Chapter 07

582 109 5
                                    

Kalau kamu tau kenyataan selanjutnya apa, untuk apa dilanjutkan? Hidup memang untuk dijalani, tapi bukan untuk menyakiti.

-Album Biru-

Embun mulai hilang, asap kendaraan mengepul di jalan perkotaan. Dua orang pasien berhasil kabur dari rumah sakit, remaja itu melepas masker di wajah.

"Hampir aja ketahuan," ucap Angel mengatur napasnya yang tidak teratur karena lari-lari.

Sementara Hero hanya tersenyum sambil memegang dadanya, ia berusaha menahan bobot tubuh. Kakinya sudah sangat lemas, kepala pusing hebat.

Wajahnya semakin memucat, seharusnya hari ini pengobatan terakhir Hero. Namun, demi merayakan ulang tahun Angel, ia nekad kabur.

Karena terlalu senang, gadis itu melompat-lompat tanpa melirik Hero. Kemotrapi yang seharusnya dilakukan, terlewat begitu saja.

"Kamu tau umur kakak dari mana?" tanya Hero mengikuti pandangan Angel ke mesin gulali.

"Gak sengaja kemaren ngelihat data diri Kak Hero." Angel menerima gulali dan mengeluarkan ponsel dan tongsisnya.

Mulai dia membuat video sambil berjalan mengelilingi pasar pagi, uang simpanannya sudah disediakan untuk jalan-jalan ini.

"Makasih udah bawa Angel jalan-jalan, ini hari ulang tahun terbaik bagiku!" seru Angel.

"Iya. Tetap ceria seperti ini, jangan pernah bersedih lagi! Mungkin ini terakhir kalinya kita dapat jalan-jalan berdua," ujar Hero.

"Kakak mau pergi 'kan? Jangan lama-lama! Berjanjilah kita akan bertemu lagi." Angel mengacungkan jari kelingkingnya.

Hero menyambut jari itu. "Aku tidak tau kapan dan dimana akan bertemu denganmu lagi. Yang pasti kita akan bertemu lagi di dunia lain."

Kabur dari rumah sakit bukanlah ide Hero, tadi pagi-pagi sekali Angel memaksa dia. Hero sudah menolaknya, tetapi gadis itu cukup egois.

Terpaksa dia menuruti permintaan Angel, walau harus melewatkan pengobatan. Toh ini sekali seumur hidupnya kabur, dia berjanji tidak akan berbohong lagi.

Itu pun kalau umurnya panjang. Umur tidak ada yang tahu, kita tidak bisa melawan takdir.

***

Jarum jam tangan menunjukan ke arah angka dua belas lewat, mereka memutuskan duduk di bawah bangku taman yang tidak jauh dari masjid besar. Jika nanti azan mereka akan mudah pergi menunaikan shalat.

Ice cream vanila menggantikan gulali, Angel membuka galeri ponsel Hero. Foto seorang gadis bersama dengan Hero tampak jelas, ia langsung tersenyum geli.

"Cie ... ternyata Kak Hero pernah punya pacar," goda Angel.

Hero tersenyum sambil menunjuk gadis di foto. "Namanya Biru, ia yang mengajarkan banyak tentang makna hujan. Salah satunya makna hujan yang bisa menjadi pelampiasan kesal dan tempat curhatan. Kisah album juga dia yang kasih tau, tetapi waktu itu kami gunakan warna hitam."

"Berakhir pahit," lirih Hero.

"Kita pakai warna biru, pasti berakhir bahagia 'kan?" tanya Angel.

"Mungkin."

Hero tidak yakin dengan akhir hidup, kalau bisa ia ingin tidak pernah berakhir. Andai saja ia bisa melihat masa depan, mungkin ia bisa merubah sekarang.

Suara azan zuhur menggema ke seluruh penjuru kota, mereka tidak langsung menuju masjid. Keduanya mendengarkan merdunya suara muazin.

Setelah berakhir mereka langsung berjalan ke masjid, cukup ramai orang yang datang. Tidak hanya penduduk setempat, orang yang berpergian juga ada.

"Angel, mulai dari sekarang jangan egois dan overthinking, ya!" Hero menatap megahnya masjid Ar-Rahman.

"Satu lagi. Kalau nanti kakak menutup mata dan gak mungkin terbuka lagi, jangan dekatin jasad kakak, ya!" pesannya.

"Kenapa?" tanya Angel menahan mata yang mulai memanas.

"Karena tangan kakak gak bisa menggapai pipi Angel."

"Tenang aja. Aku gak akan mendekati, karena kita akan mati bersama. Jasad aku juga akan terbaring di sebelah Kakak," kata Angel santai.

Sebelum Angel pergi ke kamar mandi, Hero menahan tangannya. Sebuah perekam suara dan kamera polaroid diberikan pada Angel, album biru sudah ada di tangan gadis tersebut.

"Kakak mungkin akan sedikit lama, mau shalat sunnah dulu. Selamat tinggal!"

"Jangan katakan selamat tinggal, tapi sampai jumpa. Kita akan berjumpa lagi 'kan?"

***

Sudah hampir satu jam Angel menunggu di parkiran seluas empat puluh meter persegi. Cowok yang ditunggu belum juga keluar, ia memutuskan untuk memeriksa.

Dari luar dia dapat melihat para bapak-bapak berkumpul, ada beberapa anak kecil perempuan. Mungkin tidak masalah jika dia masuk, hanya untuk melihat.

"Tadi saya lihat dia sudah selesai shalat zuhur, mungkin dia baru saja mengerjakan shalat sunnah."

"Sudah berapa lama dia sujud?"

"Kurang lebih lima menit."

"Haruskah kita menunggu lagi?"

Bisikan-bisikan itu terdengar di telinga Angel, ia berhasil membelah kerumunan. Matanya membulat sempurna melihat sosok Hero yang tidak kunjung bangkit.

"Kak!" teriak Angel langsung menyentuh pundak cowok itu.

Hero jatuh terkulai, ia tak sadarkan diri. Mukanya dua kali lipat lebih pucat dari sebelumnya, seorang pria langsung memeriksa denyut nadi dan napas Hero.

"Dia kakakmu?" tanya pria itu setelah memeriksa.

"Iya," jawab Angel cepat.

"Bukakan pintu mobilku cepat! Dia masih hidup," pinta pria itu memberikan kunci pada temannya.

Dia mengangkat Hero dibantu bapak-bapak lainnya, Angel diminta ikut masuk ke mobil. Mereka pergi menuju rumah sakit.

***

Air mata tidak berhenti mengalir, sudah lama mereka menunggu di ruang tunggu. Angel dipeluk mamanya Hero dan mamanya sendiri, ketiganya larut dalam tangisan.

Papa Hero berbincang dengan dokter, setelah itu dia tersenyum gentir menerima semua jawaban. Langkahnya melambat sambil melihat sang anak yang terbujur lemah di ruang ICU.

Angel mendekat ke pria itu. "Om, maafkan Angel karena udah buat kak Hero jadi gini." Ia menggabungkan kedua tangan sambil memohon.

"Kamu tidak salah. Saya yang salah telah membiarkan Hero berteman dengan gadis egois sepertimu," ucap Geri dingin lalu pergi untuk mencari udara segar.

Bersambung ....

Album Biru [Tamat]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang