Hari Ketujuh

1.7K 250 11
                                    

Donghyuck tidak habis pikir. Pasalnya, ia tahu kalau Hyunjin itu teman dekatnya, si murid berambut gondrong itu adalah salah satu kawannya saat dihukum karena nakal atau apapun. Hyunjin juga sudah punya pacar, jadi tidak mungkin kalau Hyunjin berani memberikan hadiah-hadiah beserta sticky note dengan kalimat romantis.

Jeongin itu galak, dan rasa geplakannya tidak main-main. Huh, pedis.

Jadi Donghyuck memutuskan untuk mendatangi Hyunjin sepulang sekolah besoknya, berbicara empat mata.

"Jin, bukan kamu yang ngirimin inj kan?" Donghyuck memperlihatkan boneka rajutan beserta sticky note yang ada di mejanya kemarin. Kontan Hyunjin menggeleng.

"Aku emang naruh itu kemarin di lacimu, tapi itu titipan dari orang. Ets, aku nggak bakalan bilang siapa yang nitip," Hyunjin menjewer bibir Donghyuck yang tadinya terbuka untuk bertanya.

Lepas lima menit Hyunjin mengoceh, Donghyuck tambah bingung. Terutama saat mau pergi karena dipanggil oleh Jeongin, Hyunjin menyelipkan sebuah sticky note ke dalam genggaman tangan Donghyuck.

Lapangan basket.❜

—13.9

Sekali lagi Donghyuck tidak bodoh, dia tahu bahwa orang yang menitipkan sticky notes itu menyuruhnya untuk pergi ke lapangan basket jadi Donghyuck menurut.

Tapi disana tidak ada orang, hanya ada sebuah bola basket berdebu yang memantul pelan di tengah lapangan, terlihat jelas bahwa lapangan itu baru saja kosong.

Donghyuck berpikir mungkin akan ada orang yang datang sebentar, jadi Donghyuck duduk di undakan tiang basket sambil memantul-mantulkan bola tadi.

Saat asyik menghitung pantulan bola yang entah sudah berapa kali, sebuah pesawat kertas berwarna kuning cerah mendarat tajam di pipi gembul Donghyuck. Sakit.

Kelasmu.❜

—13.9

Lagi-lagi Donghyuck mengikuti kemauan orang tidak dikenal itu dengan melangkah masuk ke kelasnya. Jelas, sepi. Sudah lebih satu jam setelah sekolah selesai, itu pun tadi Donghyuck awalnya hanya tinggal karena menunggu Hyunjin yang ikut ekstrakulikuler futsal.

Kebingungan Donghyuck menjadi-jadi, apa mau orang ini? Menculik, menyekapnya lalu meminta uang tebusan pada Ayah dan Mae-nya?

Tidak, Donghyuck hanya berpikir berlebihan. Jadi Donghyuck duduk di meja guru, mengambil pulpen dan mencoret-coret telapak tangannya dengan tulisan dan gambar abstrak.

Sebuah suara tepukan tangan tiga kali muncul. Tergugah, Donghyuck mengikuti asal suara yang datang dari ujung koridor.

Di ujung koridor, terdengar lagi suara tepukan tangan tiga kali. Asalnya dari bawah tangga. Donghyuck kembali mengikuti suara tepukan tangan yang mengarahkannya ke tempat random.

Mulai dari ruang Bimbingan Konseling, perpustakaan, ruang ganti baju—ew, Donghyuck tidak mau melewatinya lagi. Ruangan itu bau keringat. Lalu ke ruang musik, gudang tempat nongkrong guru-guru, dan suara tepukan tangan itu berakhir di depan pintu aula. Pintu aula itu terkunci rapat.

Orang ini mempermainkannya atau apa?

Donghyuck berteriak kesal, menurutnya tidak akan ada orang yang bahkan peduli karena Donghyuck sudah lebih dari sejuta kali berteriak di area sekolah.

Suara kunci aula yang terbuka mengalihkan pandangan Donghyuck.

Pintu aula kemudian terbuka lebar, disana gelap dan pengap. Hanya ada sinar matahari sore yang gemerlap menyelinap lewat jendela aula.

Donghyuck masuk ke dalam, memanggil-manggil "Halo," namun tidak ada jawaban. Di aula hanya ada sebuah kursi plastik yang sepertinya lupa untuk dikembalikan, dan Donghyuck mulai kelelahan berdiri. Donghyuck duduk di kursi itu, dan bersamaan pula dua jendela aula menyibak terbuka. Menyebabkan sinar matahari sore menyinari Donghyuck dan panggung aula.

Ada seseorang duduk di sana, dengan gitar akustik dan tersenyum lebar ke arah Donghyuck.

Karna hanya dengan perasaan rinduku,
Yang dalam padamu,
Kupertahankan hidup,
Maka hanya dengan jejak jejak hatimu,
Ada arti kutelusuri hidup ini,
Selamanya hanya kubisa memujamu,
Selamanya hanya kubisa merindukanmu.

Suara gitar akustik mengalun pelan, dan redupnya matahari sore tidak menghalangi mata rabun Donghyuck untuk mengenali siapa yang ada di panggung sana.

"Kak Mark?"

Mark, hanya tersenyum kecil, menggantungkan kembali gitar akustik ke punggungnya dan turun dari panggung untuk mendekati Donghyuck yang masih terpaku dengan indahnya permainan apik Mark yang singkat.

"Kakak keren lho main gitarnya," puji Donghyuck, "Mataharinya juga pas, kaya tampil di AGT."

Mark tertawa pelan, lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam kantong celana.

"Tapi hari ini, bukan kakak pemeran utamanya. Itu selalu kamu, kamu yang jadi pemeran utama dalam hidup kakak. Ah, nggak. Hidup kita berdua."

Mark berjalan mendekati Donghyuck.

"Kakak bukan Iqbaal, kakak Jaemin yang bisa ngegombal temannya pakai kata puitis. Kakak juga bukan Hyunjin yang bucin sama Jeongin, ataupun Jeno yang tsundere dengan Jaemin. Kakak tetaplah Mark Lee, si pemuja pengecut dalam diam yang bahkan tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya."

Donghyuck terdiam, apakah dia memang sebodoh itu? Sampai tidak menyadari apa yang Mark maksud?

"Tiga belas dan Sembilan itu kakak, Hyuck. Kamu nggak perlu untuk menggebrak Hyunjin sampai marah-marah karena menduga dia mengirimkanmu semua hadiah itu."

Dan Donghyuck tersadar, Tiga belas dan Sembilan merupakan urutan dari inisial nama Mark Lee. M untuk tiga belas dan L untuk sembilan.

"Kamu cantik Donghyuck, tapi itu semua kecantikan tidak ada yang sempurna. Jadi, apa boleh kakak mengisi ketidak-sempurnaan Hyuck dengan menjadi satu-satunya orang yang akan menemani Hyuck sampai maut memisahkan?"

⇱—Pemuja Rahasia, TBC—⇲

CIEEEE KENA GANTUNG

.canda sayang
part terakhir akan publish besok yaaa!!

pemuja rahasia, markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang