Palsu Hingga ke Tulang

131 29 3
                                    

Rumah terasa lenggang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah terasa lenggang. Hal yang biasa kurasakan setiap kali pulang sekolah. Hanya Mbak Rahma yang menyapa, itupun singkat saja. Pembantuku itu tidak begitu menyukaiku. Menurutnya aku ini diam-diam psikopat, dia pikir aku ini selalu bersandiwara setiap saat.

Ia tidak salah.

Ketika semua orang tertipu dengan senyuman manisku, tidak demikian Mbak Rahma. Ia selalu tidak membalas senyumanku. Mungkin menurutnya ada iblis di dalam diriku yang mengontrol segala tindak tandukku.

Itu juga tidak salah.

Terkadang aku merasa bukanlah dalang dari hidupku sendiri. Aku merasa aku hanya berenang dalam arus ekspektasi dan harapan orang lain terhadapku, bertingkah sesuai yang orang lain mau. Namun di balik itu semua, bila ada yang bertanya padaku, apa aku benar-benar ingin menjadi sosok Renald seperti ini...

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

Aku baik-baik saja.

Lebih tepatnya, aku harus baik-baik saja. Dan ini adalah satu hal yang Mbak Rahma tidak dapat mengerti dan aku tidak dapat menjelaskan pada siapapun.

Setelah mandi sore aku biasanya mencoba tidur sebentar atau mengerjakan tugas sekolah. Namun hari itu aku hanya menatap langit-langit kamar dalam diam, seperti patung. Ponselku berdering terus-menerus setiap kali orang tuaku memberikan pesan demi pesan di Whatsapp. Mereka tentunya telah mendengar tentang hariku ini dari para guru, kemungkinan besar dari Pak Soni. Mereka juga telah mencoba menelponku berkali-kali tetapi aku belum mood untuk berbicara dengan mereka.

Aku belum siap memasang dinding dan topengku kembali.

Hanya sejenak... aku ingin melepas topeng ini sedikit lebih lama lagi... Aku ingin bernapas ringan sedikit lebih lama lagi.

Tak terasa tanganku mengepal begitu keras di sprei kasur. Aku baru sadar ketika suara ketukan pintu terdengar, membuyarkan lamunanku. Dengan cepat, aku terduduk dan mempersilakan siapapun di depan pintu.

Mbak Rahma membuka pintu sedikit dan memunculkan sebagian kepalanya. "Ren, itu Mami minta kamu angkat telpon. Dia khawatir."

Aku berkedip.

Dengan begitu gampangnya aku menampilkan senyuman manis nan sopan yang kupasang setiap harinya. Senyuman yang meluluhkan hati semua orang kecuali Mbak Rahma. Pembantuku itu malah sedikit mundur ketika aku tersenyum. Menurutnya, senyumanku ini mengerikan.

Ia tidak salah. Kadang-kadang aku merasa ngeri dengan diriku sendiri.

"Terima kasih aku sudah diingatkan ya, Mbak."

Mbak Rahma mengangguk dengan kikuk. Ia biasanya diam saja dan langsung cepat-cepat menjauhiku. Namun hari ini sepertinya hari spesial untukku.

"Ren, kalau kamu lagi sedih atau kesal tapi memaksakan senyum seperti itu," celetuk Mbak Rahma, "menyeramkan, tahu? Kayak ada yang mengendalikan kamu gitu. Kayak kamu bukan manusia."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sophrosyne: Everyone is Not Okay and That is OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang