Chapter 7: Fase Akhir

1 0 0
                                    

Dua hari sudah berlalu semenjak kejadian mengerikkan itu menghampiri kami. Pulau ini sekarang menjadi pulau sunyi tak berpenghuni seperti yang diharapkan pemerintah. Satu hari berselang kabut putih yang menyelimuti pulau ini sudah menghilang tanpa bekas sama sekali. Dan juga para mayat korban sudah menjadi abu yang beterbangan di udara. Mereka benar-benar berhasil membersihkan pulau ini. Namun mereka tidak melakukan pekerjaan itu dengan baik. Masih ada lima orang di sini yang akan membalas semuanya. Regu penyisir pulau pun dapat kami ringkus dengan cepat sehari yang lalu. Walhasil sekarang kami punya satu buah kapal, persenjataan, serta perlengkapan yang cukup untuk melakukan serangan balik. Memang benar yang akan berangkat kesana hanya empat orang namun aku yakin rencana ini akan berhasil. Tugas regu penyisir ini adalah untuk menduduki pulau ini dan membunuh setiap orang yang berhasil selamat dari ledakan bom tersebut. Ya itu memang langkah yang tepat, namun itu terlalu meremehkan kami. Mereka hanya mengirim 10 orang untuk menyisir pulau ini. Sepuluh orang awam tersebut disuruh untuk menyisir seluruh bagian pulau ini? Yang benar saja, mereka pasti tidak tahu medan apa yang akan mereka hadapi. Berbeda dengan kami, meskipun hanya berlima kami mengetahui dengan baik seluruh sudut dari pulau in. Maka dari itu kami bisa meringkus mereka semua dengan cepat. Bisa dibilang posisi kami sekarang sedikit lebih baik dibanding kemarin. Kami mempunyai banyak informasi seputar pulau tempat mesin waktu itu berada, mulai dari tingkat keamanan dan juga letak persisnya mesin itu berada. Wajar saja kami bisa mendapat informasi itu karena salah satu prajurit yang dikirim untuk menyisir pulau ini adalah kepala keamanan dari pulau tersebut. Karena pengalamanya ia dikirim kesini untuk menduduki pulau ini. Ya aku sempat merasa kasian kepadanya karena nasib buruknya bertemu kami.

" Airi apa semuanya sudah siap?"

Ia hanya mengangguk tanpa menoleh kepadaku. Ia masih sibuk mengecek perlengkapan apa saja yang akan kami bawa nantinya. Namun aku benar-benar takjub dengan gadis ini. Meski sekarang ia hanya mempunyai satu lengan saja ia masih bisa meringkus kesepuluh orang prajurit tersebut. Memang benar ia sekarang tidak bisa menggunakan dua pedang kecilnya lagi namun sekarang ia tetap saja terlihat sangat ganas dengan tombak di tangan kirinya tersebut.

" Pak, anda bisa mengemudikan kapal bukan?"

Satu kalimat mengganggu itu muncul dari belakangku. Sambil memberiku satu buah senapan otomatis ia mengatakan hal tersebut.

" Kalau bapak tidak bisa mengemudikannya tamatlah sudah."

Ya memang benar apa yang dikatakan Valerie tersebut. Jujur saja aku hanya berpura-pura bisa mengemudikan kapal. Terakhir kali aku mengemudikan kapal adalah ketika aku mengejar pelaku di pulau bali menggunakan speed boat. Dan hasilnya aku langsung membawa kapal tersebut kepesisir pantai dan terguling setelahnya. Bodoh sekali memang. Namun sekarang aku tak bisa mengatakan hal tersebut.

" Sudahlah naik saja."

Masih dengan tatapan sinisnya ia kemudian menaiki kapal ini. Seperti rencana awal kami terus mengirim sinyal secara rutin ke markas mereka di pulau tersebut, sebut saja pulau X. Ya sangat merepotkan memang mengingat pulau itu sengaja tidak dimasukkan ke dalam peta. Hari ini kami juga melapor seperti biasa dan bilang kalau beberapa prajurit akan kembali untuk mengambil persediaan dan meminta izin untuk memperbanyak anggota untuk menduduki pulau ini. Setelah beberapa menit berusaha mengingat dan memahami kembali cara mengemudikan kapal ini aku mulai berani menyentuh kemudi darinya. Tak lama berselang aku berhasil menggerakkan kapal ini tanpa kesusahan. Ya semoga saja ini akan berjalan lancar.

" Val, apa kau sudah menghubungi rekan kita di pulau jawa?"

" Sudah mereka bahkan sudah berada di posisi sekarang."

Ya benar sekali, pemerintah mengira kalau basis utama ini merupakan yang segalanya. Entah mereka lupa atau tidak tapi yang jelas sepertinya mereka membiarkan basis kain merah lainnya. Mungkin mereka berpikir kalau pemimpin mereka dihancurkan maka basis kain merah yang lainnya akan ikut hancur pula. Kalau mereka memang berpikir demikian maka mereka seratus persen salah. Kain merah sama sekali tidak punya yang namanya pemimpin. Semua anggota disini adalah pemimpin. Mereka berhak melakukan apa yang mereka mau tanpa perlu tunduk kepada siapapun. Yang membuat kami terorganisir selama ini adalah satu tujuan yang sama yaitu untuk mengakhiri pemerintahan sekarang. Tanpa perlu waktu yang lama kami berhasil meledakkan kapal yang kami naiki dan segera berpindah ke kapal yang sudah menunggu kami tak jauh dari sini. Tepat sebelum kami meledakkan kapal tersebut kami sempat mengirim sinya SOS ke pulau tersebut. Sepertinya kami berhasil mengecoh orang-orang disana. Dan yang paling mengejutkan adalah semua rencana yang sudah kami buat sebelumnya ternyata masih berjalan. Memang benar pulau kami sudah luluh lantah namun, teman-teman di Pulau Jawa tetap melanjutkan rencana tersebut. Tatapan pemuda-pemuda di kapal yang aku tumpangi sekarang sangatlah mengerikkan. Salah satu dari mereka sedari tadi terus memelukku seakan berusaha untuk menenangkanku. Lalu sisanya semakin meluap emosinya setelah menyadari salah satu lengan Airi yang putus.

Esok Yang Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang