"Jangan cemberut seperti itu, Bunda akan memastikan jika ayahmu akan berpihak padamu dan memastikan jika Aio pada akhirnya akan menjadi milikmu," ucap Vania saat sudah mendengarkan cerita dari Elena, bahwa selama ini ternyata Tessa diantar jemput oleh Aio. Dengan kata lain, Tessa dan Elena sering kali berhubungan.
Elena yang mendengar hal itu pun senang bukan main. Karena ia sendiri tahu, jika ibunya sudah berkata seperti ini, pasti hal itu akan terjadi. Elena pun mengikuti langkah sang ibu yang rupanya turun ke lantai satu dan menyiapkan sarapan. Tak lama, Galih turun dan Elena pun bersikap manis menyambut ayah tirinya. Sementara Vania menyajikan kopi kesukaan sang suami lalu duduk di kursinya. Saat sang suami sudah menyesap kopi buatannya, Vania pun berkata, "Sayang, sepertinya Tessa menjalin hubungan dengan Aio."
Galih yang mendengarnya pun mengernyitkan keningnya. "Bagaimana mungkin? Tessa tidak memiliki waktu untuk itu, dia tidak memiliki waktu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Harusnya ia hanya fokus dengan pendidikannya saja," ucap Galih terlihat tidak senang. Ia jelas tidak senang, karena baginya Tessa belum cukup umur untuk memiliki hubungan seperti itu. Selain itu, Galih tahu jika Elena menyukai Aio sejak lama.
"Aku melihatnya sendiri, Ayah. Tessa kemarin pulang diantarkan oleh Tuan Aio. Padahal, rumah kita berlawanan arah dengan rumahnya," ucap Elena dengan ekspresi sedih. Seakan-akan ingin menekankan jika dirinya merasa begitu sedih karena pria yang ia cintai direbut oleh adik tirinya yang sangat ia sayangi. Benar, sangat ia sayangi. Karena jika berada di hadapan Galih, Elena selalu bersikap selayaknya seorang kakak yang menyayangi adiknya.
Tepat setelah Elena mengatakan hal itu, Tessa pun turun dari lantai dua dan melangkah menuju ruang makan. Saat Tessa duduk di kursinya, Galih pun segera bertanya, "Kenapa membuang waktu dengan berpacaran, Tessa? Terlebih dengan pria yang jelas-jelas disukai oleh kakakmu. Apa Ayah salah mendidikmu?"
Tessa yang belum mengerti pun bertanya, "Kenapa Ayah tiba-tiba marah seperti ini? Memangnya apa yang terjadi hingga Ayah marah seperti ini?"
Galih menatap putri kandungnya itu dengan tajam. "Apa benar perkataan kakakmu, jika selama ini kau menjalani hubungan dengan Aio?" tanya Galih.
Tessa pun terdiam, sadar jika sepertinya kepulangannya kemarin terlihat oleh sang kakak. Jika sudah seperti ini, percuma saja dirinya menutupinya lagi. Jadi Tessa pun memilih menjawab, "Iya, kemarin Om memang mengantarkan Tessa pulang."
Galih yang mendengar jawaban itu pun menghela napas. Belum sempat ia mengatakan sesuatu, Elena sudah lebih dulu berkata, "Kenapa kau mau? Kan kau sendiri tau jika aku menyukainya? Apa mungkin kau menyukai Aio? Kau ingin merebutnya dariku?"
Elena mulai menangis bombai, sementara Tessa dibuat tidak percaya. Tessa baru saja akan membuka mulut untuk memberikan pembelaan diri, tetapi Elena kembali memotong, "Aku tau, sejak awal kau memang tidak menyukaiku, tetapi setidaknya jangan berbuat seperti ini. Kau benar-benar membuatku sakit hati."
Vania pun memeluk putrinya dengan lembut sementara Galih pun segera berkata, "Mulai sekarang, jangan pernah menemui Aio lagi. Jika dia menawarkan tumpangan atau apa pun, tidak perlu menanggapinya. Jangan membuat kakakmu merasa lebih sedih. Bersikaplah baik, karena kakak dan ibumu juga memperlakukanmu dengan baik."
Mendengar perkataan sang ayah, Tessa pun merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Selama ini, padahal Tessa yang selalu berusaha untuk mengalah pada kakak dan ibu tirinya. Namun kini, setelah semua usahanya itu, sang ayah malah memintanya untuk mengalah pada kedua orang itu? Lalu ayahnya kira, selama ini apa yang sudah terjadi? Tessa pun menatap sang ayah yang tengah kembali menyesap kopinya. "Ayah kira, selama ini Tessa tidak pernah mengalah?" tanya Tessa membuat Galih meletakkan gelasnya dan menatap sang putri.
"Apa ini, apa kini putri Ayah tengah berusaha melawan?" tanya balik Galih merasa jika putrinya bersikap tidak sopan.
"Tessa tidak melawan, tetapi Tessa hanya bertanya dan ingin mengatakan jika selama ini, Tessa yang sudah berusaha untuk mengalah. Ayah tidak tahu, tindakan seperti apa yang selama ini Tessa terima dari istri dan putri tiri Ayah itu," ucap Tessa membuat Galih benar-benar terbakar oleh emosinya. Ucapan Tessa benar-benar sangat tidak sopan menurut Galih.
Pria itu memukul meja makan dengan keras dan berseru, "Perhatikan perkataanmu, Tessa!"
"Tessa harus memperhatikan perkataan Tessa, tetapi kalian tidak perlu melakukannya? Ayah, Tessa memang ingin Ayah bahagia, tapi apakah Ayah tidak mau melihat Tessa bahagia?" tanya Tessa sembari menahan tangisnya.
Sebenarnya, pembicaraan hari ini tidaklah terlalu berat. Namun, Tessa yang kelelahan karena selama beberapa hari ini disibukkan untuk mengerjakan tugas dan bekerja diam-diam di belakang ayahnya, tiba di satu titik jenuh. Selama ini Tessa sudah berusaha menahan semua kemarahan, kesedihan, dan rasa tidak adil karena perlakuan yang ia terima. Semua itu Tessa lakukan demi membuat ayahnya tetap merasa bahagia, karena berpikir jika keluarga kecilnya akur dan bisa hidup dalam lingkungan yang nyaman. Hanya saja, kali ini Tessa tidak bisa menahannya lagi.
"Ayah, Tessa sama sekali tidak keberatan Ayah memiliki istri baru dan menyayangi putrinya selayaknya anak ayah sendiri, tapi bisakah Ayah mencintai Tessa seperti dulu lagi? Seperti saat Ibu masih ada?" tanya Tessa.
Galih terlihat syok karena ini kali pertama Tessa terbilang melawan perkataan dan perintahnya. Ia terdiam dan membuat Tessa beranjak dari kursinya. Galih baru bereaksi saat sang putri sudah melangkah pergi. Galih sadar, jika sepertinya selama ini ia terlalu fokus menjaga anggota keluarga baru, hingga membuat Tessa merasa tersisihkan dan tidak lagi dicintai. Tentu saja itu tidaklah benar. Hingga sampai kapan pun, Galih akan mencintai putrinya itu. Satu-satunya putri yang menjadi bukti cintanya dengan sang mendiang istri.
Galih tentu saja berpikir untuk mengejar putrinya dan menjelaskan situasinya, jika apa yang dipikirkan oleh Tessa tersebut salah. Namun, Galih tidak bisa mengejar putrinya itu karena Vania sudah lebih dulu menahan kepergiannya. Dengan lembut Vania berkata, "Sayang, jangan kejar Tessa dulu. Biarkan dia tenang. Dia pasti sekarang sangat marah dan sedih karena berpikir kau pilih kasih pada Elena. Hal seperti ini sangat wajar. Pulang nanti, dia pasti akan kembali seperti biasanya," ucap Vania.
Sementara Elena yang masih duduk di kursinya, berusaha untuk menyembunyikan senyuman penuh kemenangan. Ia sudah berhasil membuat Tessa merasa tersisihkan dan bertengkar hebat dengan sang ayah. Elena hanya perlu melancarkan rencana selanjutnya, dan ia pun akan membuat Tessa benar-benar angkat kaki dari rumah ini. Elena sudah muak melihat Tessa, dan ini saatnya Elena membuat gadis satu itu menghilang dari pandangannya. Tentu saja, ini adalah hukuman bagi Tessa yang sudah beraninya menjalin kedekatan dengan pria yang jelas-jelas sudah Elena sukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire Chasing Cinderella
Romance[Karena mengandung unsur DEWASA maka SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE. FOLLOW SEBELUM MEMBACA. Biar nyaman bacanya😄] -Update diusahakan setiap hari- Achazio adalah pria yang sempurna. Wajah tampan, tubuh proporsional, otak cerdas, harta berlimpah semuan...