BAB 13. Tiga Sisi

3.8K 532 205
                                    

Bagian ini belum diedit karena aku masih sibuk banget, tapi pingin up buat kalian. Jadi maaf kalau masih ada typo dan kalimat yg 404 error tidak nyambung tralala trilili :'

 Jadi maaf kalau masih ada typo dan kalimat yg 404 error tidak nyambung tralala trilili :'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Binasa, ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Binasa, ya?

Sena tertawa getir nyaris tanpa suara. Mata Sena terpejam, menahan air mata. Ia gigit bibir bawahnya dengan napas yang memburu.

Sena membuka mata, menatap seisi ruang kamat rawatnya yang lengang dan senyap. Aksa pergi mencari Ares beberapa sekon lalu dan lagi-lagi meninggalkannya sendirian dalam sesak.

Sena tidak meminta banyak. Tidak apa-apa bila Aksa sampai sekarang tidak menepati janji untuk mengajak Sena berjalan-jalan atau berlibur. Tidak apa-apa bila ayah lebih memperhatikan Ares.

Sena hanya meminta Aksa untuk di sisinya, sebentar saja. Sena tidak punya siapa-siapa lagi selain mereka.

Mulut Sena terbuka, merintih tatkala dadanya serasa ditekan kuat sampai punggung. Sena menggeleng, masih menahan tangis sebisa mungkin. Hampir gila Sena dibuatnya.

Ia tidak bisa leluasa menangis terisak-isak sampai lega seperti Ares, seperti orang lain. Hidung Sena tidak boleh tersumbat. Jika ia menangis dan hidungnya tersumbat, maka jantungnya akan semakin kesulitan memompa darah karena minimnya oksigen.

Salah satu alasan Sena enggan menceritakan rasa sakitnya adalah karena hal ini. Sena hanya membiarkan rasa pedihnya berlalu, memudar seiring waktu meninggalkan bekas luka. Jika Sena mengutarakan rasa sakitnya dan tidak kuasa menahan tangis, semuanya akan kacau. Ia malah justru berakhir di ruang ICU seperti tahun lalu dan koma beberapa hari.

"Tidak perlu bunuh diri pun, kamu pasti akan binasa nantinya, Sena. Sejatinya, manusia itu fana.

Secara tidak langsung, Aksa memintanya untuk menyerah dan mengikuti arus pada garis takdirnya. Mati perlahan tanpa harus bunuh diri dan tanpa mengambil jalan pintas, bukan begitu?

Mata sena perih, tampak memerah menahan air mata.

Iya, Sena tahu. Setiap insan di dunia memiliki garis takdir yang nyaris sama. Pada akhirnya, semua akan kembali pulang pada tempatnya berasal. Tidak ada yang namanya happy ending atau akhir yang bahagia di dunia ini. Jika memang benar ada akhir yang benar-benar bahagia, Sena rasa hal itu adalah ketika ia tidak lagi merasakan sakit seumur hidupnya lagi.

Detak. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang