Happy reading💕
🍁🍁🍁
"Ok cukup sampai di sini materi yang saya sampaikan, sampai bertemu next week. See you, assalamualaikum," ucap Tristan mengakhiri kegiatan mengajarnya.
"Thank you Pak, waalaikumsalam," balas seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang berada di ruangan tersebut.
Tristan menganggukan kepalanya seraya tersenyum tipis, lalu mengambil laptop dan buku tebalnya. Ia pun keluar ruangan, saat di koridor ia sesekali tersenyum saat ada mahasiswa atau mahasiswi yang menyapa dirinya. Meski ia memiliki masalah pribadi ia harus tetap profesional, ia tetap bekerja untuk anak didiknya.
Saat sedang berjalan menuju ruangannya, ia merasa ada yang memanggil. Saat menengok ternyata mahasiswinya, ia tersenyum tipis.
"Pak Tristan," panggil mahasiswi tersebut yang Tristan ketahui bernama Dea. Mengapa Tristan kenal itu karena Dea adalah salah satu mahasiswi aktif di mata kuliahnya, ia sering bertanya sehingga membuat Tristan ingat namanya.
"Iya Dea," ujar Tristan seraya menghentikan.
"Assalamualaikum. Maaf Pak mengganggu waktunya," ucap Dea.
"Waalaikumsalam, gak papa. Ada apa ya Dea?" tanya Tristan masih dengan senyum yang tak pernah luntur.
"Saya mau bertanya, apa Pak Tristan bisa memberikan tambahan jam belajar untuk saya? Soalnya beberapa materi mata kuliah Pak Tristan ada yang belum saya kuasai. Saya mau nanti pas ujian nilainya bisa memuaskan," ungkap Dea dengan perasaan gugup karena jujur saja berhadapan dengan Tristan itu membuat jantungnya tidak normal.
Ya, dia termasuk dari jajaran mahasiswi yang mengagumi Tristan karena parasnya. Meski Tristan sudah berkepala tiga, tetapi ketampanan Tristan tak perlu diragukan lagi. Bahkan wajah baby face Tristan yang membuatnya tidak seperti umur 30-an.
"Gimana ya?" pikir Tristan dengan wajah bingung.
"Gak harus jam kuliah kok Pak, bisa diluar jam kuliah atau hari kerja. Misalnya hari sabtu dan minggu. Atau gak habis pulang kampus, tenang aja Pak saya juga bakal bayar tambahannya kok. Terserah Pak Tristan minta bayarnya berapa," jelas Dea dengan senyum lebarnya.
Tristan berpikir tidak ada salahnya ia menerima jam tambahan tersebut, selain ia bisa mendapat uang tambahan. Mungkin dengan mengajar saat hari liburnya ia bisa sedikit menghindar dengan istrinya.
"Boleh deh, tapi saya bisanya sabtu atau minggu. Kamu sesuaikan saja sama jadwal kamu, insyaallah saya free. Kamu punya nomor ponsel saya kan?" Dea menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Nanti kamu bisa chat saya jika kamu sudah siap dan kamu bisa cari tempat belajar yang enak. Terserah kamu aja," tutur Tristan membuat dalam hati Dea bersorak senang.
"Makasih ya Pak. Kalau gitu Pak Tristan masih ada jam mengajar? Kalau gak ada saya mau traktir makan siang bersama," tawar Dea dengan jantung berdetak cepat.
"Bo-"
"Om Tristan!" Ucapan Tristan terpotong kala mendengar teriakan yang memanggil namanya.
Tristan menengok ke asal suara dan membulatkan matanya melihat Syifa yang melambaikan tangan ke arahnya. Selain itu, ada Ersa yang berjalan sedikit demi sedikit menjauhi Syifa dengan wajah merah padam. Tristan tau Ersa sedang malu saat ini, lalu Syifa dengan tak berdosanya berlari menghampiri dirinya dengan wajah riang khasnya.
Tristan melihat sekitar yang ternyata tak hanya dirinya yang menengok, bahkan semua orang di koridor menatap Syifa lekat. Dea yang dihadapan Tristan pun mengerutkan keningnya saat Syifa menarik narik lengan kemeja Tristan. Bahkan Syifa terlihat tidak canggung seperti Dea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Romance"Om cinta itu kayak gimana sih?" tanya Syifa dengan polosnya sembari memakan es krimnya. Tristan menatap Syifa dengan bingung, "Kok kamu nanya kayak gitu?" "Gak papa penasaran aja," balas Syifa. Tristan tersenyum seraya menatap Syifa. "Yang pasti c...