Akhir Penantian

875 78 7
                                        

Mustapha menghentikan kendaraan di depan sebuah gedung apartemen berlantai tiga dengan desain yang sangat cantik. Seokjin turun dari mobil tersebut sementara menunggu Mustapha mengeluarkan kopernya dari bagasi. Seokjin tak keberatan melakukannya sendiri namun Mustapha selalu berkata 'I will do it, Sir' atau 'It's my responsibility, Sir'. Maka, Seokjin pun tak ingin menyinggungnya.

"Merci beaucoup, Mustapha. Be careful on your way back." Seokjin mengucapkan terima kasih yang dibalas dengan senyuman dan anggukan oleh Mustapha. Seokjin memasuki gedung apartemen setelah Mustapha pergi dan menaiki tangga menuju lantai tiga yang lumayan melelahkan. 

"Dasar Namjoon! Pasti sengaja memilih apartemen yang tidak ada lift supaya bisa berolahraga. Untung koperku ringan."

Ketika akhirnya ia berada di lantai teratas, Seokjin menghembuskan nafas lega. 

"Aku sudah tambah tua." Seokjin mengeluh karena merasa sedikit kehabisan nafas. Ia menengok ke kanan dan kiri untuk melihat nomor apartemen yang terpasang di pintu. "Ah, ke sana." Seokjin berjalan ke kiri dan menemukan apartemen nomor 312 milik Namjoon. Ia tiba-tiba merasa gugup. Bagaimana kalau Namjoon tidak di rumah? Bagaimana kalau Namjoon tidak suka ia datang ke sini? Bagaimana kalau nan-

"Ah, aku harus berpikir positif," kata Seokjin menyemangati diri sendiri. "Baiklah. Tekan belnya, Seokjin."

Seokjin menekan bel satu kali dan menunggu. Ia menekan bel sekali lagi dan mendengar seseorang berteriak, "J'arrive!"

"Itu suara Namjoon. Dia bisa Bahasa Prancis? Daebak!" gumam Seokjin.

Pintu terbuka dengan gerakan super lambat di mata Seokjin sebelum akhirnya ia melihat kekasihnya yang masih mengenakan kemeja dan dasi yang terpasang longgar.

"Jinseok?" Namjoon terbelalak.

"Kejutan!" Seokjin berkata sambil menampilkan senyuman terbaiknya.

"Jinseok? Ya, Tuhan! JINSEOK!"

Namjoon memeluk Seokjin dengan sangat erat.

"Joonie-ah, tulangku bisa remuk kalau begini."

"Maafkan aku. Aku tidak menyangka kau ada di sini. Aku sangat merindukanmu."

"Aku juga," balas Seokjin sambil menempelkan telapak tangannya ke pipi kiri Namjoon. "Joonie-ah, aku perlu ke kamar kecil."

"Oh! Ya ya. Ayo, masuk. Maaf, aku sampai lupa mengajakmu masuk. Sini, aku bawakan kopermu."

"Terima kasih."

"Kamar kecilnya di sana. Belok kiri, pintu coklat," ucap Namjoon sambil membantu Seokjin melepaskan tas punggungnya.

"Oke. Sebentar ya."

Seokjin merasa lega setelah menuntaskan kegiatannya di kamar kecil. Ia keluar dari kamar kecil dan mencari Namjoon yang berada di depan kulkas menyiapkan sesuatu.

"Sedang apa?"

"Hm? Oh, aku cuma membuatkanmu minuman."

Seokjin berdiri di samping Namjoon dan mengecup pipinya. "Terima kasih, Sayang."

"Sama-sama, Baby."

---

Malam itu, Namjoon mengajak Seokjin ke sebuah rumah makan kecil berjarak lima belas menit jalan kaki dari apartemennya. Mereka menikmati Couscous yang dibentuk seperti piramida, kopi Maroko, serta Falafel. Sebagai pemain di dunia kuliner, pengalamannya memakan makanan Timur Tengah sungguh menyenangkan. Seokjin sangat menikmatinya.

---

"Dari mana kau tahu tempat ini, Joonie-ah? Enak sekali masakannya."

"Beberapa staf kedutaan merekomendasikannya. Itu tempat makan favoritku di sini, sejauh ini. Tapi juga ada beberapa tempat lain yang tidak mengecewakan."

Ujung-UjungnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang