Jangan datang lagi cinta!

23 7 4
                                    

Sampai kapan Diza mengurung diri seperti itu, pikir Galih, "ah gue harus menghibur dia!" katanya dalam hati. Tapi apa yang harus ia lakukan sehingga bisa membuat Diza kembali seperti semua, Galih menghembuskan nafas nya dengan keras,

"semua gara-gara cowok itu!" ia berkata pada diri sendiri.

"Gue harus balas dendam!, kalau aja waktu itu Diza pulang sama gue, pasti nggak kayak gini..."

Galih memasang jaket dan sarung tangan nya kemudian bergegas pergi ke luar.

Terik matahari siang membakar kulit Galih sampai gosong, tapi ia tetap tak perduli dengan suasana saat itu. "Demi lo za, gue rela kulit gue hitam!" katanya menghibur diri.

Polisi juga masih menyelidiki tragedi empat hari yang lalu. Mereka belum mendapat tanda-tanda siapa orang yang tega melakukan ini.

Galih tak bisa main hakim sendiri, sebenarnya Galih masih ragu kalau Gio itu pelakunya. Mengapa tak menanyakan hal ini langsung pada Diza? sungguh tak terfikirkan!

Pihak dari sekolah merasa heran tentang kepindahan Gio Fardinanta secara tiba-tiba. Informasi ini juga membantu mengungkap bahwa Gio lah orang nya.

Polisi sudah yakin tentang hal itu, karna mereka baru saja menemukan sidik jari di pakaian sekolah Diza.

***

Siang itu Diza sedang menonton televisi. Kebetulan acara saat itu tentang tragedi kecelakaan di jalan raya. Ia sangat ingin melihat bagaimana expresi Gio pacarnya setelah ditangkap oleh pihak kepolisian.

"Tolong maafin gue Diza sayang, saat itu gue emang lagi stress akibat banyak masalah di rumah! gue mohon sama lo please maafin gue! Dan saat lo udah sembuh tolong bebasin gue dari penjara busuk ini, sayang!" Gio tampak santai, dan setelah kata-kata terakhirnya ia tertawa sendiri. Gio Fardinanta gila!

"Dasar gak tau diri" batin Diza dalam hati. Ia bersumpah tak akan menerima pernyataan cinta dari siapa pun lagi. Sungguh kejadian tragis yang membuat seseorang trauma ya...

Ceklek!

Suara pintu dibuka suara sepatu berjalan pelan ke arah meja di samping tempat tidur. Aroma bunga lily mengisi ruangan berbau obat itu.

Diza memejamkan matanya berpura-pura tidur dengan posisi miring ke arah kiri membelakangi pintu. Bunyi pintu tertutup kembali terdengar jelas di kupingnya. Tak lama setelah suara itu terdengar, Diza kaget melihat siapa yang datang sekarang.

Gilang!

Diza masih terkejut dengan kedatangan Gilang, mau apa dia ke sini? keadaan hening dan senyap.

Diza masih keras kepala memalingkan wajahnya ke arah berlawanan. Ia sangat tak yakin Gilang akan berada di dekatnya dalam waktu yang lama dengan wajah seperti itu.

"Pergi!" bentak Diza pelan

"Oke" Gilang pergi begitu saja meninggalkan ruangan. Diza tak menyangka hal itu akan terjadi, ia kira Gilang akan membicarakan suatu hal bertele-tele. Tapi itu tak terjadi... ya sudahlah itu sudah membuat Diza cukup merasa lega.

Kapan wajahnya akan kembali seperti semula. Aturan hidup membuatnya merasa tak adil. Apa yang akan terjadi setelah ini, siapa lagi yang akan mencelakakannya selain Gio si bren**ek itu?

***

Sila dan Anton sedang berdiskusi bagaimana cara agar anak mereka bisa kembali seperti dulu.

Alhasil mereka akan melakukan operasi plastik untuk Diza, ya mungkin itu yang terbaik.

Mereka berencana akan membicarakan hal ini pada Diza esok hari, itupun kalau anak mereka mau mendengarkan. Mereka juga akan memberitahu Galih, jika ia akan kembali menjenguk Diza besok di rumah sakit.

Hmm hari yang sangat membosankan setelah beberapa minggu di dalam ruangan tanpa refreshing sedikitpun. Dokter melarangnya berjalan sampai kondisinya benar-benar pulih.

Hari ini hari yang direncanakan Sila dan Anton atas usulan Galih. Mereka akan berbicara pada Diza di waktu makan siang.

"Om, tante, saya pamit ya," pamit Galih penuh sopan dan santun.

Selama sebulan itu Galih tak pernah absen untuk datang ke rumah sakit menjenguk Diza, walaupun kehadirannya tak dihiraukan gadis itu.

"Sayang, mama dan papa mau bicara sama kamu" katanya dengan lemah lembut.

Diza tak berkomentar memandang mama tirinya itu.

"Sayang dengerin dulu!" Sambung Anton

"Apalagi pa, ma, aku udah gak kuat lama-lama kayak gini terus" matanya mulai berkaca-kaca mengingat kondisinya seperti ini, apalagi ia selalu membayangkan wajahnya saat ia bercermin.

Tangis nya semakin keras ketika Sila dan Anton terdiam dan saling bertatapan.

"Mama dan papa nggak pernah ngerti apa yang Diza rasakan! udah Diza capek, Diza mau istirahat" tenggorokannya mulai sakit menahan tangis saat bicara.

Anton dan Sila mengerti bagaimana menghadapi anak itu, mereka harus memberi Diza waktu sampai ia siap menerima kenyataan.

Sila menarik tangan Anton segera ke luar.
"Udahlah mas! sebaiknya nanti malam saja..."

Anton hanya menunduk putus asa. Disusul oleh Sila mengelus-elus punggung Anton dengan tatapan lesu, "kita harus ikhtiar mas! setiap penyakit pasti ada obatnya" Sila menguatkan Anton dengan cerama yang masuk akal.

"Iya" jawab Anton datar.






Jangan datang lagi cinta! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang