• Chapter 1 : Terbangun di Dunia Baru

2 1 0
                                    

Beberapa dari kalian pasti pernah berpikir untuk membuat negara yang ideal. Negara dimana semua orang bahagia disana. Negara dimana tidak ada yang namanya kejahatan. Negara yang sangat adil dan semua rakyatnya sejahterah. Memang terdengar sangat luar biasa bukan? Namun kalau itu benar-benar terwujud apa hal itu akan bisa membuat semua orang senang? Tentu saja semua orang akan senang, dinegara tersebut semua orang berbahagia bukan? Kalau kau berpikiran seperti itu aku akan berkata padamu itu hal yang bodoh. Kau salah besar tentang hal tersebut. Kebahagiaan seseorang bukanlah hal yang sederhana hingga ada orang yang dapat memastikan hal tersebut.

Berat sekali rasanya, tubuhku serasa tidak bisa digerakkan. Setelah aku membuka mataku aku sudah berada diruangan ini. Aku tidak ingat apa yang terjadi padaku sebelumnya. Segar sekali udara yang kuhirup. Aku benar-benar tidak menyangka aku bisa menghirup udara sesegar ini dari dalam ruangan. Sekilas ruangan ini terlihat begitu klasik. Tembok kayu yang mengkilap, perabot yang ditata begitu rapi, vas yang dipenuhi bunga yang bermekaran. Aku pun mulai berusaha untuk duduk disofa berwarna merah ini. Sepertinya ruangan yang aku tempati ini adalah sebuah kantor. Entah itu kantor apa aku tidak mengerti. Yang jelas meja yang berada tepat didepanku ini terdapat sebuah papan nama.

" Reiza Daniarta."

" Yo, tepat sekali itulah namaku."

Aku pun dikagetkan oleh suara orang itu. Ia muncul dari pintu tak lama setelah aku membaca papan nama tersebut. Dengan jas hitamnya ia mulai masuk dan membawakanku secangkir teh. Nampaknya pria ini berumur sekitar 30 tahunan. Setelah memberikan the tersebut ia kemudian duduk dikursi. Aku seperti seorang klien yang sedang duduk dikantor sebuah perusahaan penyewaan jasa.

" Jadi nona, aku bingung harus mulai dari mana tapi yang jelas apa kau sekarang sudah tidak apa-apa?"

Tatapan matanya begitu seirus ketika menanyakan hal tersebut. Mata birunya seolah menyala terang ketika menatapku. Dan tatapan itu berkata tulus kepadaku ' Apa kau sudah baikan sekarang?'. Untuk sekarang aku bisa tenang karena aku tahu bahwa orang ini bukanlah orang yang jahat. Tatapan matanya sendiri yang sudah berbicara kepadaku.

" Kau tadi pingsan tepat didepan kantorku pagi tadi. Apa yang terjadi padamu sebelumnya?"

" Maaf aku lupa."

" Lupa ya, tapi setidaknya kau masih ingat namamu bukan?

" Eh apa? Nama?"

" Iya benar, namamu."

Nama? Apa benar aku masih mengingatnya. Aku hanya bisa tertegun setelah mendengar pertanyaannya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi kepadaku. Aku benar-benar lupa dengan semua hal.

" Maaf pak aku benar-benar lupa. Aku tidak bisa mengingat apapun."

" Ah ya pelan-pelan saja nanti juga kau akan mengingatnya. Dan juga panggil aku dengan nama depanku saja, jangan pakai pak."

" Ah baiklah."

" Hemmb akan merepotkan kalau kau tidak punya nama. Bagaimana kalau kau kupanggil Val, Valerie?"

Aku pun mengangguk. Tidak buruk juga nama yang ia berikan padaku. Setelah meneguk teh yang disuguhkan kepadaku entah mengapa perutku terasa aneh, apakah ini yang disebut dengan lapar? Tak lama kemudian perutku mulai mengeluarkan bunyi yang aneh. Seketika ia langsung tertawa setelah mendengar suara perutku tadi. Jujur saja ini benar-benar memalukan.

" Ha ha ha jadi kau lapar ya. Baiklah ayo ikut dengan ku kebetulan aku juga belum sarapan."

Ia pun kemudian berdiri dan menuntunku keluar dari ruangan ini. Setelah keluar dari gedung tersebut aku langsung disambut cerahnya mentari pagi saat itu. Jalanan terlihat begitu lancar tidak ada kemacetan. Dan anehnya udara disini sangat segar tidak ada polusi sama sekali.

Esok Yang Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang