5. Bertemu Keluarga

360 70 19
                                        

Gadis bertubuh mungil itu melangkah seorang diri di lorong hotel. Raut wajahnya tampak masam, namun berubah ramah saat berpapasan dengan pelayan hotel. Sebagai putri tunggal pemilik hotel, Eve selalu diajarkan untuk bersikap ramah terhadap semua pekerja di sana, meski hanya seorang pelayan ataupun cleaning service. Ayahnya selalu mengingatkan bahwa hotel mereka tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya pekerja-pekerja tersebut.

Langkah kaki Eve terhenti di depan pintu sebuah kamar. Eve mengeluarkan kunci cadangan, dan membuka kamar tersebut tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Kedatangan Eve yang tiba-tiba dan tanpa permisi membuat si penghuni kamar tersentak kaget. Untungnya laki-laki itu tidak dalam keadaan yang tak mengenakkan, seperti sedang mengganti baju misalnya. Laki-laki itu sedang duduk di sofa dengan kesepuluh jarinya fokus mengetik di laptop.

Dav menoleh pada Eve yang berjalan ke arahnya. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada. Tidak ada raut bersahabat yang terpatri di wajahnya.

"Kenapa Oppa tidak datang semalam?" tanya Eve tanpa basa-basi.

"Rae, sebaiknya kau duduk dulu."

Eve mendengus, tapi tetap melakukan apa yang laki-laki itu suruh. "Sekarang bisa jelaskan padaku?"

Dav menghentikan kegiatan mengetiknya, "Sebelumnya Oppa minta maaf karena tidak mengahdiri pestamu tadi malam. Oppa ada urusan yang mendesak."

"Urusan apa? Kenapa tidak bilang dulu padaku? Aku pasti akan mengerti," tanya Eve menuntut.

Dav menghela nafas, sudah menduga bahwa tak akan mudah menghadapi Eve. Dia harus memutar otak untuk membuat kebohongan tanpa celah. Eve akan menuntutnya dengan pertanyaan-pertanyaan beruntun sampai ia mendapat jawaban yang memuaskan.

"Oppa tidak bisa memberi tahumu, Rae," tegas Dav.

Eve mengangguk paham, tapi ekspesinya tidak berubah, "Baiklah kalau Oppa tidak mau memberi tahuku, aku akan mencari tahu sendiri apa urusan yang Oppa bilang sangat penting itu!"

Gadis itu berdiri, bersiap-siap untuk pergi. Biasanya dia akan betah berlama-lama dengan Dav, tapi saat ini moodnya sedang buruk, dan penyebabnya adalah laki-laki di depannya ini.

"Aku pergi," pamitnya lalu beranjak keluar.

Beberapa saat setelah Eve menghilang dari pandangan, Dav mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Temui aku di D'Ssert.

Ada seseorang yang harus ia temui secepatnya.

***

Terakhir kali ia menginjakkan kaki di tempat itu adalah saat kepulangannya 3 tahun lalu. Kafe itu mengalami sedikit perubahan dari terakhir kali ia lihat. Desainnya luarnya masih sama, tapi ada beberapa tambahan yang membuatnya terlihat lebih mewah dan classy.

Saat melangkahkan kaki memasuki kafe, indra penciuman Dav dimanjakan dengan aroma-aroma kue-kue manis yang bercampur dengan bau penghampur ruangan.

Mata Dav terpaku pada sosok di meja sudut yang sibuk dengan ponsel. Dav tanpa ragu menghampiri orang itu.

Merasakan ada yang mendekat, sosok itu mengalihkan atensinya dari ponsel.

"KAKAK!" Laki-laki itu memekik senang, lalu mengamburkan diri ke pelukan Dav.

Dav merasa proses inspirasinya¹ sedikit terhambat karena kungkungan tangan yang lumayan kuat di lehernya.

"Mark, lepaskankan dulu cekikanmu di leherku," peringat Dav.

Laki-laki yang bernama Mark itu segera melepaskan pelukannya, lalu menyengir. Dia tidak bisa menahan binar senang di matanya saat melihat seseorang yang tidak ia temui selama tiga tahun ini.

DecisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang