Aku tidak berhenti memikirkan keadaan lengan Draco setelah selesai pelajaran. Ron memuji muji Buckbeak sepanjang hari, mengatakan betapa kerennya Buckbeak karena berhasil membalaskan dendam seisi Hogwarts. Hermione sesekali menegurnya, tidak baik berbahagia di atas penderitaan orang lain, tapi jelas Hermione tidak keberatan Draco terluka.
"Y/N, kau tidak makan?" tanya Harry saat menyadari aku tidak menyentuh makan malamku.
Mereka mengajakku makan malam di meja Gryffindor malam ini, untuk berkenalan lebih jauh, katanya.
"Aku tidak bisa berhenti memikirkan lengan Malfoy." aku akhirnya mengakui satu hal yang kupikirkan sejak siang.
"Hah? Ya ampun, Y/N! Kau mengkhawatirkan lengannya? Kau kena santet atau bagaimana?" tanya Ron tidak percaya.
"Bukan begitu, Weasley. Dia terluka parah saat pelajaran Hagrid, well, Profesor Hagrid. Aku tahu ayahnya bukan lagi dewan sekolah, tapi dia masih tetap seorang Malfoy yang bisa menuntut pemecatan, kan?" tanyaku.
"Yeah, benar juga." Harry menjawab mengangguk.
Mereka bertiga termenung memikirkan prospek Hagrid kehilangan title Profesor.
"Tidak adil sekali, ya, kalau Hagrid di pecat karena dia. Dia sendiri yang tidak mematuhi protokolnya." Ron bergumam, mebuat kami mengangguk angguk.
"Sudah dulu aku mau pulang ke asrama, ada tugas Transfigurasi belum kukerjakan." aku berdiri dan melambai pada mereka sebelum berjalan menjauh.
Aku bisa merasakan pandangan anak anak asramaku, melihatiku dari meja Slytherin. Kalau tatapan mereka mengeluarkan sinar panas, kepalaku pasti sudah bolong terbakar sejak aku duduk di meja Gryffindor.
Aku mencoba fokus pada tugas tugasku yang menumpuk, tapi ekspresi kesakitan Draco terus menggangguku. Aku jelas tidak peduli padanya, aku cuma tidak pernah melihat Draco sebegitu kesakitan sebelumnya. Dia selalu terlihat angkuh dan arogan, tapi siang tadi dia terlihat sangat lemah dan kesakitan.
Aku mengecek jam sebelum kabur keluar berlari ke arah rumah sakit, tiga puluh menit sebelum batas jam malam. Keputusanku untuk menjenguk Draco di bangsal rumah sakit sepenuhnya impulsif, saking impulsifnya aku tidak ragu membuka pintu bangsal rumah sakit.
Krieet.
Pintunya berdecit keras, mungkin sudah satu abad belum diminyaki. Untungnya, Draco adalah pasien tunggal di bangsal malam ini. Madam Pomfrey dan Draco sendiri langsung menengok dari ujung ruangan mendengar suara decitan pintu. Kami bertiga saling lihat dengan canggung sebelum aku memutuskan untuk menutup pintu pelan. Suara decitannya terdengar lagi.
"Hey, Mrs Y/L/N. Apa kau sakit?" tanya Madam Pomfrey ramah.
"Eh, tidak ma'am. Sebenarnya aku cuma mau menengok Malfoy." aku menggigit bibir, kalimatku terdengar sangat tidak wajar.
"Oh?" Madam Pomfrey memandangku terkejut, lalu tersenyum ramah. "Oh, baguslah. Belum ada yang menjenguk Mr Malfoy dari tadi siang." ucapnya, sebelum beralih ke Draco lagi.
Madam Pomfrey memaksa Draco meminum tiga perempat sendok sebuah cairan berwarna kuning dan mengingatkanku untuk pergi sebelum batas jam malam sebelum meninggalkan kami berdua untuk mengobrol. Aku tidak berani berdiri terlalu dekat dengannya. Kami berdiam diaman kurang lebih dua menit sebelum Draco memecah keheningan dengan "Ngapain kesini?" yang terdengar sangat menyebalkan.
"Tidak perlu kasar begitu! Aku cuma mau melihat keadaanmu." aku menjawab sebal.
"Khawatir, eh?" tanyanya, nadanya melunak, terkesan menggoda, seringaiannya yang menyebalkan itu keluar. "Aku baik baik saja."
"Baguslah. Kau kelihatan seperti mau meninggal tadi siang." aku mengangguk, Draco terkekeh.
"Drama, tidak seperti mau meninggal juga kali. Aku bahkan tidak berteriak." ucapnya, membuat mataku membulat dan bersiap menimpuknya dengan bantal kalau tidak ingat lengannya sedang terluka.
"Tidak berteriak apanya, aduh hewan ini membunuhku, ini membunuhku!" aku meniru gayanya tadi siang sesaat setelah diserang Buckbeak.
"Hey aku tidak seperti itu ya!" protes Draco, dia melempar bantal di dipannya ke arahku, aku menangkap dengan waspada.
"Iya! Kau begitu!" aku tertawa, Draco tersenyum. Ya, dia tersenyum. Entahlah aku berhalusinasi, atau Draco tidak menyadari kalau ini si 'darah lumpur' dari asramanya. Aku langsung memutuskan lebih suka saat dia tersenyum tulus daripada menyeringai menyebalkan.
"Oh, ayolah ini cuma luka cakaran kecil mana mungkin aku selebay itu." dia terkekeh lagi.
Kami diam setelah itu, masih menyisakan kekehan dari obrolan sebelumnya tapi kemudian kehilangan bahan obrolan.
"Kapan kau boleh keluar dari sini?" tanyaku setelah hening beberapa saat.
"Besok? Kuharap. Sepi sekali disini." keluhnya.
"Tidak ada yang menjengukmu?" tanyaku, mana teman temannya? Crabbe? Goyle? Thedor Nott? Blaise Zabini? Pansy Parkinson? Kupikir dia banyak teman?
Dia hanya mengangkat bahu. Tidak mampu kupercaya tidak ada yang menjenguknya. Dia pasti kesepian sekali, kan? Biasanya dia selalu dikelilingi teman temannya.
"Ya, sudah. Selamat istirahat. Semoga cepat membaik lenganmu." aku bangkit untuk pergi, memberinya anggukan kecil.
Draco balik mengangguk padaku.
"Hey, muggle!" panggil Draco sebelum aku membuka pintu, membuatku menoleh padanya.
"Kita tetap bukan teman."
.
Author's note : I'm so sorry this is the shortest chapter so far! Ga sampe 700 kata lmao.
Sebenernya mau upload tanggal tiga, but berhubung chapter ini pendek juga jadi yaudah sekarang aja sekalian.
-September 30th, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
I • ALTERATION ✔ [Draco Malfoy x Reader]
FanfictionBagaimana jadinya kalau seorang keturunan muggle terseleksi ke asrama para darah murni, Slytherin? "Jangan memanggil dia Pangeran Slytherin lagi. Ratu Inggris pasti bingung kalau tiba tiba Pangeran di wilayah kerajaannya bertambah tanpa konfirmasi k...