Rekomendasi lagu: Liar oleh Noah Cyrus
Detensi. Akhirnya aku mengalami dikenai sangsi. Bukan berarti aku selalu menghindari melanggar aturan, tetapi aku biasanya cukup lihai membelokkan aturan. Selalu ada celah-celah aturan yang dapat dieksploitasi. Dan aku cukup pandai mendeteksi celah-celah itu.
Apalagi persona yang kutampilkan untuk publik membuat semua orang tidak tega menghukumku. Karena aku adalah anak yang tidak mungkin bermasalah baik secara fisik atau mental. Karena aku adalah anak yang pasti selalu bersikap hormat dan sopan.
Karena aku adalah anak terbahagia se–Indonesia.
Well, aku tidak begitu tahu bagaimana harus menanggapi hal itu. Aku sehat jasmani, tidak ada penyakit berat dan anggota tubuhku lengkap dengan fungsi sempurna. Secara mental, aku sempurna ... seharusnya. Ketika ayahmu adalah seorang psikiater ternama dan ibumu adalah terapis anak-anak, tentu seharusnya aku baik-baik saja. Kalau kata Ayah, semua orang harus meraih sophrosyne, yang berarti temperamen sempurna. Singkatnya, sebuah keadaan di mana mentalmu sehat dan kau merasa puas dengan hidupmu.
Jujur, aku tidak tahu apa aku sudah mencapai sophrosyne itu. Namun aku baik-baik saja.
Hanya saja terkadang aku ingin mencoba hal-hal baru. Seperti membolos pelajaran atau membuat prank untuk teman-temanku. Dan hal yang kucoba terakhir adalah merokok.
Ketika jam istirahat hari itu, Jon menawariku batang rokoknya di atap sekolah. Awalnya hanya karena penasaran. Bagaimana rasanya mengembat putung rokok di antara mulut, lalu apa sensasi yang dirasakan ketika menghirup zat tersebut. Dengan impulsif, aku memutuskan untuk mengambil satu batang kemudian membiarkan Jon menyulutnya dengan pemantik. Secara insting aku menghirup asap tembakau itu.
Asap yang tebal mulai mengisi hidung dan tenggorokanku. Rasanya seperti ada yang menekan dadamu dengan berat. Aku terbatuk pada hirupan pertama, berusaha mengeluarkan asap-asap itu dari sistem tubuh.
Jon bilang memang hirupan pertama membuat batuk dan tak enak. Namun pada hirupan kedua, ketiga, dan seterusnya akan terasa menenangkan. Jadi kuhirup lagi putung itu. Kemudian lagi dan lagi. Sampai aku menemukan irama yang pas, sesuai dengan irama napasku.
Kemudian Jon berkata ingin ke toilet dan menitipkan satu pak rokoknya padaku. Namun ketika pintu atap sekolah terbuka kembali, bukan Jon yang datang melainkan Pak Soni. Melihat diriku masih memegang puntung rokok yang berasap dan satu pak rokok di tangan lain, Pak Soni memberiku detensi.
Aku tahu saat itu juga bahwa Jon sengaja melakukannya.
Aku baik-baik saja.
Sungguh.
Ketika aku membuka pintu kelas detensi, kulihat terdapat dua orang lain sudah berada di dalam. Seorang perempuan dan seorang laki-laki. Aku mengenal perempuan itu. Nana dari kelas 11-3 IPA, Si Jenius yang tidak mempunyai teman. Kudengar dia bertingkah aneh kemarin, tiba-tiba saja ia lari dari kelas pelajaran dan mengumpat di toilet seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sophrosyne: Everyone is Not Okay and That is Okay
Teen FictionNana : Aku punya kekuatan pendengaran yang hebat. Terkadang aku juga dapat membaca pikiran seseorang. Milo : Pelangi muncul setiap kali aku bermain musik. Tetapi dia datang dalam hidupku. Dan aku menjadi takut dengan nada dan warna yang berasal da...