Detensi

300 76 26
                                    

Rekomendasi lagu: Everybody Loves You oleh Charlotte Lawrence

Rekomendasi lagu: Everybody Loves You oleh Charlotte Lawrence

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelajaran olahraga selalu membenciku. 

Apalagi bila kita diharuskan untuk membuat kelompok. Ketika duniaku masih berwarna, aku dapat melihat dua kelompok warna yang kerap sekali dibentuk. Biru untuk para lelaki dengan semua testosteron mereka. Mereka biasanya akan bermain futsal atau basket bersama. Dan merah mudah untuk para perempuan yang umumnya hanya akan duduk bercerita –latihan mulut katanya. 

Lalu apa peran guru olah raga kami, kau tanya? Itu jugalah pertanyaanku. Pak Soni menyebut pelajaran ini sebagai 'Jam Olahraga Mandiri,' lima belas menit terakhir dari jadwal pelajaran olahraga di mana para siswa bebas melakukan apapun.

Kini mereka semuanya berwarna abu-abu, dengan para lelaki memiliki spektrum abu-abu yang lebih dalam.  

Sedangkan aku? Kelompok mana yang akan kupilih?

Aku harus berpikir terlebih dahulu. Begini, aku terlahir lelaki. Namun ... bila aku bergabung dengan para lelaki, aku sudah dapat melihat masa depanku yang akan dirudung oleh mereka. Pertama, aku bukanlah pecinta olahraga dan pecandu steroid seperti lelaki kebanyakan. Kedua, aku senantiasa melindungi tanganku dari luka atau menjadi kasar. Hal itu karena tangan yang kapalan akan membentuk suara yang berbeda dan tentunya, warna yang berbeda. 

Aku sadar tindakanku itu sudah terlalu sering membuat timku kalah. Untuk itulah kaum adam di kelasku tidak begitu menyukaiku. 

Para lelaki sudah berkumpul di tengah lapangan. Mereka sedang membagi diri mereka menjadi dua tim untuk bermain basket. Sementara para perempuan sudah menempatkan diri di bangku lapangan, berteduh dari teriknya matahari. 

Sempat terpikir olehku untuk bergabung dengan kelompok merah muda –ralat, kelompok abu-abu dengan spektrum lebih terang. Tetapi lagi-lagi aku dapat melihat masa depanku yang akan dirudung oleh ... lagi-lagi kaum adam. Dan meski berdasarkan sebuah eksperimen sosial yang kulihat di Youtube, kaum hawa umumnya lebih toleran daripada kaum adam, beberapa dari mereka pasti akan mulai menggosipkanku. 

Apa yang mereka gosipkan, kau tanya? Pasti kau sudah mengerti.

"Oi, GAY!" seru Bimo dari tengah lapangan. Dia adalah ketua tim basket jadi tentu saja tubuhnya besar. Aku curiga dia menggunakan steroid diam-diam. Masa iya tubuh bocah SMA sudah sebesar itu. Dibandingkan dengan tubuhku ... ya, aku adalah ranting pohon sedangkan dirinya adalah batang pohon itu sendiri. "Lu ikut kita main apa ga, nih?"

"Biarin aja, Bim," seru seorang lain yang bernama Arya, "Kalau satu tim ama dia auto kalah." Perkataan Arya mengundang tawa yang lain. 

Belum apa-apa sudah dicemooh. Aku hanya menghela napas, sudah terbiasa dengan perlakuan ini. Dan sebagian besar instigator dari perlakuan itu tidak lain adalah Bimo. 

"Kan jadinya tantangan ye ga?" pertanyaan Bimo mengundang gelak tawa yang lebih keras. Beberapa perempuan juga memberhentikan gosip mereka dan mulai memerhatikan diriku. 

Sophrosyne: Everyone is Not Okay and That is OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang