10 - Dua preman

1.1K 125 2
                                    

Tak terasa waktu telah berlalu, libur semester pertama telah tiba. Inilah yang ditunggu-tunggu para santri dan santri putri di Pondok Pesantren Modern Al-Hikmah. Seperti halnya Ghifari yang sedari 2 hari yang lalu sudah mempersiapkan kepulangannya ke Jawa, tanah kelahirannya. Sudah kurang lebih 6 bulan Ghifari berada di daerah orang lain. Dan sekarang saatnya dirinya kembali ke tempat asalnya meski hanya sementara.

"Bakal kangen nih" ucap Adi yang berdiri di depan pintu sambil bersedekap

Semua teman-temannya memperhatikannya

"Cuman dua minggu, Ana ngga akan kangen" ucap Hilman

Adi berjalan menuju tempat tidurnya, dan duduk di kasur tipis.

"Coba aja, nanti antum juga kangen"

Ghifari yang sedari tadi membaca buku terganggu percakapan teman-temannya itu, Ghifari langsung menutup bukunya. Arah matanya tertuju jam tangan yang melingkar ditangan kirinya yang tak lain jam pemberian dari Indah.

"Jangan debat terus, sejam lagi kita keluar pondok" ucap Ghifari

"Iya deh, ana mau keluar dulu deh  cari udara seger" ucap Adi bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan kamar asrama.

Ghifari kembali meraih bukunya dan mulai membaca kembali. Tapi dirinya tidak bisa fokus, fikirannya ingin sekali cepat-cepat sampai di rumah. Ghifari begitu merindukan orang tuanya. Selama enam bulan ini hanya 3 bulan sekali orang tuanya menjenguknya. Selebihnya hanya pamannya yang selalu menjenguk setiap bulan yang tak lain Alif dan Aura, terkadang mereka juga membawa Wildan.

Ghifari membuka tas yang sudah penuh dengan bajunya. Ia meraih foto keluarganya yang terdiri dari Umi Zahwa, Abi Alyas dan adiknya Khaula.

Tiba-tiba seseorang memegang pundaknya

"Tenang, insya Allah sebentar lagi antum bisa melihat orang tuamu" ucap Hilman

Ghifari menatap wajah Hilman. ada hal yang berbeda darinya. Matanya, yah matanya berkaca-kaca menahan tangis

"Ada apa dengan antum?" Tanya Ghifari

"Antum beruntung masih memiliki orang tua, sedangkan ana ...." Hilman tidak melanjutkan ucapannya

Ghifari mengerti suasana hati Hilman sekarang. Hilman sudah menjadi yatim piatu, sekarang dirinya dirawat oleh adik dari ayahnya.

"Sabarkan hati antum, insya Allah rasa rindumu tersampaikan kepada orang tua antum, yang harus antum lakukan sekarang adalah berdoa kepada Allah" ucap Ghifari

Hilman seperti mendapatkan kecerahan hatinya. Bibirnya mulai membentuk bulan sabit. Tanpa rasa ragu-ragu dirinya langsung memeluk Ghifari

"""***"""

Seorang gadis dengan gamis biru dan jas almamater pondok duduk di sebuah terminal. Gadis berperawakan kecil itu sedang menunggu ibunya untuk menjemputnya. Karena gadis itu tidak berani pulang sendiri ke rumahnya. Dari Padang ke Palembang saja bersama teman-teman pondok lainnya.

Gadis itu mengehela napas, sudah 2 jam dirinya menunggu kehadiran ibunya, namun sayang yang ditunggu belum juga terlihat. Gadis itu pun berdiri dan membawa tas dan barang-barangnya meninggalkan terminal

Gadis itu berjalan dengan perlahan segala doa-doa ia panjatkan. Inilah hal yang membuatnya bingung, gadis itu begitu berani dan tegas menghadapi segala macam masalah, namun sayang kelemahannya adalah takut pulang sendiri. Ia ingin menertawai dirinya sendiri, namun ia berpikir kelemahan bukannya ditertawai namun baginya sebagai hal untuk mencoba menuju kelebihan. Siapa tahu dirinya nanti bisa berjalan sendiri di tengah-tengah hutan dengan keberaniannya.

Tulisan GhifariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang