8. I need to know

167 5 1
                                    

Setelah keluar dari rumah itu, Adara hanya berjalan lurus di pinggir jalan. Sepanjang jalan ia hanya bisa menetesakn air mata dengan wajah datar. Adara kacau dan meracau. Mental gadis ini tengah terganggu dengan perkataan Andre.

"Hamil...?" Gumamnya sepanjang jalan.

Sedangkan cowok itu, Andre, mengikutinya dari belakang. Kalau boleh jujut Andre tak tahu menahu bagai mana menangani urusan perempuan. Pada awalnya dia hanya berniat menakut-nakuti Adara. Mebuat gadis itu takut dan berhenti mengganggunya. Tapi apa daya jika nafsu bermain diantara mereka.

Ada sedikit rasa menyesal dalam diri cowok itu. Tapi itu benar-benar hanya sedikit, dan sisanya kepuasaan yang tak akan pernah Andre lupakan.

Andre merasa lebih mudah berurusan dengan sesama cowok. Tinggal tonjok dan baku hantam masalah selesai. Jika pelajaran itu serasa kurang, ia tinggal memukul lawannya lebih keras dari sebelumnya hingga mereka jera.

Tapi cowok mana yang main pukul sama cewek. Kalau-pun ada, cowok kayak gitu mending dibilang banci. Kalau gak mau di bilang banci, ganti kelamin saja ke Thailand.

Hal ini yang bikin Andre pusing tujuh keliling. Cowok itu hanya bisa menghela nafas dan menarik Adara untuk berdiri.

Adara yang kembali melihat Andre malah histeris. Gadis itu langsung menerjang Andre, membuatnya tersungkur dan langsung memukulinya. Andre yang merasa kesakitan segera mencekal kedua tangan Adara.

Adara yang kalah tenaga kembali meraung, memaki dan mencaci Andre. Hingga Adara pingsan karena tak kuat menahan tekanan mental.

"Ra... Adara." Andre panik, lalu segera menggendong Adara. Beruntung tak berselang lama, mobil kedua temannya berhenti di depannya.

"Kenapa bro." Tanya Irvan yang kini berganti duduk di kursi kemudi.

"Ke klinik sekarang!" jawab Andre panik.

Sesampai di klinik Adara belum sadarkan diri. Disana si dokter memberik beberapa vitamin dan menyarankan untuk istirahat total. Andre hanya mengangguk meng-iyakan.

Setelah itu Andre mengantarkan Adara yang tak sadarkan diri pulang. Bi Ipah yang melihat keadaan nonanya dilanda kepanikan. Perempuan paru baya itu takut pada ketiga cowok itu dan tak berani menanyakan lebih lanjut perihal masalah ini.

"Ini vitamin buat Adara, kasih ke dia kalau udah bangun! Besok saya kesini lagi" Pesan Andre sebelum pamit.

***

Pagi menyambut seperti biasa, Adara menggeliat ketika ia mencoba membuka kedua matanya. Matanya mengerjap tatkala silau mentari menusuk kedua korneanya. Ditengah kesadarannya, gadis itu mecoba memahami tempatnya kini berada.

Kamar dengan nuansa cerah dan seprai bermotif bunga nampak akrab dalam ingatannya. Adara mencoba duduk ketika isi kepalanya terasa seperti tercecer kemana-kemana.

"Lo udah bangun." ucap Andre yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.

Cowok itu langsung duduk debelah ranjang. Memegang sebuah mangkuk berisi bubur pagi.

Adara menatap lekat-lekat sosok di hadapannya. Amarah, kebencian, dendam, dan sisa-sisa ketakutan berkecambuk dalam hatinya.

Jika gadis itu boleh memilih, dia berharap pagi ini matahari terbit dari barat. Bertujuan untuk menuntaskan segala jejak kehidupan di atas dunia, serta menghilangkan aib yang melekat pada dirinya.

"Makan." Sodornya. Adara tak bergeming, wajah pucatnya masih terpaku menatap Andre. Merasa tak mendapat tanggapan, Andre mulai hilang kesabaran. Cowok itu mulai menggeram dan mengeraskan tatapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arrogant GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang