Scripturae 10: "RISET KULTUR: (NO) NOKEN NO LIFE" 1/2

12 0 0
                                    

Scripturae 10: "RISET KULTUR: (NO) NOKEN NO LIFE" 1/2

September 19, 2020

Pernahkah mendengar istilah yang mirip? No Game No Life, No Money No Cry, No Boy No Cry atau istilah serupa lainnya. Kalau No Game No Life para pecinta anime sudah pasti tahu dan itu merupakan semboyan yang pas untuk situasi era sekarang, lebih banyak yang menjadi gamers. Saya meminjam istilah serupa, "(No) Noken No Life", untuk riset kultur kecil-kecilan saya sekaligus memperluas pemahaman dan merupakan kesempatan saya untuk menelisik lebih jauh tentang kebudayaan dan bangunan.

Noken sudah tidak asing lagi untuk warga Papua baik yang asli maupun pendatang, hampir semua sudah tahu kegunaan Noken dan setidaknya memiliki satu buah Noken dengan berbagai fungsi milik pribadi. Noken adalah tas khas Papua yang difungsikan untuk berbagai keperluan, menyimpan hasil kebun, ayunan untuk bayi-bayi Mama-mama Papua, bahkan bisa menjadi baju. Itu karena Noken yang dibuat dengan anyaman khusus sehingga dapat melebar (elastis) bisa menampung banyak barang bawaan. Noken yang dijual di pasaran biasanya ada 2 jenis berdasarkan bahannya. Noken yang terbuat dari serat kulit kayu atau serat tanaman anggrek dan yang terbuat dari benang polyster yang biasa dijual di toko. Karena benang yang berasal dari toko itu mudah didapat dan harganya terjangkau maka anyaman Noken-nya lebih rapat dan padat dengan harga jual yang sama dengan Noken dari benang serat kulit kayu atau anggrek.

Kelebihan Noken dari benang toko dapat diinovasikan menjadi berbagai macam produk seperti: Noken biasa, dompet, anting-anting atau gelang. Namun untuk Noken dari serat handmade memang biasanya hanya Noken yang anyamannya agak longgar, baju Noken, Noken tas besar dan ada juga Noken topi kupluk. Dan sekedar informasi tambahan bahwa Noken yang terbuat dari benang buatan pabrik seperti produk-produk rajutan.

"(No) Noken No Life", istilah ini berarti bahwa Noken tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Papua. Selain merupakan kultur Papua, Noken juga sudah menjadi warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) pada tanggal 4 Desember 2012 di Prancis oleh Arley Gill sebagai Ketua Komite, yang bertujuan untuk melindungi dan menggali kebudayaan tersebut sekaligus merupakan Hari Noken Internasional/International Noken's Day. Kemudian sebagai bentuk apresiasi terhadap Noken itu sendiri, di Jayapura telah didirikan Museum Noken yang terletak di Kawasan Museum Budaya Papua Expo namun sejak dibangun pada tanggal 10 April 2013 hingga saat ini museum tersebut belum difungsikan. (Source: , 2020).

Noken jika ditelusuri melalui literatur online, Noken yaitu tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Masyarakat Papua biasanya menggunakannya untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar. Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala, noken ini di daftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada 4 desember 2012 ini, noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO.

"Pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya Noken, yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat,"

Noken dibuat oleh orang perempuan Papua asli dan hanya merekalah yang berhak membuatnya, perempuan yang menguasai pembuatan Noken menunjukkan bahwa ia telah dewasa. Jika sudah dianggap dewasa, maka perempuan Papua barulah boleh menikah. (Source: , 2020).

LOGICA SCIENTIA DAN RELIGIO: Opini-opinikuWhere stories live. Discover now