Halo. Siapa yang kangen si kembar?
Sena sudah kalah telak tatkala Aksa memintanya untuk tidak bunuh diri dan kala Ares memeluknya sambil berkata, "jangan pergi."
Semua amarah dan rasa kecewanya, lantas sirna seketika. Sena tatap Ares yang tidur di samping ranjangnya dengan sendu. Ares tidur dengan posisi duduk dan membungkuk, kepalanya ditelungkupkan pada tangan yang berada di sisi ranjang Sena.
Sena merubah posisi tidurnya, menghadap Ares. Ia angkat tangannya kemudian mengusap lembut rambut Ares.
"Kalau Kakak pergi ... aku juga."
Sena terpejam tatkala kalimat Ares semalam kembali tergiang di kepalanya. Tidak ia sangka, rasa sakitnya akan sebesar ini saat mendengar kalimat itu langsung dari mulut Ares.
"Aku tidak tahu harus bagaimana kalau Kakak pergi. Tidak ada lagi yang melindungiku, tidak ada lagi yang menghapus semua komentar di sosial mediaku, tidak ada lagi yang bisa kuajak berangkat dan pulang sekolah bersama."
Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Akan tetapi, Sena bisa apa? Lantas, yang bisa ia lakukan semalam hanya memeluk balik Ares yang terisak. Rasanya canggung, Sena tidak tahu harus berkata apa. Sewaktu kecil, Sena bahkan tidak bergeming saat melihat Ares menangis. Begitu pula sebaliknya.
Tidak ada pelukan yang menenangkan, dan tidak ada konversasi yang tercipta. Sena hanya diam, mengusap punggung Ares sampai Ares berhenti menangis dan Ares pun hanya diam tanpa kata menatap Sena yang terisak-isak sampai akhirnya Sena kehilangan kesadaran.
Aksa tidak pernah mengajarkannya untuk memeluk Ares yang sedang menangis, maka dari itu keduanya masih canggung sampai saat ini untuk karena mereka memang tidak tidak sedekat itu. Meski saudara kembar, baik Sena maupun Ares, masih membagun dinding pembatas diantara mereka.
Aksa keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambut dengan handuk. Sena sontak menjauhkan tangannya lalu menatap Aksa. Pagi ini, Sena tidak lagi terbangun dan sendirian dalam kamar yang lengang.
"Ares belum bangun?"
Sena menjawab singkat. "Belum."
Pintu ruang kamar Sena terbuka, menampilkan Leana yang kini berjalan masuk sambil membawa satu kantung plastik di tangannya. Sena beranjak duduk perlahan, tersenyum tipis menyambut Leana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak. ✔
Teen FictionLaksana jantung dan jam dinding yang berdetak, hadirmu terus mengintari hariku tanpa tahu malu, tanpa tahu waktu, dan tanpa jeda. Hingga aku lupa, suatu saat nanti, jantung akan berhenti berdetak, baterai jam dinding akan habis dan kamu pun akan sir...