Kehidupan orang dewasa itu keras, setidaknya itulah pemikiran yang diciptakan oleh seorang gadis berumur dua puluh lima tahun yang tengah berusaha keras bertahan di tengah gempuran keadaan ekonomi yang menyulitkan. Rasanya ia sangat menyesal telah memimpikan kehidupan dewasa di umur sembilan tahun dulu, berpikir jika saat sudah dewasa nanti dia bisa melakukan apapun tanpa ada yang mengganggu -meski dia tahu proses kedewasaan itu memang tidak bisa dihindari dan semua anak pasti kelak akan beranjak dewasa- hanya saja jika boleh memilih ia ingin tetap menjadi anak kecil saja yang tidak harus banyak menanggung beban kehidupan.
Dia Jasmin, gadis yang tidak kenal kata menyerah walau sudah bersusah payah demi mencari selembar uang rupiah. Setelah berdiri berdesakan di dalam angkutan umum karena tidak mendapatkan kursi, gadis itu keluar dengan api semangat yang membara. Panasnya udara ibu kota tidak dihiraukan, gadis berkacamata itu segera mengikat satu rambutnya membentuk ekor kuda lalu melangkah yakin bila hari ini akan berakhir dengan sedikit berbeda dari pada hari biasanya.
"Kali ini pasti bisa." gumamnya optimis.
Melirik sejenak pada gedung bertingkat yang menjadi tujuan, Jasmin mencoba menghilangkan kegugupan dengan tangan meremas pelan berkas lamaran pekerjaan yang dibawa. Berlalu beberapa menit, keoptimisan itu harus berbuah kekecewaan.
Kegagalan, satu hal yang pasti pernah dialami setiap orang. Jasmin yakin walau hanya sekali, pasti tiap orang pernah mengalami kegagalan, dan untuknya kegagalan kali ini baginya hanya satu dari empat puluh sembilan kegagalan lain yang pernah di alami. Berakhir di kursi taman gadis berkacamata itu lebih memilih untuk beristirahat sejenak, menatap dalam diam orang-orang yang berlalu lalang dengan pakaian rapinya. Dia hanya bisa tersenyum tipis mengamati, menatap iri pada mereka yang memiliki nasib lebih beruntung darinya. Hanya saja Jasmin sadar posisinya, dia bahkan tak berada dalam kualifikasi yang sama untuk berada diposisi atau bahkan menggantikan salah satu dari mereka. Seorang gadis yang hanya berbekal Ijazah SMA tidak pernah berani untuk bermimpi mendapat pekerjaan yang cukup sempurna, bahkan untuk melamar menjadi seorang office girl sekalipun -seperti yang sebelumnya dia lakukan- Jasmin harus menerima penolakan yang ke empat puluh sembilan.
Gadis itu sadar penampilannya tidak bisa dibilang menarik, bahkan mungkin tergolong di bawah standar rata-rata kebanyakan orang pada umumnya. Sialnya cara dunia bekerja tidak seperti yang dia kira, keahlian seperti sudah tidak ada lagi harganya dan penampilan fisik selalu menjadi yang utama. Sekali lagi, dia bisa mengatakan dunia orang dewasa itu kejam bagi minoritas seperti dirinya. Bagi Jasmin sendiri dia sudah mengerti betul hal tersebut, hanya saja menyerah bukan sebuah pilihan, keadaan memaksanya untuk menolak menerima dan terus meyakini harapan bila suatu saat akan ada akhir bahagia yang menantinya. Dia tidak bisa menyerah di saat ada orang yang masih bergantung dan membutuhkannya.
"Nggak baik duduk di bawah terik matahari terlalu lama, apa lagi di siang terik begini."
Jasmin menaikkan kepala dan mendapati seorang pria dengan setelan santai yang mana ia yakini sebagai orang yang sebelumnya berbicara. Namun gadis itu lebih memilih untuk mengabaikannya, kepalanya menoleh ke sekitar yang mana tak banyak orang di sana, terlebih orang yang dengan bodoh membiarkan dirinya dipanggang terik sinar matahari di siang hari seperti yang pria itu katakan. Setelah memastikan bahwa kalimat itu ditunjukkan untuknya, namun bukannya menjawab Jasmin lebih memilih kembali menaikkan tali tasnya dan mulai berdiri. Tanpa basa-basi gadis itu langsung memilih.
"Tunggu..."
Kebiasaannya mengabaikan orang asing menjadi alasan mengapa gadis itu bertindak tidak sopan. Hanya saja Jasmin cukup tahu diri, pria tampan seperti laki-laki di belakangnya tak mungkin ingin berbasa-basi dengan orang seperti dirinya. Rasa kasihan, hanya itu satu-satunya yang bisa dia pikirkan mengenai alasan mengapa lelaki itu mau menegurnya. Hanya orang bodoh yang membiarkan dirinya disiksa di bawah terik matahari dengan sukarela, dan ia yakin laki-laki itu pasti hanya ingin memastikan bahwa dia tidak gila. Namun gadis berkacamata itu tak bisa pergi saat sebuah lengan tiba-tiba mencekal lengannya, alhasil Jasmin harus kembali menoleh dengan memasang wajah tidak bersahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEDDY-Bear
RomanceTentang Teddy sang 'Teddy-Bear' tampan yang selalu berhasil menipu publik dengan senyuman hangat namun memiliki sifat liar selayaknya seorang beruang, juga tentang Jasmin yang berniat melakukan balas dendam dengan cara meminjam uluran tangan sang pr...