4. Ranjang Pria Asing

444 72 3
                                    

Yeji selalu tahu kapan ia harus bangun. Tidak pelu memasang alarm dengan bunyi yang memekakkan, ataupun gedoran kencang Nyonya Adityawan di pintu kamarnya. Perempuan itu selalu bangun tepat waktu. Tubuhnya sudah terbiasa dengan siklus tidur yang teratur. Tidak pernah ada kata begadang ataupun terlambat ke sekolah.

Namun tampaknya pagi ini berbeda. Jika biasanya dia akan bangun sebelum matahari timbul, tapi pagi ini kelopak matanya justru baru terbuka saat merasakan sinar matahari masuk di celah-celah jendela.

Sejenak Yeji masih enggan beranjak dari kasur, tubuhnya terasa lelah dan pegal di beberapa titik. Namun suasana kamar yang tampak asing dan jelas bukan kamarnya, membuat Yeji sadar seketika. Saraf-sarafnya berusaha mengirim impuls ke Lobus temporal¹, yang beberapa detik kemudian menampilkan kilasan kejadian tadi malam yang melibatkan dirinya dengan laki-laki asing. Proses retrieval² tersebut membuat tangannya refleks menyibak selimut. Yeji langsung terbelalak melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang. Tak jauh dari situ, ada bercak darah merah yang mengotori sprei.

Menyadari apa yang telah terjadi, perempuan itu jadi panik, lalu mengumpati dirinya sendiri. Bermacam jenis umpatan yang didapatnya dari Thea akhirnya ia ucapkan juga.

Tak mau membuang waktu, Yeji segera melompat bangun, meski kemudian ia meringis saat merasakan nyeri dan sesuatu tak nyaman di pangkal pahanya.

Yeji tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pakaiannya yang untungnya cepat ia temukan. Benda-benda itu terletak di atas sofa dalam keadaan terlipat asal. Yeji memakainya dengan terburu-buru.

Setelah berpakaian, Yeji menyambar tasnya yang terletak di samping pakaiannya tadi. Ada satu yang tidak ia temukan, sepatu hak bertalinya. Tapi Yeji tak sempat mencari, takut kalau pria itu tiba-tiba muncul. Tadi saat sedang memakai pakaiannya, telinga Yeji menangkap bunyi gemericik di kamar mandi. Siapa lagi yang berada di sana kalau bukan laki-laki yang menidurinya tadi malam.

Yeji melangkah terburu-buru ke arah pintu. Sayangnya pintu itu terkunci. Perempuan itu berbalik mencari kunci kamar. Benda itu didapatnya setelah menggeledah laci-laci meja di samping kasur. Yeji buru-buru keluar dengan keadaan tanpa alas kaki. Dia menatap tajam pelayan yang memperhatikannya dengan wajah heran.

Yeji memeriksa isi tasnya, lalu mengeluarkan ponsel. Ada puluhan panggilan tak terjawab dan beberapa pesan dari Thea dan Nyonya Adityawan. Yeji menekan tombol 'panggil' pada nama kontak Thea. Tak lama, panggilannya tersambung.

"WHAT THE FUCK ARE YOU DOING?" Teriakan Thea yang pertama kali menyambut telinganya.

Yeji menjauhkan ponselnya dari telinga, "Tidak perlu berteriak."

"Kemana saja kau? Ibumu menerorku sejak tadi malam. Dia tidak percaya bahwa aku tidak mengetahui di mana kau berada. Lain kali, beri tahu aku dulu jika kau ingin kabur!"

"Aku akan ke tempatmu," tandas Yeji.

***

"JADI KAU SUDAH TIDAK PERAWAN LAGI?" Thea sontak berdiri setelah mendengar penjelasan Yeji. Perempuan itu menceritakan kejadian yang menimpanya, semua yang ia ingat kecuali proses 'itu' tentunya.

"Menurutmu aku masih perawan setelah ditiduri oleh pria?" tanya Yeji sarkastik.

Thea berdecak, "Aku hanya memastikan." Lalu pandangannya berubah penasaran, "Bagaimana rasanya? Apakah enak? Sakit tidak?" tanya Thea beruntun.

Wajah Yeji kontan memerah. Dia tidak mengingat bagaimana persisnya, namun kilasan suara-suara laknat yang diucapkan bibirnya cukup membuktikan bahwa ia menikmatinya. Tapi yang tersisa sekarang hanya rasa perih yang berpusat di area intimnya.

DecisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang