Chapter 01

2.9K 309 7
                                    

Semerbak bau formalin dan obat-obatan terus mengisi rongga hidung. Infus yang selalu menggantung di tangan, bagaikan borgol yang tidak mau lepas.

Dia benci ini, terkurung dalam rumah sakit yang menurutnya seperti penjara. Andaikan bunuh diri tidak berdosa, mungkin dia sudah mengakhiri hidup daripada tersiksa seperti ini.

Mentari bersinar terang hari ini, bagaimanapun menurutnya sama saja. Setiap hari terasa mendung, tidak ada pelangi yang dikatakan akan datang setelah hujan. Jangankan untuk turun, hujan juga mungkin enggan bertemu dirinya.

Baju ini sama aja seperti hari sebelumnya, tidak ada yang berubah. Modelnya sama saja dengan yang lain, berwarna tosca dengan garis-garis putih lurus vertikal.

Mungkin keluar sejenak bisa menenangkan pikirannya, walau tidak akan membantu hidupnya berubah. Sebatas tidur, melakukan kemoterapi, minum obat, dan tidur lagi.

Taman rumah sakit tidak terlalu buruk, ada sebuah bangku panjang di bawah pohon ketapang. Infus yang tergantung akan menemaninya, sebelum orang tuanya mencari.

"Kau sendiri di sini?" Suara berat tetapi sangat lembut itu membuat dia sedikit menoleh.

Gadis itu hanya mengangguk pelan, matanya mengikuti arah orang tersebut yang langsung duduk di sampingnya tanpa izin. Tidak masalah, toh ini punya rumah sakit.

"Rawat inap?"

Lagi-lagi gadis itu mengangguk, suaranya begitu mahal untuk dikeluarkan mungkin. Ataukah dia itu bisu?

"Aku Hero Nabastala, pasien dari Arafah II." Tangannya terulurkan pada gadis di sampingnya.

"Angelista Swastamita, dari Arafah I." Gadis itu mengabaikan tangan yang terulur.

Tidak mau disia-siakan, Hero menarik tangan Angel agar bersalaman dengannya. Sulit bagi gadis itu untuk interaksi, dia langsung menarik tangannya.

"Angel dalam bahasa inggris artinya Malaikat, benar 'kan?" Hero menatap langit biru tanpa awan putih.

"Hm," jawab Angel singkat.

"Swastamita, itu kayaknya aku pernah lihat di salah satu kata diksi. Artinya indah matahari, matahari indah. Ah, apa itu artinya sih? Aku lupa," ujar cowok itu sambil memukul-mukul pelan kepalanya.

Baru kenal udah sok mengartikan nama orang! Angel menatap cowok itu yang sibuk mengingat arti Swastamita. Sama seperti dirinya, tangan cowok itu juga terpasang infus.

Matanya sipit, pucat, terdapat bintik merah pada kulit, tubuh tinggi, alis hitam yang rapi, bibir tipis, hidung mancung dan ... mengeluarkan darah.

Hero mengusap dengan lengan bajunya, bercak-bercak merah membekas di baju yang beda warna dengan Angel. Namun, gadis itu menahan dan memberikan selembar sapu tangan.

"Jangan jorok!" ujar Angel ketus.

Cowok itu hanya menyengir sambil membersihkan hidungnya, beberapa saat kemudian dia menyadari. Mata sipitnya melotot ke arah Angel.

"Ini bekasmu?" tanyanya datar.

"Tentu saja ... tidak. Aku tidak pernah memakainya sekali pun, yang kugunakan hanya ini." Angel mengeluarkan sapu tangannya berwarna ungu muda.

Rasa jijik Hero musnah, ia pikir baru saja menggunakan sapu tangan bekas cewek itu. Hidungnya tidak lagi mimisan, tetapi tubuhnya begitu lemas.

"Leukemia Limfositik?" tanya Angel.

Hero menggeleng sambil menggeser sedikit tubuhnya agar bisa kontak mata dengan sang empu, senyuman tidak pernah hilang dari bibir tipisnya. Tidak seperti Angel yang selalu termenung.

"Leukemia mieloid," ucap Hero menundukkan sedikit pandangannya. Senyuman itu mengandung gambaran perasaan yang lain dari sebelumnya.

Angel mengangguk paham. Ia mengetahui sedikit tentang leukemia mieloid, jenis leukemia ini berasal dari sel mieloid yang belum matang.

"Kamu leukemia juga?" tanya Hero berusaha tersenyum lebar. Ia tidak ingin ada seseorang yang sedih karena sebuah penyakit, mungkin dari senyumannya orang akan ikut tersenyum.

"Ho'oh, Leukemia limfositik akut. Mungkin bentar lagi berakhir," jawab Angel santai.

Hero mengerti apa yang dimaksud Angel tentang berakhir, gadis itu pasrah dan sepertinya berharap kematian akan datang. Ia tidak suka dengan sifat yang pesimis.

Ingin hari ini juga Hero menelusuri lebih jauh tentang gadis bermata hitam pekat itu. Namun, tubuhnya semakin terasa lelah, darah juga keluar lagi dari hidungnya.

*Leukemia limfositik akut adalah kanker sel darah putih jenis limfosit yang belum matang. Jenis leukemia ini biasanya menyerang anak usia 3-7 tahun dan remaja, juga dapat terjadi pada orang dewasa.

"Sayang, kamu di sini rupanya. Capek bunda cari kamu!" seru wanita berambut sebahu dengan baju merah sebetis.

"Maaf, Bunda ...," lirih Hero pelan.

Angel menahan gelak tawanya, cowok yang tampak cool seperti Hero tiba-tiba menggemaskan dengan suara lembut. Tidak ia sadari begitu cepat berteman dengan cowok itu, hanya dalam waktu kurang dari satu jam.

"Angel, aku pergi luan, ya. Besok ketemu lagi di sini, aku akan cari arti Swastamita." Hero bangkit lalu pergi bersama ibunya yang melambaikan tangan pada Angel.

Gadis tersebut hanya mengangguki permintaan Hero, sepertinya dia juga harus kembali ke kamarnya. Sudah cukup mencari udara segar, kini waktunya untuk bersiap-siap melakukan kemoterapi.

***

Baru saja Angel membuka pintu, seorang wanita menghampiri dan memeluknya. Terdengar isak dari wanita itu, Angel membalas pelukan sambil menampilkan senyumannya.

"Kamu gak pa-pa 'kan, Sayang?" tanya wanita itu menangkup pipi anaknya.

Angel menggeleng sambil mengusap air mata ibunya, sang ayah terlihat begitu lega melihatnya. Keduanya begitu panik ketika pagi tadi tidak menemukan anaknya di bed pasien.

"Besok kalau mau keluar, pamit sama Mama dan papa. Jangan gini lagi," ucap pria itu lembut kepada anak semata wayang.

Angel mengangguk paham. "Hari kemoterapi, Pa?" tanyanya.

"Enggak, Sayang. Jadi kamu istirahat aja hari ini, tuh makanan udah tersedia di meja. Setelah makan, kamu minum obat."

Makan? Suatu kegiatan paling Angel benci, melihat menunya saja ia sudah begidik. Namun, mau bagaimana lagi? Terpaksa ia makan daripada ibunya mengancam tidak akan makan.

Nasi bubur, sayur, dan lauk tanpa penyedap bumbu instan. Sesuap saja dia sudah ingin berhenti, kemudian mengelurkan lagi. Dia merindukan kenikmatan makanan yang dulu sering dirasakan.

Setelah makan dan minum obat, Angel dibiarkan istirahat. Kedua orang tua keluar dari kamarnya. Baru saja memegang cermin, ia mendengar suara isak ibunya di depan pintu kamar.

Perlahan dia turun sambil membawa infus, Angel melihat ibunya yang dipeluk sang ayah. Ia dekatkan telinga agar lebih jelas percakapan kedua orang tuanya, mata hitamnya membulat.

"Mas, Angel pasti bisa sembuh 'kan? Yani takut kehilangan Angel, dokter bilang usia anak kita tidak sampai tiga bulan lagi?" tanya wanita bernama Handayani.

"Pasti itu. Kamu jangan nangis lagi, berdoa agar hasil yang dokter katakan bisa berubah." Cakra sekuat tenaga menenangkan istrinya.

Angel kembali ke bed pasien, ia mengambil cermin lalu melihat dirinya. Kantung mata besar, rambut mulai berguguran, hidung merah, pipinya semakin tirus karena berat badan yang semakin turun.

Baru sekarang dia merasakan darah yang meleleh dari lubang hidungnya, sejak tadi pagi tidak ada setetes pun keluar. Sapu tangan ungunya diambil, matanya memanas lalu keluarlah butiran bening.

"Aku Angel, yang sepanjang hari hanya menyusahkan orang tua. Membuang uang mama dan papa untuk pengobatanku, padahal akhrinya mati juga." Angel berbicara pada cermin dan infus.

Bersambung ....

Jangan lupa vote, follow, komentar, dan share😊

Album Biru [Tamat]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang