Mulut Manismu

563 69 11
                                        

Jimin berguling ke kanan dan ke kiri di atas kasur. Ia tak dapat melanjutkan tidurnya setelah mendengar kata-kata Jungkook.

"Dia mabuk. Dia pasti hanya mengigau."

Jimin menarik selimut sampai menutupi perutnya.

"Tapi, banyak orang mabuk berkata jujur, kan?"

Bingung, kesal, dan penasaran bercampur menjadi satu di hati Jimin saat ini.

"Argh! Jeon Jungkook, kenapa kau menyiksaku begini?"

---

Jimin menguap sesekali kala menyiapkan peralatan sebelum Cafe K & J buka tepat pukul 10.00. Ia kembali tertidur - akhirnya - sekitar pukul 06.00 namun harus bangun dan bersiap-siap berangkat bekerja saat alarm pukul 08.00 berbunyi.

Tring!

"Selamat pagiiii!" Seokjin berseru menyapa semua orang sambil menggandeng Namjoon.

"Oh, Hyung! Kau tidak mau memperkenalkan kami?"

Seokjin tersenyum senang. "Tentu saja. Teman-Teman, ini Kim Namjoon, kekasihku. Tapi pasti kalian sudah tahu, kan?" Seokjin menarik Namjoon mendekat. "Joonie-ah, mereka teman-temanku."

Menyadari usianya yang pasti lebih muda, Namjoon membungkuk hormat saat satu per satu pegawai Cafe K & J menyebutkan namanya masing-masing.

"Mohon maaf untuk keributan yang kami sebabkan kemarin," tutur Namjoon dengan semburat merah di pipinya sebab kepalanya memutar kejadian sehari sebelumnya.

"Tidak apa-apa, Namjoon-ssi. Santai saja," balas Hoseok menenangkan pemuda tersebut.

"Ah, Jiminie, mana Jungkook?"

"Belum datang sepertinya, Hyung. Mungkin sebentar lagi. Mau kuhubungi?" tanya Jimin walaupun di dalam hatinya, ia berharap bahwa Seokjin akan menolak tawarannya.

"Tidak usah, tidak apa-apa. Sebentar lagi dia pasti datang. Aku ada di ruanganku kalau kalian perlu sesuatu ya."

"Siap, Hyung."

---

Sudah hampir jam makan siang tetapi Jeon Jungkook belum juga tampak di cafe miliknya dan Seokjin. Jimin mencoba untuk tak terlalu memikirkannya. Selain akan mengganggu pekerjaannya, jam makan siang selalu menjadi puncak jumlah kunjungan sehingga mereka sering sekali tak memiliki waktu istirahat.

Contohnya sekarang. Jimin menyiapkan gelas kopi entah yang keberapa dan saat melihat semua pegawai sibuk, ia pun mengantar langsung pesanan pengunjung. Mumpung belum ada pesanan kopi yang masuk.

"Permisi, satu es americano, satu double espresso, dan satu vanilla latte. Silakan. Selamat menikmati."

Setelahnya, ia kembali ke posnya dan melihat belum ada pesanan yang masuk. Ia pun memutuskan untuk membersihkan meja dan mengatur cangkir-cangkir bersih agar mudah ia jangkau.

Tring!

Jimin melihat ke arah pintu masuk. Seorang pria berpakaian serba hitam dan dilengkapi dengan kacamata hitam memasuki cafe. Jimin ingin mengamatinya lebih lama namun segera terpotong karena Wendy, salah satu pegawai, mendekatinya dan menyampaikan dua pesanan baru.

"Oke. Segera siap," ujarnya.

Setelah selesai, Jimin menyerahkannya kepada Wendy yang dengan sigap membawa ke meja salah satu pengunjung.

"Kenapa siang ini lebih ramai daripada biasanya?"

Jimin menoleh ke arah pria berpakaian serba hitam yang berada di hadapannya saat ini.

Ujung-UjungnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang