BAB 31. Daun yang gugur.

2.7K 502 175
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares tahu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares tahu. Ia memang kerap kali tidak menyaring kalimat yang ia ucapkan pada Sena dan malah berujung menyakiti kakaknya. Meski ia tidak pernah bermaksud mengatakan hal-hal seperti itu dan menyakit Sena. Ares bahkan pernah meminta Sena untuk mati saja secara tidak langsung karena terlanjur jengkel. Sena terlalu pesimis.

Tapi, Ares bahkan tidak menyadari bahwa mereka berdua sebenarnya sama saja. Sena hampir menyerah bertahan dari penyakit jantungnya, sedangkan Ares hampir menyerah dengan hidupnya.

Mereka sama. Sena dan Ares sama.

"Jangan pergi," ucap Ares kala ia makin merapatkan pelukannya pada Sena.

Sena menyentuh kedua bahu Ares, menjauhkan tubuh Ares sementara sang adik masih stagnan menatap lantai marmer dengan berderai air mata. Tidak. Tidak. Jangan, jerit Ares dalam hati.

Ares mendongak kala rengkuhan keduanya benar-benar terlepas. Sena menatapnya dengan wajah yang kuyu. Tangan Sena terangkat dan ia arahkan jemarinya untuk menyentuh pipi kiri Ares. Sena menghapus air mata yang mengalir di sana sambil memandang setiap lekuk wajah Ares.

"Kamu sebenarnya mau apa, sih, Lea?" Aksa akhirnya bersuara, menyanggah Leana yang mulai bicara sembarangan.

Sena berdiri, menghela napas berat kemudian menoleh pada Aksa. Ayahnya terlihat lelah. Tatapan Aksa pada Leana sudah tidak lagi seperti dulu. Kilatan kecewa dan amarah memenuhi kedua mata Aksa.

"Kak Aksa mengambil anakku. Aku hanya melakukan hal yang serupa, mengambil anakmu."

"Lea---"

Sena memotong ucapan Aksa. "Yah, aku mau ikut Ibu."

"Apa?" Aksa sontak mengalihkan seluruh atensinya pada Sena.

Leana tersenyum tipis. "Lihat, Kak? Selama ini aku yang mendengar keluh kesah Sena. Dia bahkan lebih memilihku daripada ayah kandungnya. Sena sudah cukup menderita karena Kak Aksa."

Devan tertawa kecut mendengar ucapan Leana. Sena, Sena, Sena. Ibu mau menemani Sena ini. Ibu mau mengantarkan Sena itu. Leana selalu lebih mementingkan Sena daripada anak kandungnya sendiri. Karena Sena adalah anak baik, menurut, dan sopan pada orang tua tidak seperti Devan, kata Leana. Iya, Devan memang sempat melawan sampai ia berada di titik di mana Devan benar-benar cukup lelah dan akhirnya berhenti melawan. Ares juga pernah tidak menyetujui Leana menikah dengan Aksa. Hah, bagaimana jadinya kalau Sena juga melawan Leana?

Detak. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang