Persiapan Dan Tuduhan

61 7 0
                                    

Bulan September telah usai. Hujan turun di pagi buta seolah menyiaratkan tangis perpisahan pada September. Selamat datang Oktober, hujan pertama di bulan ini berhasil mengguyur habis jiwa-jiwa gersang dan pepohonan yang mulai langka di Kota Jakarta. Aroma khas tanah terguyur hujan mulai menyeruak ke indra penciuman.

Wanita dengan piyamanya, masih saja menatap hujan dari atas balkon. Pikirannya terombang-ambing pada suatu masa, di mana ia hanya seorang
gadis kecil yang terbangun di pagi hari kala hujan memecahkan tangisnya. Ada seorang Ibu, yang membuatkannya sup bayam hangat, dan tampe goreng. Kemudian ia menyantap lahap kudapan yang dibuat oleh Ibunya tersebut, sambil terus menonton acara kartun di televisi, menunggu hujan reda. Suatu kenangan yang cukup indah.

"Popi," panggil Faras.

Popi menoleh, lalu tersenyum ramah ketika melihat Faras datang membawa nampan, dan dua mangkuk di atasnya.
Sudah dua hari Faras, meningap di apartemen milik Popi. Katanya: Faras ingin lebih dekat mengenal Popi.
Tidak ada alasan untuk menolak permintaan Faras. Karena Jess sudah menepati janjinya, untuk mentransfer sejumlah uang yang Popi minta. Kini giliran Popi, yang harus menepati janjinya, berakting sebaik mungkin di depan Faras, membuat pendekatan agar Faras lebih mempercayainya.

"Ayo makan." Faras menyodorkan mangkuk berisi mie instan dengan telur dan irisan cabai di atasnya. Terlihat begitu menggoda. Apalagi di luar sedang hujan deras. Sungguh perpaduan yang sangat sempurna.

"Terimakasih." Popi mengambil satu mangkuk mie instan dari Faras. Dan mulai menyendokan mie ke mulutnya.

"Enak?" tanya Faras.

Popi mengancungkan dua jempolnya. Di balas senyuman oleh Faras. Entah mengapa, Faras begitu menyenangkan berbeda dengan tebakan awal Popi yang mengira Faras adalah seorang Nenek yang selalu egois mengatur cucunya. Padahal Faras mengatur Jess juga, karna ia sangat menyayangi Jess. Harusnya Popi tidak boleh langsung menilai sikap seseorang hanya pada sekali pertemuan. Karena itu tidak akan mungkin bisa.

"Kamu rindu Malang ngga?" tanya Faras lagi, sambil meniup kuah mie yang masih panas.

Popi mengangguk, ia memang rindu sekali dengan Kota Malang. Kota yang menjadi saksi kelahirannya, serta menjadi saksi keluh kesah kehidupan keluarganya dulu. Ada satu hal lagi yang mengejutkan tentang Kota Malang. Ternyata Faras juga tinggal di sana, bersama Fandi, Suaminya. Popi belum mengenal Fandi, karena ia baru kemarin berbincang serius dengan Faras.

"Nanti kalau kamu, sudah menikah dengan Jess. Tinggal di Malang saja. Saatnya meninggalkan dunia entertainment, mulai lembaran hidup baru. Di sana Kakek punya usaha yang bisa dikelola."

"Uhuk." Popi tersedak mie yang ada di mulutnya. Dengan cepat ia beranjak mengambil gelas berisi air minum di dekat tempat tidurnya. Popi meminumnya sampai habis. Benar-benar, apapun yang dikatakan Faras selalu berhasil menohok dan tidak terduga. Bahkan Popi saja belum memikirkan pernikahanya dengan Jess, apalagi sampai merencanakan hidup bersama dan tinggal di Malang.

"Kenapa?" tanya Faras, memperhatikan ekspresi wajah Popi yang kikuk. "Apa mienya terlalu pedas?" Faras menyendok kuah mie instan yang ada di mangkuk Popi, berniat memeriksa kadar kepedasannya.

Popi langsung menggeleng, mengibaskan tangannya mencoba menyangkal ucapan Faras, yang mengira mienya terlalu pedas. Ia hanya tertegun dengan ucapan Faras tadi. "Engga, Nek. Enak kok."

Faras hanya mengangguk, melanjutkan acara menyantap mienya. Untung saja ia tidak curiga.

***

Setelah selesai menyantap mie, Popi membawa dua cangkir teh hangat. Untuk dirinya dan untuk Faras. Faras menerima teh tersebut dengan senyum mengembang. "Ga salah Jess pilih kamu. Sudah cantik, perhatian," puji Faras.

Once Upon YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang