besok adalah hari di mana Naruto tidak tahu, dia selamat atau malah berakhir begitu saja.

"Kau bicara apa Naruto, kenapa harus berterima kasih dengan Ayah?" ujar Minato tersenyum simpul.

Naruto menghelakan napasnya pelan. "Aku sudah merepotkan Ayah dan Ibu setiap harinya, mungkin besok adalah terakhir kalinya aku merepotkan kalian–"

"Naruto!" sela Khusina dengan nada tinggi.

Wanita itu kesal, dia benar-benar kesal tiap kali Naruto berbicara seperti itu. Kenapa Naruto terus bicara seakan dia akan pergi untuk selamanya.

"Ibu..."

"Kau tidak boleh bicara sembarangan lagi! Sekali lagi kau bicara aneh, Ibu akan memarahimu setiap hari Naruto!" omel Khusina dengan tatapan tajam.

Naruto terkekeh lemah. "Ya, aku berdoa Ibu bisa memarahiku setiap hari nanti, membangunkanku setiap pagi, memasakkan sarapan untukku setiap hari. Aku ingin hidup seperti itu."

WAKTU DAN KAMU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang