Pagi hari, jauh sebelum sang surya menunjukan sinarnya. Seorang gadis terbangun dari tidurnya. Gadis dengan rambut silver yang masih terurai Acak. Tubuh putih sang gadis masih tertutup oleh piyama tidur dari sutra berwana biru kristal dengan bercak putih. Mata berbentuk Almond secara perlahan lahan terbuka. Dia duduk pada tepi tempat tidur di kamar besarnya.
Dia adalah Vinsensia Cristal Athena. Seorang gadis muda yang dapat menaklukan tantangan dalam hidup. Keras, teguh sekuat kristal. Solid dan tidak mudah di hancurkan. Namun tetap cantik, pintar, bijaksana seperti dewi Athena dalam mitologi Yunani. Setidaknya itulah yang di inginkan oleh ibu dan ayahnya dengan membarikan nama itu. Semua orang terdekat bisa memanggil Vinsensia dengan sebutan Vi.
Gadis dengan rahang tirus, alis yang selalu terlihat indah simetris. Bulu matanya pun tebal, dan lentik. Bermata biru safir. Jari jemari lentik terawat. Tubuh proporsional tinggi 170cm. Kaki jenjang. Berat ideal 60kg. Gadis yang sangat cantik. Lebih cantik dari semua gadis yang pernah kalian kenal. Tidak ada mata yang bisa lepas dari magis Vinsensia ketika sudah melihatnya.
Vi, sangat berbakat dalam dunia seni. Sihir violin yang dia mainkan begitu menyentuh. Selain violin Vinsensia juga dapat memaikan beberapa alat musik lain, seperti piano, cello, gitar, harpa dan masih banyak lagi. Menari juga merupakan anugrah dari tuhan yang dia kembangkan. Setiap gerak dari tubuhnya dapat menghayutkan kalian dalam mimpi yang indah. Membuat bunga bunga mekar. Tangis bumi akan berhenti dan berganti senyum pelangi ketika gadis ini menari.
Anugrah dari tuhan yang di kembangkan oleh Vinsensia sangatlah banyak. Dia bisa beberapa Jenis olahraga, pintar dalam pelajaran, bahkan sempat beberapa kali lompat kelas. Semua itu mengalir begitu saja dalam DNAnya. Vi lulus dengan nilai sempurna bahkan sampai mendapat summa cum laude saat kuliah di luar negeri.
" I am a perfection and perfection is me." Motivasi yang terdengar sombong keluar dari bibirnya tiap kali mendapat penghargaan dalam bidang apapun.
❄
Vinsenisa, bangkit dari tepi ranjang sudah dengan rambut yang tidak terlalu berantakan. Dia membuka jendela kamar, dari Situ Vi dapat melihat pemandangan kolam renang rumahnya sendiri dari lantai dua. Sinar matahari di ujung cakrawala mulai mengintip malu, memamerkan cahaya indah perpaduan dengan langit biru. Vi menghirup udara segar pagi hari, bersiap memulai hari yang panjang.
Dia memulai semua ini dengan bersiap untuk berlari. Vi, mengkucir ramput panjangnya seperti buntut seekor kuda. Piyama tidur sutra sudah berganti dengan Sport Bra, dan celana lari pendek bermodel wide leg. Telephone genggam, earphone, kaca mata hitam, dan handuk merupakan hal wajib yang tidak pernah dia lupa untuk di bawa.
Vinsensia berlari mengitari jalan di dekat rumah. Kaki jenjangnya memijak bumi kuat, melontarkan tubuh untuk bergerak makin kencang. Pasang mata orang yang dia lewati tidak dapat berpaling oleh kecantikannya. Perempuan, laki-laki, tua, dan muda semua terhipnotis olehnya. Bagaimana dengan dia? Vinsensia hanya terus berlari. Perlakuan seperti sudah sering dia terima.
"Neng! Larinya kok sendirian aja." Suara laki-laki kurus dengan kaus usang. Berteriak kearah Vi, dengan sangat kencang. "Mau abang temenin ga cantik?" Mendengar suara samar itu dalam telinganya, membuat Vi berhenti lalu berbalik ke arah laki-laki yang dia lewati tadi.
Laki-laki kurus itu langsung berdiri ketika melihat Vinsensia datang kearahnya. Dia memandang dari atas hingga kebawa dengan tatapan terpesona. Pandanganya tidak bisa lepas dari Vi yang berdiri tepat di depan wajahnya. Laki-laki ini sudah membayangkan betapa indah mata yang ada di balik sunglasses itu. Ekspektasinya menjadi nyata, ketika Vi membuka kaca matanya. Realita mengenai mata yang bisa menyempurnakan bentuk wajah cantik itu, ternyata lebih dari yang ia banyangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary's V
Ficção AdolescenteHallo, Gua kembali dengan karya asal asalan. yang sok-sokan mengangkat isu psikologi. Diary ini akan berisi kisah kehidupan Vi bersama dengan keluarganya. Beserta orang orang terdekatnya. Ketika mereka semua menghadapi The Five Stage of Grief(Dr...