Permintaan

75 7 0
                                    

Faras berbaring lemas di atas brankar, akhirnya ia berakhir di sini. Sebuah ruangan berdominasi putih, dengan bau khas karbol yang menyengat.
Jess membawa Faras ke Rumah Sakit untuk di rawat, ia takut terjadi apa-apa pada Neneknya. Dokter bilang; vertigo dan darah tinggi Faras, kambuh bersamaan. Mungkin akibat kondisi fisiknya yang mulai renta sedang kurang sehat, ditambah terbentur pinggiran meja yang cukup kuat, untuk ukuran ketahanan lansia.

Tapi Jess tidak gegabah, untuk langsung menyerang dan menyalahkan Selin. Masalah ini di picu oleh dua pihak, meskipun Selin lebih dominan menguasai pertengkaran. Bicara tentang Selin, sejak tadi wanita itu tidak meneleponnya, Jess juga tidak berusaha mencari-cari Selin untuk saat ini. Biarkan seperti ini utuk beberapa saat, sampai keduanya bisa menguasai emosi masing-masing, Jess malas repot bertengkar.

"Jess, ikut saya!" perintah Fandi. Pria tua itu bangkit dari sofa coklat yang ada di ruang rawat, dan langsung di ikuti Jess.

Keduanya keluar dari ruangan, tidak terlalu jauh, hanya di ujung lorong rumah sakit. Saat ini posisi keduanya saling berhadapan, Fandi terus menatap Jess dingin.

"Kenapa?" tanya Jess, sesopan mungkin.

Fandi memegang bahu Jess, kemudian berdehem sebelum akhirnya berbicara. "Kamu tahu? Faras bisa saja stroke. Gara-gara ulah wanita tadi."

Jess mengangguk. Ia tahu Faras bisa saja terkena serangan stroke, akibat tekanan darah yang memuncak, dan vertigo yang tiba-tiba kambuh seperti tadi.

"Harusnya kamu juga tahu, kenapa Faras ga setuju dengan wanita tadi."

Kali ini Jess mengerutkan keningnya. Tidak tahu maksud arah pembicaraan Fandi. "Kenapa lagi?" nada bicara Jess mulai meninggi, ia menatap Fandi yang masih setia mempertahankan sikap tenangnya.

"Wanita itu-"

"Jess!"

Belum sempat Fandi menyelesaikan bicaranya, sebuah panggilan membuatnya menghentikan ucapan. Mendapati Bagas tengah belari menghampiri keduanya, padahal pria itu sudah di percayakan untuk menjaga Faras sebentar, saat Fandi dan Jess ingin bicara empat mata. Tapi kenapa malah menyusul ke sini?

"Nenek." Bagas menunjuk ruangan tempat Faras di rawat, napasnya sedikit terengah-engah, karena berlari.

"Kenapa? tanya Fandi. Kali ini wajahnya terlihat gusar, tidak berhasil menyembunyikan paniknya. Ia takut terjadi apa-apa pada Faras.

"Nenek udah bangun, sekarang nyariin kalian." jelas Bagas. Ternyata Faras sudah sadarkan diri. Dengan cepat Fandi berjalan menuju ruangan, begitu pun Jess, kini mimik keduanya terlihat lebih tenang.

"Faras," panggil Fandi saat membuka daun pintu. Hatinya sedikit menghangat melihat Faras sudah bersandar pada brankar, dan tersenyum menyambutnya.
Pria tua itu langsung menghambur, memeluk tubuh lemah Faras. Cintanya tidak luntur meski kini wajah Faras mengeriput dan rambutnya tak lagi hitam.

Faras membalas pelukan Fandi, mengelus punggung Fandi yang mungkin saja tulangnya sudah mulai merapuh. "Apa kamu khawatir dengan saya? tanya Faras, mimik wajahnya mengejek. Karena memang jarang sekali Fandi bersikap seperti ini, terakhir ia bersikap khawatir saat Faras akan melahirkan Sarah-Mama Jess.

Fandi mendongak menatap Faras. "Apa kamu gila? sudah tua banyak tingkah, bertengkar dengan gadis muda." sinis Fandi. Alih-alih mengeluarkan kata-kata manis, Fandi malah mengatai Faras gila. Ini lah sikap Fandi, jika saja ia sedikit manis mungkin semua orang akan curiga.

Faras terkekekeh. "Saya ini masih kuat, bergulat, "kata Faras sombong. Kini matanya menatap Jess dan Bagas yang masih berdiri mematung, melihat aksi dua lansia di hadapannya.

Once Upon YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang