Canggung

51 7 0
                                    

Acara resepsi pernikahan selesai, hampir tengah malam. Suasana di luar sangat dingin. Tapi tetap saja keluarga Jess, memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Sebagian dari mereka ada juga yang menginap karena terlalu kelelahan jika harus pulang malam ini. Popi diboyong oleh keluarga besar Jess, ke tempat kediaman Jess yang pernah Popi datangi tempo hari.

Kini Popi tengah duduk di hadapan cermin lemari yang ada di kamar Jess. Tidak ada meja rias seperti di kamarnya. Kamar Jess terlihat begitu polos, hanya ada beberapa barang penting yang memang benar-benar terpakai, dan sejumlah poster pesepak bola terkenal terpajang rapih di sana. Kamar di dominasi biru laut dan hitam, Popi tidak terlalu suka warna ini, terlihat gelap dan membosankan.

Perlahan tangan Popi menyeka wajahnya dengan micellar water, membersihkan sisa makeup pernikahan tadi. Beruntung makeupnya tidak terlalu tebal, jadi lebih mudah dibersihkan.

Ceklek.

Pintu kamar mandi terbuka, memunculkan sosok Jess dari dalam sana. Ia hanya mengenakan baju hitam polos, celana boxer, dan handuk kecil yang menggantung di lehernya.

Begitu keluar dari kamar mandi, mata Jess langsung membulat sempurna. Pria itu menolehkan kepalanya ke kanan-kiri, begitu melihat Popi duduk di hadapan lemari pakaiannya.

"Penyusup!" seru Jess, membuat Popi terlonjak kaget, kemudian menatap Jess dengan sinis. "Lo, ngapain masuk ke sini?" Jess berjalan ke arah Popi. "Oh, mau nyulik gue 'kan?"

Popi menggertakan giginya menahan kesal, tapi sayang itu semua hanya berlangsung dalam hitungan detik. Ia tidak bisa menahan emosinya, ketika Jess terus memincingkan matanya penuh curiga. "Males! gue nyulik lo."

"Semua penculik ga mau ngaku."

Popi mengelus dadanya, mengembuskan napasnya pelan. Baru sehari menjadi istri Jess, sudah membuatkan naik pitam seperti ini.

"Kita lagi sandiwara lho, Jess." Popi berbicara dengan suara lembut dan senyuman. Persis seperti saat berbicara dengan balita.

Jess mengangguk, menatap Popi sebentar, sebelum akhirnya memalingkan wajahnya. "Tapi ngapain lo di sini?"

"Ya terus, mau dimana lagi?"

"Kok malah tanya balik."

Popi tersenyum, memejamkan matanya. Rasa ingin menghajar Jess begitu menggebu-gebu.

"Lo jangan di sinilah, sepet gue liatnya."

"YA TERUS GUE HARUS DIMANA?!?" pekik Popi. Sia-sia sudah ia mempertahankan emosinya, akhirnya semua meledak begitu saja.

Jess memijat pelipisnya sebentar. Seolah pria itu sedang berpikir keras.
"Kandang kucing, dapur, atau tempat lainlah. Kenapa harus sini? Ini kan kamar gue."

"Lo ngeselin banget, sih, Jess!" Popi melempar bantal ke arah Jess. Ia sangat geram dengan usulan Jess, yang tidak membangun dan hanya omong kosong. Memang Jess adalah pria dengan kadar berpikir di bawah rata-rata, sungguh tega sekali ia menyuruh Popi tidur di kandang kucing. Padahal itu semua bisa berpengaruh pada sandiwaranya, di luar masih ramai keluarganya.

Tidak terima dilempar bantal oleh Popi, Jess mengambil bantal yang sempat dilemparkan oleh Popi padanya dengan gerakan cepat. Berniat membalas wanita di hadapannya. Ia melempar bantal ke arah Popi dengan kuat. Dan mendarat sempurana tepat di wajah Popi. Membuat empunya mengeluh sakit dan kesal. Tidak tinggal diam, Popi ikut melempar bantal ke arah Jess, lebih kuat lagi.

Keduanya saling lempar bantal membuat suara gaduh menggema hingga luar kamar Jess. Mulai dari suara teriakan karena marah, suara rintihan karena sakit terlempar bantal, dan suara-suara lain yang mendominasi kegaduhan.

Once Upon YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang