"Ngapain lo ke rumah gue kemaren?"
Obanai melirik. Menatap pada Mitsuri yang duduk memojok ke pilar aula. Bego, padahal itu gak bikin mereka jadi terpisah jauh banget. Karena emang udah nggak ada tempat lagi.
"Disuruh Ibu buat nemenin, ya udah." jawab Obanai seadanya.
"Tapi kemaren nggak apa-apa kan, gue nggak jadi turun?"
"Malah bagus kok, nggak ganggu ketenangan hidup gue."
"Lo jadi orang jangan galak-galak amat, kek. Awas sampe lo naksir sama gue, susah idup lu."
Obanai merapatkan bibir, tidak membalas. Ia hanya bertatapan dengan Mitsuri, cukup lama. Cewek itu menatap lurus serius, sepertinya Mitsuri benar-benar kesal. Tapi roti yang mengisi penuh mulutnya itu, malah membuat Mitsuri terlihat seperti ikan buntal.
"Pfft—"
Obanai memalingkan wajah, tidak tahan menatap Mitsuri. Bisa-bisa tawanya meledak di depan aula saat ini juga. Sedangkan Mitsuri sendiri malah diam tertegun melihat Obanai tertawa. Tawa yang jarang ia lihat, jarang ada dari sosok Obanai.
Tawa itu tidak berubah sejak beberapa bulan lalu rupanya.
- ⚘ -
Minggu pagi yang ramai. Warga Taman Asri Blok H sibuk menyiapkan lomba untuk tujuhbelasan nanti, mayoritas anak muda. Dan Mitsuri hanya duduk sendirian di bawah pohon krensen sambil menghafal pembukaan acara.
Matahari belum terlalu terik. Angin juga berhembus semilir. Mitsuri bisa bersandar santai, kalau pun mau buah krensen, tinggal metik. Kalau orang lain sih, mungkin bisa cepat hapal karena suasananya tenang. Tapi Mitsuri tidak. Karena sejak beberapa hari lalu, hatinya tidak pernah tenang.
Salam, doa, perkenalan diri, Obanai susunan acara, salam, doa, Obanai, perkenalan diri, salam, Obanai, doa, perkenalan diri. Apa sih.
"Lo nggak ada kerjaan kan? Bantuin gue sini."
Nah, emang paling nyebelin kalo orangnya tiba-tiba datang.
Mitsuri mendongak malas, menatap dua sorot mata dingin itu. Yang siapa sangka, senyumnya itu, candu. Ah apa sih.
"Lo nggak liat gue lagi ngapain pembukaan?" kata Mitsuri berusaha tenang setengah mati.
"Tinggalin bentar. Bantu gue nebar tambang,"
Mitsuri berdecak. Tapi pada akhirnya ia juga berdiri dan mengikuti Obanai. Padahal keraan Obanai simpel, cuma mengatur tali tambang dan tepung di beberapa titik. Itu doang.
"Lo bego apa bego, gini aja minta tolong?" kata Mitsuri nyinyir.
"Gue cuma mau mastiin," Obanai berdiri di sisi lain tambang dan menariknya sampai ke batas pinggul. "Coba naikin talinya, sesuain sama tinggi lo."
Dih apaan banget, Mitsuri mendumel dalam hati. Tapi tetap ia lakukan ucapan Obanai. Obanai pun diam sejenak mengamati, lalu memanggil Kyojuro yang sedang memasangi bendera.
"Tali tambangnya ready, Ro!" kata Obanai tak mungkin menyebut nama depan Kyojuro. Toh, ada bapaknya.
Mitsuri mendengus pendek. Ia tidak peduli dengan laporan itu. Dua tangan Obanai masih memegang tali tambang. Mitsuri tersenyum jahil dan menariknya sekuat tenaga. Hingga Obanai tersentak dan terdorong beberapa langkah ke depan.
Mitsuri tertawa puas melihat ekspresi kaget Obanai. Entah kenapa ada rasa puas yang tersalurkan melihat cowok judes itu rusak imagenya.
Tak sampai beberapa detik, Obanai menarik senyumnya. Jadi sebuah seringai nakal, ia memandang Mitsuri penuh dendam. Lalu balas menariknya lebih kuat. Tenaga yang lebih besar itu lah yang membuat Mitsuri langsung tersungkur jatuh.
Wajahnya kena duluan. Apalagi cewek itu dalam keadaan tidak siap. Obanai juga kaget sendiri dengan akibatnya. Ia langsung berlari menghampiri Mitsuri, dan membeku saat menyadari hidung, pipi, dan pelipis Mitsuri dipenuhi darah dan luka gores tanah.
"Elo—"
Tengen langsung berlari menghampiri Mitsuri. Membantunya berdiri, terlihat Mitsuri tertatih karena lututnya juga terluka. "Bercanda ya bercanda, Nai. Tapi lawan lo cewek, dipikir dong," kata Tengen menceramahi.
Obanai hanya diam, sadar kalau ia memang salah.
Tapi kan, niatannya bukan begini.
- ⚘ -
Obanai berdiri di depan toko buah dengan tatapan kosong. Ada sedikit rasa bersalah kalau ia tidak menjenguk Mitsuri. Namun di sisi lain ia juga tidak tahu harus membawakan apa pada cewek itu.
Obanai diam mematung. Menyaksikan parcel buah yang dipajang di rak depan. Bukan hanya sekarang, tapi sejak pagi memang otaknya sudah kosong. Sejak ia tidak melihat Mitsuri di kantin, di koridor, di tempat ibadah, dan di lapangan.
Fix sih, cewek itu luka.
Obanai belum pernah sekhawatir ini. Mungkin karena takut dipukuli oleh anak-anak karang taruna dan teman Mitsuri yang lain.
"Cari parcel, Mas?"
Obanai tersadar dari lamunannya. Cowok itu melirik pada seorang ibu-ibu yang keluar dari toko, mendekatinya. Obanai hanya mengangguk singkat.
"Buat temennya yang sakit? Sodara? Atau buat pacarnya?"
"Ha?" Obanai terdiam beberapa saat. Tidak pernah terbayang otak kritisnya bisa jadi bodoh di saat-saat begini. "Temen... cewek."
"Oh," Ibu itu tersenyum penuh arti. "Belum nembak ya? Masih PDKT?"
"Hah?" Obanai kembali terdiam. "E, enggak kok."
Ibu itu terkekeh pelan, kemudian menuntun Obanai masuk. Ternyata di dalam masih banyak kumpulan parcel lainnya. Ibu itu terus menggoda Obanai, membuat cowok itu lelah dan akhirnya mengaku kalau ia memang sedang PKDT. Padahal ya enggak.
Tapi setelah membeli parcel itu, Obanai malah merasa aneh. Memang, rasanya seperti membawakan bingkisan pada pacar.
Merepotkan, seharusnya tidak perlu begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Boy | Obamitsu✔️
FanficKalau ditanya siapa pasangan paling couple goals di sekolah, para siswa SMAN 1 Isekai kompak menjawab Obanai dan Mitsuri. Semua orang tahu, hubungan keduanya memang kadang bikin orang lain iri. Wajah tampan dan sorot mata dingin Obanai itu telah dim...