Delusion Effect 13- Bangsat Boys

19.6K 1.7K 97
                                    

-Lapak wajib tinggalkan jejak!-

Kalau berhasil 50+ komen, aku next.

H A P P Y R E A D I N G

"Selamat hari senin kak Alan."

"Halo kapten basket."

"Ya Allah, rahim gue anget."

"Pangeran pangeran berkuda putih lewat."

"Kak Sandy makin hari makin ganteng."

"Tolong dong, gue pengen pingsan lihat bisep nya Bima."

"KAK ALAN, HAPPY MONDAY!!!"

"Kak Nino tuh definisi ganteng di balik kacamata."

Pekikkan para siswi yang saling sahut-menyahut itu terdengar di sepanjang koridor.

"Ini kenapa nggak ada yang neriakin nama kita?" tanya Didi pada Maman.

"Tampang biasa aja, sok-sok an bikin rahim cewek anget," celetuk Bima.

"Mulut lo frontal amat!" Nino menjitak kepala Bima, membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Kemana nih?" tanya Alan, ia membenarkan letak tas yang ia sampirkan di bahu kiri.

"Kantin aja lah, sekali-kali madol," sahut Sandy.

"Lagian hari ini mapel nya Pak Ompong," ucap Maman.

"Mikirin tampangnya Pak Ompong aja bikin gue pusing," ujar Bima menyahuti.

"Gue yang udah goblok fisika jadi makin goblok karena Pak Ompong yang ngajar," kata Nino.

"Udah tau gigi sisa lima, masih sok-sok an ngajar pakai tampang serem," tutur Alan.

"Jatuhnya malah lawak," imbuhnya.

"Gue nggak kuat nahan tawa kalau dia udah nyengir. Ngakak banget anjim!" Didi tertawa kencang. Wajah Pak Yanto yang kerap di panggil Pak Ompong melintas di otaknya.

"Lan, bentar lagi jabatan ketua futsal lo lengser kan?" tanya Maman merubah arah pembicaraan tentang 'Pak Ompong'.

Alan mengangguk, dengan santai lelaki itu duduk di salah satu bangku kantin.

"Terus, setelah ini lo bakal dapet uang dari mana?" Maman ikut duduk di sebelah Alan, bertanya dengan satu alis terangkat.

Ah, Alan baru ingat. Selama ini, ia membiayai hidupnya dengan hasil lomba pertandingan futsal, "gue masih punya tabungan, cukup untuk satu bulan kedepan."

"Terus, emang sehabis lulus lo nggak mau kuliah?" pertanyaan Sandy berhasil membuat Alan terdiam, "empat bulan lagi kita lulus."

"Gue masih jadi anggota club futsal, itu artinya gue masih berpatisipasi untuk turnamen selanjutnya," jawab Alan.

"Kita nggak akan ikut tanding apapun lagi Lan," sahut Bima, "Pak Dodi bilang, kita harus fokus sama ujian."

Alan menyugar rambutnya, otaknya berpikir keras saat ini. Lelaki itu menghela nafas berat, "nanti gue pikirin." Ia akan berdiskusi dengan Tata soal ini.

"Kalau lo mau cari kerja, kontak gue. Bakal gue bantuin," ucap Didi.

Nino menepuk pundak Alan, "gue punya kenalan. Dia kerja di salah satu café deket kampus Admaja, setau gue di sana lagi buka lowongan kerja."

"Thank bro," ucap Alan tulus.

---

Bell istirahat baru saja berbunyi, Bangsat Boys yang sejak tadi menghabiskan waktu di kantin memutuskan kembali ke kelas. Sandy memimpin di depan, lelaki itu berjalan sambil mengunyah permen karet, membuat para siswi yang hendak ke kantin memekik tertahan. Damage nya itu loh, kacau.

"Neng Bunga," teriak Bima saat melihat gadis pujaan hati melintas di depan mata. Lelaki itu membenarkan jambulnya lalu mendekat ke posisi sang kekasih.

"Ada apa 'A?" Gadis berwajah ayu itu menjawab, logat kampungnya begitu kental di setiap pengucapan kata. Panggilan Bunga yang disematkan untuk Bima berhasil membuat lelaki itu salah tingkah, walau sejujurnya jika di dengar orang lain panggilan itu terdengar menggelikan.

"Mau kemana?" tanya Bima. Tangannya terulur membenarkan tatanan rambut Bunga yang sedikit berantakan akibat kegiatan sekolah yang cukup aktif. Ditambah lagi persiapan event minggu depan, Bunga yang tergabung dalam organisasi OSIS harus banyak berpatisipasi.

"Mau beli minum, haus," jawabnya.

"Tunggu, biar A'a yang beliin," kata lelaki itu.

"Nggak usah 'A. bunga bisa beli sendiri."

"Kamu duduk aja disini, A'a tau kamu capek. Tunggu sebentar, A'a beliin minum." Bima menggiring Bunga untuk duduk di kursi yang ada di koridor.

Bangsat Boys yang sejak tadi menyaksikan kebucinan Bima mulai berbisik-bisik.

"Geli anjir," ucap Didi berbisik. Lelaki itu menatap kepergian Bima dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.

"A'a," ujar Maman dengan nada yang menjengkelkan, bahkan mukanya seperti ingin muntah, "apaan tuh? Romantis kagak, geli iya."

"Stttt, itu Eneng nya risih kita gibahin," bisik Sandy.

Mereka berlima kompak menoleh ke arah Bunga yang tampak duduk dengan tidak nyaman.

"Gue colok tuh mata kalau masih lihatin pacar gue!" Bima yang baru saja datang berujar dengan penuh ancaman. Bahkan di tangannya sudah ada silet, membuat teman-temannya bergidik ngeri dan memilih pergi.

"Udah 'A, mana minumannya? Bunga udah haus," kata Bunga.

"Itu lagi di anterin Mang Kasep," jawab Bima.

"Kok pakai di anterin segala?"

"Soalnya A'a nggak mungkin ngangkat air lima dus."

"Astagfirullah."

-BERSAMBUNG-

Kayaknya seneng-senengnya udah cukup. Next part bakal lebih serius.

Salam tertera;

Sri Devina Myn.

Ulah Papa Alan🖤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ulah Papa Alan🖤

Delusion Effect (Terbit Di Glorious Publisher) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang